Aku merindukan kalian di desaku yang kini terkubur tanpa batu nisan.
Aku masih mengingatmu seperti kemarin ketika kita memancing di sungai-sungai bening dimana ikan-ikan lele, betik, wader masih berenang riang
Namun kini sungai itu berbau alkohol keruh bersama muntahan-muntahan pemuda yang membuat ikan-ikan mabuk dan kecelakaan.Aku masih mengingatmu seperti kemarin kita berlarian di pematang sawah sekedar mengejar kadal dan belalang yang sehat dan cepat.
Namun kini kadal-kadal bermigrasi, belalang-belalang lompat jauh pergi, sebab sawah sebagai rumah mereka berubah menjadi perumahan-perumahan mewah.Aku masih mengingatmu ketika kita kerja bakti bersama warga-warga yang membersihkan daun-daun kering kesombongan, menghias gapura dengan canda tawa.
Namun kini mereka sibuk korupsi atas nama administrasi, membiarkan daun-daun kesombongan subur, meninggalkan gapura yang berdiri namun mati.Aku masih mengingatmu ketika kita bermain petak umpet, gobak sodor, gelatik, hingga senapan bambu dilapangan di sela-sela akhir pekan, namun kini lapangan sudah kehilangan rakyatnya, di diamkan lapangan kepanasan sementara anak-anak bermain handphone dan komputer untuk mengakses kekerasan dan pornografi secara bebas
Aku sungguh merindukan kalian sebagai panutan, tapi sayangnya semua sudah terlanjur seperti hari ini.
Apakah anak-anak sekarang akan merindukan hari ini di masa depan seperti aku merindukan kalian di masa sekarang ?
Semarang, 10 Oktober 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyanyian Lelaki Malam
PoetryKumpulan puisi-puisi yang dinyanyikan malam dan di tulis oleh seorang lelaki