empat - Athina - 2027

23 0 0
                                    

Athina. 2027.

Ada satu hal di masa muda yang tidak bisa kulakukan lagi di masa ini. Bahwa manusia sebagai makhluk sosial harus melakukan pekerjaannya dengan baik. Karena sebuah sistem tidak akan berjalan ketika fungsi tidak dijalankan. Sebuah analogi yang sangat sosiologi sekali, tapi benar adanya.

Memasang senyum professional seperti yang biasa aku tunjukkan pada orang – orang yang bekerja di sekitarku, a moctail to loose the tense, lalu berusaha menerima apapun yang akan mereka katakan.

"Mbak Athina masih sendiri ya?"

Jika aku berada di Athina sepuluh tahun yang lalu, aku akan senang menjawab dengan polosnya bahwa aku ingin jatuh cinta. Bahwa "masih sendiri" adalah sebuah normal yang jika aku ungkapkan mungkin bisa membuat peluangku mencari seseorang lebih mudah. Tapi yang sedang ditanyakan disini adalah Athina yang sekarang.

"Iya mbak, menikmati kebebasan," Jawabku pada salah satu artis kenamaan Indonesia itu. Makan malam bisnis adalah satu hal yang sering aku lakukan untuk membangun sebuah relasi baik dengan mereka yang memiliki posisi. Mereka yang dibutuhkan.

Hari – hariku berjalan seperti biasanya. Pulang ke apartemenku yang mungil, menghidupkan lampu, duduk di depan sebuah gambar yang sudah berada disana bertahun – tahun lamanya.

Fakta lucunya adalah aku benci di foto. Saat aku masih kecil, adikku, Athaya adalah seorang fotogenik yang membuat semua orang ingin mengabadikannya. Setiap momen yang dia alami. Dinding rumah keluarga kami perlahan dipenuhi oleh semua gambar dirinya sejak kecil hingga dewasa, semua pencapaian, perjalanan, dan senyum lebar yang ia tampilkan menjadi mimpi buruk untuk seorang Athina.

Aku tidak pernah memiliki masalah dengan Athaya. Tapi semua foto – foto itu tumbuh menjadi sebuah mimpi buruk yang membuat aku tidak bisa mengambil foto sekalipun. Entah kapan aku bisa mengingat orangtuaku mengambil foto tentangku. Mungkin karena aku tidak pernah terlihat cantik di kamera. Mereka tidak pernah memotretku.

Hal kecil tapi meninggalkan bekas di dalam hati seorang anak perempuan.

Foto yang ada di depanku ini adalah yang terbaik dari yang pernah kumiliki. Sebuah foto yang membuat aku mengerti apa rasanya terlihat bahagia di dalam sebuah momen. Bahagia yang secara alami membuatnya terlihat cantik. Potret fotogenik diriku yang menempati posisi kedua aku sukai di dunia ini.

Karena pada dasarnya, semua foto meninggalkan emosi tanpa perlu berkata – kata. Menceritakan bagaimana seseorang bisa berada disana, senyum seperti apa yang tergurat, tatapan seperti apa yang muncul dan emosi apa yang dimiliki sang pemotret.

Sayangnya mengingatkanku kepada emosi yang ada di hari itu sangat tidak diperlukan. Karena jika aku bisa, aku akan memberikan apapun yang aku punya untuk mengambil kembali masa itu. Untuk merasakan kembali emosi yang aku miliki hari itu.

Dan aku tidak akan pernah menyukai sebuah gambar. Karena setiap kali aku melihat gambar ini, yang tersisa hanyalah kesedihan karena tidak bisa kembali ke hari itu. Merasakan emosi yang dirasakan manusia di dalam gambar ini. Disini, aku hanya seorang penonton yang kesepian.

_________

Author Note :

Akan diusahakan di post setiap hari untuk sementara waktu kalau memang sempat menulis. Mohon dimaklumi karena MID ya. Beri komentar untuk membangun ya. Thanks.

Three Days for Today (discontinue)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang