Jam istirahat tiba. Semua kepenatan belajar seakan sirna seketika. Aroma kebebasan yang tercium dari luar kelas segera menyergap hidung para pelajar yang terasa pengap.
Dengan suasana sejuk karena langit sedang mendung, kau berjalan semangat menuju sebuah ruangan yang tidak banyak diminati para siswa. Yaitu sebuah perpustakaan yang hening dan sepi, juga dengan bau buku-buku khas yang langsung dikenal oleh hidung.
Kau berjalan riang. Suasana hatimu sedang senang dan mood-mu sedang bagus. Kau sangat tak sabar untuk segera ke perpustakan dan mengambil salah satu buku yang menjadi favoritmu kemudian duduk menghadap jendela. Mengamati si dia dalam diam dan bersembunyi dibalik buku tebal yang kau pilih kala sang pemilik mata menatapmu.
Kau sudah siap di posisi nyamanmu. Memandang lurus mengahadap jendela yang berseberangan langsung dengan ruang musik. Dari sini, jelas sekali terlihat sebuah piano berdiri kokoh yang siap untuk dimainkan. Kau pun membaca beberapa halaman bukumu selagi menunggu dia datang dan memainkan piano itu.
"Mainkan dengan benar, Jong Dae. Kami pergi dulu, dah...."
Oh, dia sudah datang bersama teman-temannya. Tak lama lagi, dia pasti akan memainkan piano itu sendirian tanpa ada yang menemaninya. Menghayati setiap bunyi yang tercipta ketika tuts-tuts itu ditekan.
Ya, kau menunggu suara itu terdengar dengan tak sabar namun tetap menjaga agar tak ketahuan Jong Dae.
Hingga beberapa menit kemudian, suara yang kau nanti-nanti terdengar mengalun lembut. Jari-jari itu pandai sekali menekan dan memainkan sang piano tua dengan indah. Hari-harimu terasa sangat cerah bak langit tanpa awan mendung.
Kau masih mengamatinya di posisimu tanpa berniat untuk pindah. Buku yang tadinya kau baca, kini terpaksa kau anggurkan nasibnya. Kau masih terpaku pada pemandangan indah di seberang jendela sana.
Tak hanya terkesima akan permainan pianonya, kau juga mengagumi sang ahli piano itu karena wajahnya yang menawan dan terlihat lucu. Hingga beberapa pikiran liar terlintas di otakmu.
Pikiranmu mengembara. Entah berkelana kemana, namun saat itu kau merasa terpesona dengan kharisma yang dimiliki anak laki-laki yang sedang memainkan piano di seberang sana.
Tak ada yang namanya kata bosan dalam kamusmu apabila sedang memerhatikan dia di depan sana. Rasa hangat ini membuatmu nyaman hingga sempat berpikir ingin menghentikan waktu dan menikmati serta meresapi momen ini lebih lama.
Hanya saja... Semua itu cuma angan belaka.
Dia berhenti memainkan pianonya. Membuatmu mengerutkan kening keheranan serta menghembuskan napas kecewa. Ada rasa yang mengganjal, rasa ingin mendengar lebih permainan sang pianis jagoan itu. Namun apa daya? Kau tidak bisa menuntutnya untuk bermain lebih lama.
Dia berjalan menjauh menuju pintu, meski pada dasarnya jarak kalian memang sudah jauh karena berbeda gedung. Namun melihat semua ini rasanya kau menyayangkan segalanya. Ingin rasanya kau meraih dia dan mendekap punggungnya agar tak cepat pergi dari pandanganmu. Tapi nyatanya kau sama sekali tak bisa dan tak sanggup. Hingga akhirnya, mau tidak mau, dia berlalu dan menghilang dibalik pintu ruang musik yang saat itu langsung menutup.
Ada rasa kesal serta kecewa yang hinggap dalam benakmu. Namun kau hanya pasrah dan berusaha menerima semua kondisi ini.
Lagi pula, apabila dipikirkan secara logis dan lebih realistis, kau tak memiliki hubungan apapun dengan dia. Jadi kau tak bisa menyalahkan siapapun apalagi menyalahkan keadaan.
"Boleh aku duduk di sini?"
Kau sedikit tersentak. Tiba-tiba saja suara itu terdengar. Entah perasaan macam apa yang tiba-tiba kau rasakan, namun kau mempunyai firasat yang mengatakan bahwa kau harus bersikap lebih tenang.
Kau memutar kepalamu perlahan untuk melihat siapa yang baru saja bertanya padamu.
"Halo?"
Kau meneguk ludah dengan berat dan kasar, seolah ada sesuatu yang mengganjal dalam kerongkonganmu.
Dia tersenyum.
Dia, sang pianis jagoanmu. Tepat di depan matamu. Tersenyum seolah ia mengetahui segalanya. Seolah ia tahu bahwa kau selalu memerhatikannya selama ini dari posisimu sekarang. Seolah kau baru saja kepergok dengan telanjang. Pipimu memanas, ada rasa malu bercampur bahagia yang teraduk-aduk dalam hatimu.
"Aku Kim Jong Dae, salam kenal."
Ia mengulurkan tangannya seraya duduk di bangku kosong di sampingmu. Senyumnya belum juga pudar dari wajah menawan itu hingga membuatmu mati kutu.
Kau tersenyum kikuk dan berusaha mengontrol dirimu agar tidak terlihat memalukan, kemudian menjabat uluran tangannya sambil menyebutkan namamu.
"Aku senang kau selalu memerhatikanku latihan piano dari sini. Terima kasih."
Yup! Benar apa yang baru saja benakmu sampaikan. Dia sungguh tahu apa yang selama ini kau lakukan diam-diam. Sungguh memalukan.
"Maaf jika membuatmu tidak nyaman," katamu sambil menundukkan kepala.
"Hey, bukan begitu maksudku. Aku barusan bilang terima kasih padamu. Itu artinya aku sangat senang. Kau sama sekali tidak menggangguku. Tenang saja," balasnya dengan senyum ramah yang menghangatkan. "Btw, aku punya sesuatu untukmu," lanjutnya seraya merogoh saku celananya.
Kau diam dan menunggu dengan jantung berdebar-debar. Mencoba menebak berbagai kemungkinan yang akan dia lakukan. Namun nyatanya otakmu seakan buntu dan tak berfungsi normal. Kau sama sekali tidak bisa menebak apa yang hendak diberikannya.
"Jangan lupa datang, ya. Kau tamu spesialku."
Sebuah tiket disodorkan langsung di hadapanmu. Kertas persegi panjang dengan warna hitam yang mendominasi, lengkap dengan berbagai ornamen musik serta sedikit tulisan di sana, menggambarkan jelas bahwa itu adalah tiket sebuah pertunjukan sekaligus lomba pianis antar sekolah yang cukup bergengsi.
Kau rasa, tak sembarang orang bisa mendapatkan kesempatan sebagus ini. Terlebih lagi, mungkin kau bisa lebih mengenal dia melalui momen ini. Hingga tanpa ragu, kau menerima tiket itu dengan senyum lebar dan penuh kegembiraan.
Rupanya, senyummu membuat Jong Dae ikut merasa bahagia. Terlihat sangat tulus dan penuh keyakinan.
"Aku harap kau benar-benar datang. My secret admirer."
Saat itu pun, Jong Dae segera pergi dan sukses meninggalkan rona merah di pipiku.
[]
-fin
Hai :)
Apa kabar?
Akhirnyaaaaa sembilan member telah memiliki ceritanya masing-masing wkwk.
Gimana nih kesan kalian?
Ohiya, rencananya aku mau bikin lanjutan buat ex-member juga. Tapi kalian pada setuju gak? Saran dong hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Imagine // EXO
Fanfic[Fanfiction] Berisi kumpulan imaginasi antara fans dengan idolanya yang memakai cast utama kamu dan salah satu member EXO. Imagine hanya berisi drabble dan ficlet. Itu berarti tidak ada cerita ber-chapter dan setiap bagian memiliki judul masing-mas...