Aegean

16 1 0
                                    

Ponselku berbunyi ada obrolan yang masuk, aku merogoh saku celanaku untuk melihat siapa yang menghubungiku, dari Kak Elang. Sudah tiga hari kami tidak bertemu sejak saat kami makan lomie.

"Kamu sedang apa?"

Aku tak langsung membalasnya, kubiarkan dulu beberapa belas menit, biarkan saja dulu dia menunggu sebentar. Nanti akan kubalas pesannya, tanganku kembali memasukkan ponsel ke dalam saku celana, sekarang aku kerepotan memegang payung berjalan menuju kosan sehabis kerja kelompok di tempat teman dan hujan cukup lebat untuk diterjang, sebenarnya sebagian tubuhku sudah basah. Aku tak menunggu reda karena takut keburu malam dan tak ada angkot yang lewat ke kosan. Aku berjalan bersama teman satu kelompok yang sama-sama akan pulang. Ya, aku jalan kaki dari kosan temanku yang jaraknya dikatakan dekat tidak dan dikatakan jauh juga tidak. Kembali mengenai Kak Elang, kami memang jarang berkomunikasi tapi setiap hari setidaknya dia selalu muncul di pemberitahuanku. Kupikir, daripada kami memaksakan untuk berkomunikasi tapi tidak ada yang dibicarakan jadi tidak usah saja. Tidak usah terlalu intens maksudnya.

Sesampainya di kosan celanaku sudah basah semua, aku tergesa-gesa membuka pintu untuk segera membersihkan diri agar aku bisa segera bermalas-malasan diatas tempat tidur. Cuaca hari ini memang sangat mendukungku untuk bermesraan dengan tempat tidur. Bandung, kini sedang dingin. Ketika aku masuk ruanganku aku langsung menekan saklar yang ada dekat pintu, pandanganku lebih baik sekarang. Kusimpan tas dilantai, segera kulucuti pakaianku dan meraih handuk menuju kamar mandi. Aku basuh rambut dan tubuhku sampai benar-benar bersih. Aku tak mau berlama-lama dikamar mandi, bagai sesuatu yang anti air dan yang paling penting itu dingin menusuk kedalam tulangku. Kubalut tubuhku dengan handuk membuka pintu kamar mandi lalu menuju lemari membuka dan memilih pakaian panjang. Aku sudah tak sabar ingin berselimut di tempat tidur lalu tidur. Aku pilih piama seadanya tanpa memakai lotion maupun deodorant aku hanya memakainya lalu membungkus rambutku dengan handuk kecil kemudian melemparkan tubuhku ke atas tempat tidur. Terdengar serbuan rintik hujan menyerang atap semakin deras. Kutarik selimut sampai keleher lalu bangun lagi, aku belum balas pesan dari Kak Elang. Ponselku masih berada di saku celana jeans, sekarang celana itu sudah masuk kedalam rak cucian. Itu artinya aku harus bangkit dari tempat tidur lalu mengambilnya di saku celana. Aku menekan-nekan papan ketik sambil berjalan ke tempat tidur lagi.

"Aku baru sampai kosan-ku habis kerja kelompok, ada apa?"

"Hujan-hujanan ya tadi? Ada kabar baik!"

"Iya sedikit, kabar baik apa?" aku tak sabar ingin mendengar kabar baik darinya mungkin pekerjaan. Aku menebak-nebak.

"Hujan-hujanannya jangan terlalu sering aja, bawa jaket musim hujan begini. Dua hari lagi aku harus melaut" katanya dalam pesan.

"Bekerja?" aku memastikan.

"Iya, di Pulau Seribu. Makanya seharian tadi aku tak kabari kamu, tadi ada rapat mendadak" dia menjelaskan padahal aku tak butuh penjelasan.

"Iya itu bukan masalah besar. Berapa hari?" aku bertanya.

"Biasanya paling lama dua minggu, tapi katanya sekitar sepuluh hari sih"

"Baguslah kalau begitu selamat ya akhirnya ada pekerjaan" aku benar-benar ikut senang.

"Kalau besok aku tak banyak kegiatan, bertemu ya?"

"Mudah itu, memangnya mau kemana?" aku Tanya

"Tapi aku belum bisa janji, kita main kemana aja yang perting bertemu."

"Oke, kabari saja kalau jadi ya!"

"Tapi besok waktumu kosong apa ada kelas?" dia bertanya

"Besok ada kelas pagi saja" padahal sampai siang tapi tak apa-apalah.

Water Under The BridgeWhere stories live. Discover now