1. Gara Bérama

9K 762 69
                                    

"Gara kalau mau terjun ke bisnis ya belajar dulu, kamu kan dari Sastra, Nak. Ke London mau?" Tanya Papi Rafi, adik dari Papa.

"Berapa tahun?" Tanyaku.

"Dua tahun, tapi kalo mau dapet gelar ya tiga tahun."

Aku diam, sedikit melirik ke Papa dan Mama. Mereka berdua tersenyum, aku tahu, meskipun terlahir di keluarga pengusaha, Papa sama Mama gak pernah memaksa aku untuk meneruskan bisnis keluarga. Semuanya terserah padaku.

"Bagusnya gimana Pi?" Tanyaku.

"Ya 3 tahun, biar makin mantep. Kaya Papi dulu."

"Papi Rafi kalo udah bilang gitu artinya bener, Gara. Semuanya balik ke kamu. Mau yang mana? Kalau mau terusin jadi editor buku juga gak masalah." Ujar Papa.

Ya, ini tahun terakhirku di Sambadha University (SU), selama ini aku sudah magang menjadi editor di salah satu penerbit buku. Dan, pekerjaan itu cukup menyenangkan. Untukku.

Kemudian, suatu hari Papi Rafi memintaku menemaninya rapat karena asistennya, Bunda Hana sakit dan tidak bisa menemani Papi Rafi.

Hari itu, aku menemukan hal lain yang kusukai. Melihat Papi Rafi bekerja, serius tapi santai, membuatku ingin terjun ke dunia bisnis.

"It's on your blood, Gara. Tapi sama kaya yang Papa kamu bilang, terserah kamu. Kalo kamu mau ikutan kita bisnis, ya Papi yang paling seneng, ada temen soalnya. Kamu kan tau Papa kamu sama Mami Bian kerjaannya duduk-duduk nyantai doang. Yang kerja semuanya Papi."

"Yaudah, iya deh Pi. Ke London aja, 3 tahun." Kataku.

"Goodboy!" Seru Papi.

"Bener, Gara?" Mama yang dari tadi diam akhirnya buka suara.

Aku mengangguk, mantap.

"Gara selesaiin kuliah di sini dulu, biar Papi Rafi yang urus semuanya. Oke?" Kata Papa.

"Kok gue sih Kak?" Ujar Papi.

"Terus gue?"

"Hehe yaudah iya, gue. Eh iya Gara nih mau S1 aja? Kenapa gak S2 aja ya? Kan lebih cepet jadinya. Gak apa kali S1 Sastra, S2 Bisnis."

"Lo gimana sih? Gue mana ngerti!" Papa mulai emosi kalau Papi Rafi plin-plan gini.

"Gue tanya Belinda deh, dia yang paham soal ginian. Tenang, Gara nanti tinggal belajar aja."

"Tadi Papi bilang ada yang 2 tahun, itu apa Pi?" Tanyaku.

"Kursus! Cuma dapet sertifikat doang, mending yang dapet ijazah yee?"

"Raf, lo kalo gak bener ngurus anak gue, gue cincang ya lo!"

"Iya, Kak. Santai ih! Lo kaya gak tau gue aja."

"Yaudah, urusan Gara selesai ya?" Tanya Papa.

"Iya selesai. Gara Wisuda di SU, tahun ajaran baru langsung lanjut di London." Papi Rafi bangkit dari kursinya, membawa piring kotor ke dapur, lalu tak lama kembali dengan sekaleng cola.

"Gue belom beres ngomong, lo main pergi-pergi aja!" Seru Papa.

"Gue aus, mau minum!"

"Dûrgrimst jadi di Belanda?" Tanya Papa.

"Jadi, Ben udah ke sana buat ngurus." Jawab Papi, aku udah mulai gak ngerti bahasan para orang tua ini.

Kusudahi makan malamku, lalu meninggalkan meja, berjalan ke kamarku untuk menyendiri.

Sebenarnya, ada hal yang kusembunyikan dari keluargaku. Dan aku masih terus bedebat dengan hati nuraniku. Aku tahu ada yang salah denganku, makanya aku ingin pergi, aku ingin sendiri untuk memperbaiki diriku.

CONSCIENCE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang