Because everyone has their own feeling, that someone will never know exactly about it.
Syauqi's PoV
_________________________
1 September 2017Dia, yang menarikku ke mana saja ke manapun dia mau. Sekalipun aku yang mengajaknya, selalu dirinya lah yang paling antusias untuk pergi, selalu dialah yang mencekram tanganku kuat-kuat lalu menarikku pergi ke tempat yang aku mau. Bahkan, hingga menit terakhir, dia masih saja terus menarikku. Saat beberapa jam kemudian dirinya secara sah akan menjadi milik orang. Dia memaksaku untuk mengenakan pakaian yang senada baik model dan warna nya dengannya. Sejenak setelah pakaian itu tersematkan di tubuh ini, aku duduk terdiam di depan cermin raksasanya. Memainkan ponselku sambil berulang kali melihat bayanganku yang terlihat jelas di depanku. Berulang kali aku melempar senyum pada bayanganku sambil bergumam, "Abis ini, dia udah punya orang coy. Nggak akan ada yang narik-narik kamu seenak jidatnya lagi kalo dia pengen pergi. Bahkan sampe masuk ke kamarmu segala. Haha, time flies so fast, yeah."
Sebuah teriakan yang kudengar jelas memanggil namaku memecah lamunanku. Mr. X, temanku yang juga temannya, memanggilku supaya segera bergabung dengan mereka. Alasannya sih, karena si X mengenakan pakaian yang senada pula denganku dan dirinya, dia pun ingin foto bersama dalam keadaan yang ketiganya saat itu belum sold out.
Kuhampiri mereka berdua. Kulihat wajahnya, masam, murung, sekaligus gugup. Tapi, si X tak menyadari hal itu. Ku coba mencairkan suasana, sedikit bercanda dengan mereka, berharap ada senyuman yang terbit dibibirnya. Namun si X memintaku untuk segera bergabung dan berfoto. Dia, akhirnya kembali menarikku supaya segera bergabung. Oke, aku menyerah menghiburnya saat ini, dan lebih mengikuti maunya untuk foto bersama.
Si X tak bisa lama-lama di sini, dan dia bilang tak bisa hadir di acara yang begitu sakral itu karena ada urusan yang tak kalah pentingnya. Si X meninggalkan kami berdua. Dia masih tetap cemberut bahkan saat si X telah meninggalkan kami.
"Behh, kok rajin amat udah dipake aja bajunya, tinggal di make up in juga pula. Emang jadi hari ini ya?" Aku mencoba menghiburnya, berpura-pura lupa kalau ini hari pentingnya.
"Lah, masih manyun aja nih anak. Kenapa manyun? Diapain sama si calon? Apa ini manyun gara-gara gak bakal bisa narik-narik gue lagi?" Kalimat terakhir itu bukanlah candaan, itu adalah salah satu ungkapan hati yang tiba-tiba menyelinap dalam candaanku.
Dia masih diam tak menjawab. Masih terbenam pula senyumnya. Dia membelakangiku, dan memaksaku untuk bertanya lebih dalam lagi, "emang di mana, sih? Kok cuman aku aja yang gak dapet undangannya? Jam berapa juga mulainya? Kok udah rapi banget kamunya, tinggal di make up in doang. Nggak takut baju nya lecek nih?"
Dia mulai buka suara, "Lo itu dodol apa gimana sih? Ngakunya sahabat gue, ke mana-mana aja hampir selalu gue ajak, kan. Hal sepele gini aja sampe gak tau. Lo gak peka banget sih." Ungkapnya kesal.
Jawaban yang sama sekali tak aku sangka. Dia sungguh berbeda, beda dengan dirinya yang biasa. Dia tak pernah semarah ini. Jujur, aku tak tau apa-apa mengenai kapan dan di mana tepatnya, hari bahagianya akan dilangsungkan. Yang aku tau, aku terlambat untuk mengungkapkan semuanya, aku terlambat sekali menyadarinya kalau aku teramat mencintainya.
"Serius atuh, aku nggak tahu di mana sama kapan pas nya. Aku tau nya hari ini, kan? Itu doang. Beneran deh, kamu akhir-akhir ini nggak pernah ngajak ke tempat yang keliatan spesial. Emang di mana, sih?" Badai semakin menjadi dalam diri ini, karena tak tau menahu sama sekali tentang hari pentingnya ini.
Dia mulai menitikkan air mata."Entar abis dhuhur, goblok." Tangisannya semakin menjadi. Dan aku memilih untuk pura-pura tak mendengarnya, karena bukan lagi tugasku untuk menenangkannya yang akan menjadi milik orang.
"Serius?? Sumpah bentar lagi itu. Kok nggak bilang kemarin-kemarin? Sumpah deh, abis ini aku ada janji dan baru bisa balik abis dhuhur. Di mana, sih? Kali aja keburu, ntar pasti langsung ke sana deh." Jawabannya yang sungguh singkat itu membuatku shock.
"Di sini." Satu kata yang membuat tangisannya makin tak terkendali, juga membuatku kaget untuk yang kesekian kalinya.
"Sumpah di sini?" Aku langsung berlari menuju teras rumahnya. Memastikan apakah benar, apakah telah terpasang sebuah panggung megah di sana untuk merayakan hari istimewanya ini.
Zonk. Aku tak mendapati sesuatu yang istimewa di sana. Aku kembali ke tempatnya dengan perasaan campur aduk, berulang kali menggerutu, "nih anak jawabnya serius nggak sih? Sumpah deh ya, bingung aku sama dia yang akhir-akhir ini diemin aku mulu. kan, jadi serba salah gini jadinya."
Aku telah sampai di tempat ia berada sebelumnya. Namun, yang kudapatkan adalah ruang hampa. Ku cari dirinya di seluruh sudut rumahnya. Tapi, tak dapat ku temukan sedikitpun tanda-tanda keberadaannya. Ku hubungi ponselnya berulang kali, tapi berulang kali pula suara mbak-mbak call center berkata, "nomor yang anda tuju sedang tidak aktif..." Kuhubungi orang tuanya, adiknya, hasilnya pun senada.
Oh, Tuhan, apa maksud semua ini? Mengapa Engkau baru menyadarkan diri ini kalau hati ini sungguh mencintainya? Kenapa Engkau bangunkan aku di saat dia akan jadi milik orang lain? Ada apa pula dengannya? Kenapa dia tak memberitahuku sesuatu secuil pun mengenai hari penting nya ini sedari dulu? Dan mengapa menjelang hari bersejarahnya ini, tiba-tiba dia menghilang begitu saja? Tuhan, apa maksud semua itu? Apakah itu hukumanMu atas dosa-dosaku selama ini? Mengapa harus Engkau renggut semuanya sekaligus di hari bersejarah ini, hari di mana dia akan bersanding dengan yang lain, juga hari di mana aku melihatnya untuk yang terakhir kali. Kini, ganti diriku yang menangis sejadi-jadinya. Gila, aku hampir saja gila karena peristiwa ini terjadi begitu instan, tanpa ada tanda-tanda badai akan datang sedikitpun.
Sesal, amarah, kecewa, semua tercampur dengan homogen dalam air mataku. Air mata yang semakin deras saja alirannya. Air mata yang tak sanggup lagi dibendung oleh segala macam tembok sekuat apapun ini. Ku bentur-benturkan kepalaku berulang kali ke tembok, "payah, bodoh, goblok," lirihku penuh kekesalan.
Hingga..
Tiba-tibaDiri ini
Terbangun begitu saja dari dunia di bawah sana. Oh, Tuhan, kenapa ini harus terjadi. Untung saja, ini hanya mimpi. Namun, apa maksudmu memberikan mimpi itu padaku? Apa yang akan terjadi selanjutnya antara kita berdua? Tuhan, sampai saat ini pun, aku benar-benar sedih karena terjadinya hal itu. Aku masih saja beristighfar, menyebut namaMu terus menerus, supaya mimpi tersebut tak pernah menjadi nyata, dan aku pun berharap, semoga kita selalu baik-baik saja. Tuhan, tolong, jaga kami berdua untuk tetap normal tanpa ada permasalahan yang terselip sekecil apapun itu. Tuhan, tolong, dengarkanlah permintaan hambaMu kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
You (Ku tak pernah paham siapakah dirimu)
Novela Juvenil************ Dear, you.. Makasih banyak loh, malam ini udah berhasil mecahin dan ngebanting hati ini sampai hancur kaya piring yang dibanting emak-emak lagi PMS. Makasih juga loh, udah berhasil gantian bikin aku baper, biasanya mah elu mulu y...