1 - The G.O.L

44 7 0
                                    


TIK TOK TIK TOK


Detakan jarum jam bergema. Riuh rendah suara kaki yang saling menghentak tanah saling bersahutan. Air yang menetes sedikit demi sedikit dari langit mulai membuat genangan. Langit yang semula tersenyum cerah, perlahan mulai menampakan kekelamannya. Ya, hujan turun menghiasi bumi yang sedang dipayungi oleh gelapnya kapas putih.

Diantara bisingnya suasana, gadis itu tetap berjalan dengan perlahan. Tak mempedulikan rinai hujan yang membasahi tubuhnya, dan cipratan genangan air dari hentakan kaki para pejalan kaki. Hanya berbalut coat, syal dan topi serta sepatu boot-nya yang melindungi tubuhnya dari basahnya air, ia tetap berjalan dengan tenang.

Tak lama kemudian jalannya terhenti. Ia menatap seorang bocah laki-laki yang sedang kebingungan di seberang jalan sana. Tak ada yang memperhatikan bocah itu, karena semua berlarian mencari tempat berlindung dari hujan. Gadis itu perlahan namun pasti menghampiri bocah itu.

PUK

Bocah itu terhentak saat ada yang menepuk puncak kepalanya. Ia perlahan mendongak mencari tahu siapa yang menepuknya. Matanya mengerjap kebingungan menatap sosok itu diantara rinai hujan yang menerpa wajahnya.

"Si... Siapa?" tanyanya.

Tak menjawab pertanyaan bocah itu, gadis itu melepas topi yang digunakannya dan memasangkannya ke kepala sang bocah. Setelah merasa cukup puas ia melepas syalnya pula dan melilitkannya di leher bocah itu. Ia tersenyum miring dan menatap bocah itu dalam.

"Ada apa? Siapa kau sebenernya?" tanya bocah itu sekali lagi.

Mata itu berbinar kebingungan. Ia tak mengenal sosok dihadapannya, tapi mengapa sosok itu repot-repot menghampirinya dan memberikan semua ini kepadanya? Sedangkan orang lain berlarian mencari perlindungan tanpa memedulikannya.

"Aku tau kau tak sedang kesasar bukan? Lebih baik kau segera pulang, ini sudah hampir larut dan hujan akan semakin deras. Nanti kau sakit. Jaga dirimu baik-baik!" seru gadis itu.

Dengan senyum lembut yang merekah ia menepuk puncak kepala bocah itu sekali lagi lalu beranjak pergi.

"Klaus! Namaku Klaus! Thanks Miss Rain! Akan kuingat kau, Rain!" teriak bocah itu sambil melambaikan tangannya.

Teriakannya hanya dibalas lambaian tangan dari gadis yang ia panggil Miss Rain itu, tanpa membalikkan tubuhnya. Bocah itu kemudian berlari menuju rumahnya dengan mata yang berbinar. Senyum terus merekah dari bibir mungilnya dan berjanji tak akan melupakan sosok yang telah membantunya hari ini.

Disisi lain, dibalik tembok diujung jalan, tampak siluet tubuh yang sedari tadi mengamati kejadian itu. Senyum miring itu perlahan tercetak semakin dalam.

"Akhirnya aku mendapatkanmu," gumam sosok itu dengan seringai penuh kemenangannya.


***


"Selamat datang! Mau pesan apa?" ucap gadis itu seraya tersenyum sopan—yang tampak kaku.

Ya, gadis itu adalah seorang pelayan di salah satu café ternama di kota itu, The Blue Shine Café. Ia bekerja part-time di café tersebut, sejak pukul 4 sore hingga pukul 10 malam. Paginya akan ia habiskan di perpustakaan kota, tentunya setelah melakukan kegiatan rutin membersihkan 'sarangnya' itu.

"Lex! Apa yang kau lakukan?" teriak seorang gadis berambut bob sambil menempeleng kepala gadis yang ia panggil Lex.

"Apa-apaan kau ini?! Tanganmu itu perlu diajari tata krama Cassie," ucap gadis itu—Lex—sinis.

"Lagian kau daritadi diam saja aku ajak bicara. Apa yang kau pikirkan?" jawab Cassie.

"Bukan urusanmu! Lebih baik kau kembali bekerja, banyak pelanggan hari ini. Aku akan menghampiri pelanggan itu dulu. Permisi," ucap gadis itu sambil lalu.

"Sungguh menyebalkan kau Lex!" dengus Cassie.

Gadis itu tak menghiraukan dengusan Cassie, ia menghampiri seorang pria yang sedang duduk di ujung sambil menatap ke luar. Dia lagi, pikir gadis itu.

"Permisi! Selamat datang Tuan! Ada yang bisa dibantu?" ucap gadis itu dengan senyum sopannya yang kaku—teramat kaku bahkan.

Pria itu mendongak dan tersenyum miring menatap gadis itu. Gadis yang hampir tiap saat melayaninya jika ia berkunjung kesini.

"Kau tahu pasti apa yang aku inginkan Nona. Hmm... Nona Alexia?" ucapnya.

"Baik, silahkan ditunggu pesanannya Tuan!" balas Alexia dengan datar.

Ia segera berbalik dan mengambil pesanan pria itu. Tak perlu menunggu lama pesanan itu sudah jadi, segelas cappucino dengan sepotong tiramisu.

"Selamat menikmati!" ucap Alexia yang kemudian segera berlalu.

"Tunggu!" potong pria itu.

"Ada apa tuan?" balas Alexia.

"Kau! Duduk disini, temani aku. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu!" titah pria itu.

"Maaf, saya harus kembali bekerja tuan. Permisi," balas Alexia.

"Aku sudah meminta ijin dengan manager-mu. Jadi, kau lebih baik duduk disini dan jangan membantah!" balas pria itu dengan senyum miring.

Alexia kemudian berbalik dan duduk di depan pria itu. Masih dengan wajahnya yang datar menatap pria itu tanpa minat. Ia sungguh merasa terganggu dengan pria di hadapannya ini.

"Baik, sebelumnya perkenalkan namaku Alvaro Saverio Maximilan. Kau bisa panggil aku Alvaro," buka pria itu.

"Aku Alexia," ucap Alexia singkat.

"Hahaha... Kau sungguh kaku Nona," balas Alvaro.

"Maaf waktuku tak banyak, lebih baik kau to the point saja Tuan Alvaro," sinis Alexia.

"Ekhem, baik jika itu yang kau mau. Kembalilah Al! Oh maksudku Alexia Candelaria Dareen," tegas Alvaro.

Alexia cukup terkejut mendengar ucapan pria di hadapannya ini, Alvaro. Namun raut itu tetap datar hampir tak tampak sirat keterkejutannya. Tau darimana pria ini nama aslinya? Pikir Alexia.

"Maaf aku tak mengerti apa yang kau katakan, lebih baik aku pergi. Aku harus kembali bekerja," balas Alexia.

"Tunggu! Kau tau persis apa maksudku Nona. Aku tau apa yang kau lakukan sebenarnya selama ini. Kenapa kau tak kembali saja dan terjun seperti biasa?" ucap Alvaro sembari tersenyum miring.

"Itu bukan urusanmu! Jauhkan tangan dan kakimu dari wilayahku Tuan Alvaro!" ucap Alexia tajam.

"Kita lihat seberapa jauh pelarianmu itu Nona Alexia. Kau pasti akan kembali lagi!" balas Alvaro sambil berlalu.

Alexia diam menatap kepergian Alvaro. Tangannya mengepal dengan kuat, giginya bergemeletuk dan tatapannya sorot akan kebencian.

"Kau mengganggu ketenanganku Alvaro," desis Alexia.



[]

The Game of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang