Chapter 1 : Haruskah?

47 4 0
                                    


Agustus 2016

Matahari semakin memancarkan sinarnya. Benar-benar tak senada dengan apa yang banyak orang katakan mengenai kota ini. Kota Dingin, begitu banyak orang menjulukinya. Tapi, berbeda sekali dengan realita yang aku rasakan saat ini. Suhu siang ini cukup panas, sepanas suhu tubuhku saat terserang penyakit typus suatu hari. Sedikit ada rasa menyesal dalam benak ini, mengapa harus memilih kota ini sebagai pelabuhan berikutnya untuk menimba ilmu lebih banyak lagi.

Tapi, ya memang inilah tugasku sekaligus kewajibanku. Haus akan ilmu yang belum pernah aku ketahui sebelumnya. Meskipun, apa yang aku jalani saat ini bukanlah sesuatu yang memang aku inginkan. Kenapa begitu? Aku hanya ingin patuh terhadap apa yang orang tuaku mau. Karena satu hal, diri ini sudah semakin dewasa. Sedari dulu, aku selalu ingin menang dalam pemilihan sekolah dibandingkan orang tuaku. Dan faktanya, hingga aku melangkah ke bangku SMP, aku selalu memenangkan perdebatan yang sesungguh tak pantas pula disebut sebagai perdebatan.

Aku masih terus berlari mencari ruangan di mana seharusnya aku berada. Ya, meskipun ini hari pertamaku di sini, setidaknya aku harus sudah menemukan di mana ruang kelasku sebelum wali kelasku datang terlebih dahulu.

Ini akan menjadi awal dari berbagai macam hal yang akan aku alami selanjutnya. Aku Syauqi. Ini adalah lembaran baru dalam hidupku, di mana pertama kali aku menginjakkan kaki ke dunia luar yang lebih liar, begitu yang banyak orang bilang. Dunia SMA. Benar-benar bebas dibandingkan masa-masa sekolahmu sebelumnya.

Akhirnya, setelah berlari ke sana ke mari aku menemukan ruang kelasku. Gedung A nomor 108, di sinilah letak kelas A3 berada. Sejatinya, ini bukanlah kelas dari jurusanku. Namun, ini menjadi salah satu kelas yang diwajibkan oleh pihak sekolah yang notabene merupakan SMA Islam kepada seluruh siswa barunya. Kelas Bahasa Arab. Program wajib yang telah dituliskan oleh SMA Islam Global di Kota Malang ini.

Sungguh, sekolah ini amat luar biasa karena memiliki program yang demikian. Mengapa harus bahasa Arab? Menurut kabar burung yang sempat aku dengar, karena bahasa Inggris sudah terlalu mainstream. Di manapun kamu bersekolah pasti akan menemukan mata pelajaran bahasa Inggris, dan jarang sekali kamu menemukan mata pelajaran bahasa Arab, kecuali di Madrasah ataupun di pondok pesantren. Beruntung, aku pernah mendapatkan pelajaran demikian sebelumnya.

Yang aku herankan, kenapa aku bisa masuk pada kelas A3, kelas yang tingkatannya cukup tinggi. Menurut info yang kakak kelas berikan, penempatan kelas bahasa Arab ini sudah disesuaikan dengan kemampuan masing-masing siswanya. Kelas C untuk mereka yang mubtadi' (awal), kelas B untuk mutawassith (tengah), dan kelas A, bisa dibilang untuk mereka yang sudah sangat superior dalam berbahasa Arab, atau disebut kelas mutaqoddim (tinggi). Aku benar-benar tak percaya mengetahui informasi tersebut. Bisa-bisanya aku berada di kelas yang notabene berisi kumpulan manusia yang sangat superior. Ah, mungkin panitia placement testnya ngelindur dan salah menuliskan namaku di tempat yang tak seharusnya.

Ini adalah hari pertama seluruh kegiatan akademik sekolah resmi dimulai, termasuk kelas bahasa Arab. Berhubung hari pertama, seperti biasa, hanya perkenalan saja kegiatan yang dilakukan dalam kelas. Selanjutnya dilanjutkan dengan upacara pembukaan di lapangan utama sekolah. Setelah upacara, tentu saja seperti yang banyak diharapkan oleh para siswa, pulang. Hahaha. Namanya siswa di manapun sekolahnya, selalu mengharapkan jam kosong atau pulang awal. Entah apalah motif yang membuat mereka sangat menantikan 2 hal tersebut.

Benar saja info yang aku dapatkan dari kakak kelas sebelumnya, perihal pembagian kelas bahasa Arab di sekolah ini. Sungguh, begitu satu persatu manusia di dalam ruangan ini diminta wali kelas untuk memperkenalkan diri, nampak sekali bahwa mereka sangat superior berbahasa Arab. Terutama dalam berbicara, hampir menyamai kecepatan salah satu superhero dalam seri Marvel Avenger, yaitu Flash. Arrgh, gila. Kenapa aku bisa berada di tempat ini? Haruskah aku berada di sini? Apa yang aku punya benar-benar tak sebanding dengan yang mereka miliki. Seketika, ini membuat nyali dan mentalku ciut, sekaligus minder. Tapi, aku tak pernah sedikitpun berpikir untuk meminta perpindahan kelas kepada pihak pengelola kelas bahasa Arab. Maklumlah, karena ini masih benar-benar awal, dan aku masih belum tahu apa-apa pula saat itu.

You (Ku tak pernah paham siapakah dirimu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang