Aku terus berlari. Tak peduli dengan apapun, saat ini aku hanya harus terus berlari. Aku harus pergi. Mereka tak boleh sampai menangkapku. Aku harus menghilang.
Hosh... hosh... hosh...
Nafasku mulai tersengal-sengal. Kaki ini pun mulai mengeluarkan darah. Aku tak peduli, aku harus mempercepat gerak kakiku.
Tiap ranting menerpa tubuhku. Melukiskan tiap luka di tubuh ini. Aku harus fokus. Jangan berfikir apapun, cukup berlari. Aku harus selamat!
Tes tes tes
Hujan mulai meluruh ke bumi. Aku sendiri di dalam hutan belantara ini. Setetes demi tetes air mata turut mengalir di wajahku. Menyatu dengan air hujan yang mendingin.
Tolong aku.
TIIINNN TIIINNN
Cahaya silau menerpa wajahku. Aku tak tau apapun lagi.
Aku tertidur.
***
Tepat 3 bulan misi ini dilaksanakan. Banyak yang berubah dari hidup Alexia. Dengan identitas barunya, ia harus berkamuflase sedemikian rupa. Seperti namanya, Grey, abu-abu. Tujuan terakhir dan satu-satunya hal yang harus ia selesaikan sekarang. Ia tak bisa melarikan diri lagi. Semua harus selesai.
Pagi ini, dalam sebuah kubikel kaca gelap, udara dingin dari AC serta keheningan yang terasa mencekam, telah menyambut Grey. Tak ada pergerakan apapun selain kinerja dada naik-turun, untuk bernapas. Semua diam dan menunggu penjelasan dengan seksama.
"Jadi? Bisa kita lanjutkan?" tanya Grey dingin.
"Al," potong Dimi.
"Grey, namaku Grey, jika kau lupa," balas Grey.
"Jadi, ini mungkin akan sulit untukmu Alexia. Ahh, maksudku Grey. Tim ku telah memantau jalur dan target serta menyusun beberapa rencana. Namun, aku rasa ini akan sedikit menyulitkanmu," ucap Rama.
"Gunakan saja. Tapi aku tetap akan memulai semuanya sesuai dengan rencanaku. Jadi kuharap kalian tak mengganggu,"
"Tapi, itu berbahaya," kata Dimi.
"Yang tau aku, jadi lebih baik kalian diam dan ikuti. Aku tau sampai mana harus bergerak sendiri dan saat harus bersama," tegas Grey.
"Sombong sekali kau, Miss. Jangan menyulitkan posisi orang lain!" ucap Alvaro tiba-tiba.
"Bocah ingusan seperti kau tau apa?! Lebih baik kau diam," ujar Grey mengejek.
"Sialan. Maksudmu apa?" Alvaro mulai tersulut emosinya.
Semuanya hanya diam menyaksikan omong kosong yang terjadi dihadapan mereka. Ini bukan inti dari pertemuan, semua telah selesai dibahas untuk pelaksanaan. Tapi ada satu yang belum disampaikan, dan keributan yang tercipta sungguh membuang-buang waktu.
"Cukup! Alvaro, duduk dan diam lah! Dan Grey, aku terima permintaanmu, lagipula semua telah sesuai dengan surat perjanjian dan dinasmu. Aku membahasnya lagi bukan untuk ini, aku hanya ingin meyakinkanmu," potong Rama di sela-sela keributan.
"Lalu?"
"Dia kembali,"
Bagaikan gemuruh yang menggelegar dengan hebatnya, mengejutkan diri dan meningkatkan kinerja jantung, Grey merasakannya. Dadanya terasa sesak, nafasnya tercekat. Semuanya berputar menjadi satu dalam pikirannya. Rasa takut menjalar samar, jauh disana.
Ini bukan saatnya.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
The Game of Life
RomanceGelap tak berarti hitam Terang tak berarti putih Sepi tak berarti sunyi Tunggal tak berarti sendiri Ego bagai tahanan yang sulit untuk dikerangkeng. Terus meronta dan melonjak dalam perputaran waktu. Mengancam hidup dalam sebuah permainan takdir.