5 - The G.O.L

11 4 0
                                    

Hidup itu bukan untuk menyendiri, tapi untuk mengenal.

***

Hari ini langit cukup cerah. Kota pun tampak lengang, tak sepadat biasanya. Seperti mendukung, jadwal hari ini tak ada yang merepotkan Grey sama sekali, bahkan para pengawal yang menjaganya dari jarak jauh tampak tak begitu banyak pergerakan.

Hal ini tentu dimanfaatkan olehnya untuk menyenangkan jiwa. Melupakan sementara segala kepenatan hatinya, sejak ia kembali.

Hari masih cukup pagi, ia pun memilih untuk berjalan menuju kantin, sarapan. Ini pertama kalinya ia memijakkan kaki di kantin fakultas. Sepi, batinnya.

Ia memilih sepiring nasi goreng dan segelas jus alpukat untuk menemani sarapannya. Menghindari kemungkinan ramainya kantin, ia memilih duduk agak pojok.

Belum, belum ramai. Waktu masih menunjukkan pukul 9, dan menurut perkiraannya sekitar 15 sampai 30 menit lagi tempat ini akan padat.

Dalam keheningan yang ia ciptakan, perlahan isi di piring dan gelasnya mulai berkurang. Tanpa menghiraukan sekitar, ia terus melanjutkan dengan tenang. Hingga sebuah suara mengusiknya.

"Hey!"

Pergerakan Grey terhenti seketika. Perlahan wajahnya mendongak dan menatap orang yang memanggilnya.

Wajahnya yang tak berubah—datar—seakan membalas sapaan orang tersebut.

"Kau Grey bukan?" ucapnya sambil terkekeh menatap ekspresi balasan dari Grey.

Grey tak mengeluarkan suara apapun. Matanya hanya menatap sosok di depannya, tak mengubah ekspresi apapun. Tapi satu hal tanda Grey meresponnya, ia diam, tak melanjutkan acara sarapannya. Menatap sang lawan seakan bertanya maksudnya mengusik acara paginya. Seakan mengerti, sang lawan pun mulai mengatakan tujuannya.

"Emm...... Aku Revan, Airlangga Revan Januardi," tangannya terulur, berkenalan.

Grey tak menyambutnya sama sekali. Bahkan melirik uluran tangan pun tidak. Matanya tetap terjaga, menatap lurus ke arah mata lawannya.

Revan, sosok yang mengusiknya sedari tadi pun merasa kikuk. Tak pernah sekalipun ia ditolak secara nyata seperti sekarang. Tapi memang manusia itu saja yang cukup bebal, ia tak melunturkan aura hangatnya sama sekali, dengan lengkungan di bibirnya yang tak menurun sedikitpun.

"Apa aku mengganggumu?" ucap Revan polos.

"Ada apa?" suara itu akhirnya terucap.

Ada binar takjub di mata Revan. Suaranya lembut namun tegas, aku suka. Batinnya.

"Tidak ada. Aku hanya ingin mengajak berkenalan,"

"Sudah?"

"Eh?"

"Silahkan pergi," tutup Grey.

Tanpa memedulikan respon orang di hadapannya, Grey melanjutkan sarapannya. Kantin yang tadinya tenang menyaksikan interaksi keduanya, kini terdengar suara kasak-kusuk.

Bagaimana tidak? Sosok Januardi Junior, ditolak dengan nyatanya. Seakan mendukung pernyataan tersebut, Grey yang telah menyelesaikan sarapannya segera beranjak membawa kotoran piring dan gelasnya menuju tempat yang disediakan. Hingga akhirnya tubuhnya tak tampak lagi di pintu keluar kantin.

Gadis yang unik.




[]

The Game of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang