Alarm udah bunyi lima kali. Ditambah suara dering musik tanda panggilan telepon yang ngusik ketenangan tidur. Aku memicingkan mata ke arah tembok kamar yang terdapat jam kotak berlogo bank ternama di Indonesia.
Masih jam lima, cuy. Ini yang telepon ga ada kerjaan banget sih. Ga punya sabun buat mandi? Atau mau curhat ga punya ongkos kayak si Dewi tempo hari?
Aku pun mengalah. Tanganku meraba bawah bantal untuk mencari keberadaan benda berwarna hitam itu. Mencari tahu siapa si pembuat keributan.
Dan ... pelakunya adalah ... si kutu kupret. Hamdan! Ga mungkin kan dia mau minta sabun. Atau mau minta ongkos? Ah, ngeselin banget sih!
Terpaksa aku menggeser tombol hijau dan menempelkannya di telinga sebelah kanan sambil memejamkan mata.
"Halo...,"
"Halo, Kebo ... Bangun! Jangan molor mulu!" teriak orang di seberang telepon yang membuatku spontan terlonjak dan menjauhkan ponsel dari telinga.
"Ih, lu apaan sih, ganggu orang tidur aja," ketusku.
"Subuh, Kia. Udah Adzan. Anak gadis kok masih tidur," balasnya yang suara yang lebih halus.
Aku terdiam sesaat. Sumpah, aku tuh ngantuk banget. Biasanya jam enam kurang sepuluh baru bangun.
"Lima menit lagi, deh," pintaku.
"Gimana mau ketemu calon imam yang shaleh kalau kamunya aja bangun siang mulu."
Iya juga sih. Masa iya suaminya pergi ke masjid, istrinya masih molor. Bukan rumah tangga idaman. Ga enak aja ngebayanginnya.
Aku pun mengalah. Walaupun dengan terpaksa.
"Iya. Aku bangun."
"Nah, gitu dong. Aku ke kosan kamu, ya. Mau ngambil motor."
Kali ini, aku terkesiap dengan mata yang tiba-tiba segar mendengar Hamdan yang akan mampir ke tempatku. Baru ingat kalau motornya ada tepat di hadapanku.
"Hah? KAPAN?"
"Biasa aja kali!" terdengar sedikit ketus. "Ya sekarang lah."
"JANGAN!" Aku bangkit dari tempat tidur dan seketika panik. "Bentar. Aku mandi dulu. Shalat dulu ... Em ... Udah itu aja. Tiga puluh menit lagi. Oke?"
"Iya, iya. Cepetan!" titahnya.
"Iya!"
"Ya udah, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Aku pun menutup sambungan telepon sambil berpikir apa dulu yang harus dikerjakan. Makan? Shalat? Mandi? Ah, pokoknya aku merasa tiba-tiba kebingungan.
Mengambil handuk, mengambil piring, lari ke kamar mandi, kembali lagi buat nyimpen piring, dan kali ini aku benar-benar memasuki kamar mandi untuk melaksanakan mandi kilat.
Waktu pun berputar terasa begitu cepat. Belum selesai aku memakai baju, ketukan di depan pintu sudah terdengar dengan diiringi suara berat dari pria di baliknya.
"Assalamu'alaikum, Kia.""Bentar!" Aduh! Kerudung mana? Aku lupa menaruh kerudung.
Mungkin karena panik, kerudung yang aku gantung di balik pintu kamar pun malah jadi tak terlihat. Sehingga waktu itu aku membuka pintu tanpa mengenakan kain penutup kepala.
"Astagfirullah. Ga ganti celana?"
Kata pembuka yang bagus. Terpaksa celana yang kemarin aku pakai lagi karena cuma ini satu-satunya celana longgar yang aku punya. Masih untung bajunya ganti. Ini pun baju yang ada logo kampusnya. Aku dapat dari acara seminar yang diadakan kampus berhadiah kaos.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halal untuk Calon Imam [END] [REVISI]
Spiritual[REVISI] Barang murah itu cepat laku, itu artinya, seorang jomblo merupakan barang mahal. Hijrah memang tidak mudah, akan selalu ada orang yang menentang bahkan tidak sedikit yang mencibir. Semua itu proses. Di mana kita akan memilih menjadi pecund...