"Ngayal aja kamu tuh." kata ku mengalihnya.
"Aku serius tau. Dia disini tadi."
"Emang Raka yang kamu liat, pake baju yang sama kaya tadi siang?"
"Ya ngga sih, tapi aku yakin itu dia, rin."
"Shh, diam deh. Lupain itu, dan sekarang, ayo kita pulang."
'Apa sebaiknya kita nanya aja ke orang sekitar sini dulu, dia pergi ke arah mana tadi?" tanya Deskara. Dia ngotot banget kalau itu bener-bener Raka. Sejujurnya aku capek sekali sekarang. Tapi ya sudahlah ikutkan saja apa katanya. Dari pada dia marah kepada ku, lalu meninggalkan ku disini sendirian, dan di datangi alu dibekap oleh makhluk-makhluk astral yang ingin aku menjadi teman mereka, selamanya. "Hiih, ami-amit deh!" katu ku bergidik. "Oke oke, sekarang kita mau nanya ke siapa nih?"
"Situ aja, yuk." jawabnya seraya menunjuk kedai kecil-kecilan.
---
"Bu, permisi. Ada ngeliat ngga, cowo pake baju biru gitu, terus pake chino? Orangnya tinggi putih." tanya Deskara kepada ibu yang tersebut. ingin saja aku menambahkan, 'orangnya ganteng, bu.' Hahah, tapi untung saja aku masih memikirkan bagaimana nasib hatiku kedepannya jika aku berkata seperti itu dihadapan Deskara. Kan malesin banget.
"Chino itu, apaan ya dek?" tanya ibu itu.
"Hmm, apa ya, celana buk, ya dia pake celana panjang."
"Ohh, celana, iya ya, baru denger yang namanya chino." Seperti nya ibu ini mulai mengalihkan dari pertanyaan utama.
"yaelah ibu, intinya ibu ada ngeliat cowo yang ciri-cirinya saya sebutin tadi, ngga?"
"Ngga tuh, sorry, gue ngga ada ngeliat cowo make chino gitu deh lewat depan gue." Pret, kenapa ibu ini berbicara layaknya anak yang kelewat gaul, agak lain emang ya.
Deskara pun menghadap kepada ku dengan tangan telnjuk yang dimerengkan didepan kening, mengisyaratkan bahwa dia juga berpikiran bahwa ibu itu kurang waras. Dengan tidak menjawab apa-apa lagi, kami langusng meninggalkan ibu itu jauh-jauh.
"Sinting emang. Ga guna banget nanya sama dia." kata Deskara menggerutu.
"Hahahah, ya lumayanlah bisa ketawa gak habis pikir gini."
"Ya itu lo aja, tambah strees tau kalo ketemu yang begituan."
"Lah, bukannya ibu tadi juga stress? Whahahah, ternyata mau disamain sama orang stress juga ya, ckck."
"Enak aja kamu, aku tarik lagi kata-kata ku itu. Jadi, gimana ni Raka nya?" katanya sambil mengalih pembicaraan.
"Ya dibilang juga apa. Nurut sama aku kenapa sih? Udah dibilang itu bukan dia dan bukan siapa-siapa malahan. Orang aja ngga ada yang ngeliat dia, kok. Kenapa kamu bisa? Ya jawabannya, berarti kamu yang ngayal ya, Deskaraaa."
"Hah, ya sudahlah. Ayo kita pulang." katanya sambil menghidupkan mesin motor.
"Okelah." balasku.
---
Sesampainya di kosan, aku menunggu Deskara mengambil kunci kamar ku yang sekarang disimpan oleh Roki.
"Nah, ni kuncinya. Ntar jam delapan langsung ketemuan di tempat biasa ya. Kita makan malam sama-sama." kata Deskara seraya menyerahkan kunci kamar kepada ku.
"Sip. Daah." jawabku sambil melambaikan tangan kepada Deskara.
Oke huuft. Dalam satu hari ini, sudah banyak sekali kejadian yang terjadi. Sungguh, badan ku pegal-pegal semuaaa. Baiklah, setidaknya aku masih mempunyai waktu istirahat setengah jam lagi menjelang jam delapan. Ngantuk sekali.
---
"Huaah..." aku pun terbangun dari tidurku. Nyenyak sekali rasanya, memang tidak ada gangguan sama sekali. "Jam berapa nih?" tanya ku kepada diri ku sendiri. "HAH?" akupun sontak terkejut melihat jam didinding kamar ku yang sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang. "Berarti tadi malem Roki sama Deskara bisa-bisa menunggu ku habis-habisan ya?" Aku pun bergegas untuk segera kamar mandi.
"Mama, aku akan datang pada muuu." kata ku seraya menyisir rambut dan mempersiapkan barang yang akan dibawa kerumah. Tidak semuanya, tapi hampir.
Ya aku yakin sekali pasti Roki dan Deskara sekarang sedang kuliah. Jadi aku memberinya sms saja bahwa aku sudah mau pulang kerumah. Tetapi ketika aku membuka hp ku, ternyata banyak terdapat missedcall dan sms dari Roki dan Deskara tadi malam. "Hahah," aku pun menggeleng-gelengkan kepala ku. "Seberapa nyenyak sih aku tidur?"
Setelah mengunci pintu kamar ku, aku pun berjalan menuju gerbang, untuk mencari tumpangan.
"Hai, pak Min, saya mau pulang kerumha dulu ya, sehari dua harian, lah."
"Eh iya Arin. Hati-hati, ya."
"Iya, pak. Saya pergi dulu." balas ku seraya memanggil sebuah taksi.
"Jalan Pemuda, pak."
---
"Ini pak, terimakasih." kata ku seraya memberi supir taksi itu beberapa uang. Yeay, akhirnya sampai juga. Aku pun menyusuri lorong rumah ku tersebut dan mendapatkan rumah ku yang kelihatan sepi.
"Ma? Buka pintunya dong. Mama?" teriak ku. Tidak ada tanda-tanda orang berada dirumah. Bagamana ini? "Gak mungkin aja gitu aku pulang ke kosan lagi?"
Akupun memutuskan untuk menunggu diluar rumah. Siapa tau mama sedang pergi. Tak lama kemudian, seseorang menghampiri ku, "Eh, Arin ya? Sudah lama tidak kelihatan."
"Iya ibu, sekarang saya ngekos. Tidak tinggal sama mama lagi. Oh iya, mama kemana ya, bu?"
"Lah, kirain saya kamu ikut mama kamu juga, rin."
"Memangnya mama kemana, bu?"
"Mama kamu sudah pindah, rin. Orang-orang sekitar sini juga tidak tau keberadaannya dimana. Saya kira kamu ikut."
"Iya ya, bu? Jadi sekarang tidak ada yang tau mama dimana?"
"Sepertinya begitu."
"Okelah bu, terimakasih."
"Iya sama-sama, sering-sering main kesini lagi ya, Arin."
"Iya bu, lihat nanti."
Jadi, aku harus kembali ke kosan lagi, nih? Kepala ku terasa mumet sekali saat ini. Baiklah, masalah bertambah satu lagi.
----------------------------------------------------------------------
vomment, please :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Girl will Get Good Love
Teen FictionCobaan yang rumit datang bertubi-tubi. Bisakah aku melewatinya?