"Kalian lucu deh semalem." Keysha meletakkan sepiring nasi goreng di depan Emily sembari mengedipkan matanya sebelah. "Shoo cute, tidur sampe pelukan gitu."
"Eh?" Mata Emily membulat bersamaan dengan pipinya yang terasa panas. Gadis itu mengalihkan pandangannya pada nasi goreng karena merasa salah tingkah.
"Mommy ngintip?" Jesse memutar bola matanya kesal. "Kepo, ih."
Keysha mencubit hidung Jesse pelan sambil berdecak. "Jadi anak sopan sedikit. Lagian, Mommy gak ngintip, tapi salah kalian sendiri kamar gak dikunci."
"Ya, entar kalo aku kunci, Mommy malah mikir macem-macem." Jesse menggelengkan kepalanya sembari memandang Mamanya dengan pandangan penuh selidik. "Tuh, kan! Mommy aja senyum-senyum gitu sekarang."
"Eh, siapa bilang Mommy senyum?" Keysha menggeleng sembari memasang wajah datarnya lagi seperti semula. Sedangkan Emily terdiam di tempatnya dengan wajah merah padam. Membayangkan dirinya berpelukan semalaman dengan Jesse, membuat Emily malu setengah mati.
"Udah ah, kasihan tu wajah Emily udah kek tomat," kekeh Keysha. "Btw, Jess, lusa kita mau ngadain pertemuan dengan Louis dan istri keduanya--Evelyn, kamu ikut, gak?"
Jus jeruk yang baru saja Emily minum nyaris di semburkannya kembali. Gadis itu cepat-cepat meng-lap mulutnya dan berusaha berakting senatural mungkin supaya Keysha dan Jesse tidak curiga. Padahal, ia sangat terkejut dengan perkataan Keysha.
Ternyata Evelyn istri kedua?
"Ikutlah jelas, aku mau ganggu kakak," ucap Jesse sembari menyuap nasi gorengnya ke dalam mulut. "Lucu aja kalo lihat wajahnya berkerut karena kesal."
Keysha menggeleng-geleng melihat kelakuan Jesse yang selalu senang menggangu kakak tirinya. Louis memang tidak menyukai Keysha dari dulu, bahkan sejak lelaki itu masih remaja. Dan sampai sekarang, lelaki itu tak pernah menganggap Keysha ada. Dan sebenarnya ... Keysha sedikit sakit hati karena perlakuannya.
"Yaudah, selesain makannya. Mommy mau telepon Daddy bentar," ucap Keysha sembari menatap Jesse dan Emily bergantian. Wanita paruh baya itu berdiri dari tempatnya dan meninggalkan kedua anak remaja itu di ruang makan.
***
"Gitar siapa, neh?" Emily menemukan sebuah gitar cokelat yang tampak usang di pinggir kamar Jesse. Gadis itu membelai gitar itu pelan, seakan rindu dengan alat musik itu.
"Punya kakak tiri gue, Louis. Tapi gak pernah dimainin lagi sejak dia pergi." Jesse mengendikkan bahunya. "Gue gak bisa main gitar soalnya."
Emily duduk di bibir ranjang Jesse dengan gitar itu di pelukannya. Gadis itu sempat membersihkan debu-debu yang menempel sebelum mulai memetik senar itu perlahan.
"Lo bisa main gitar?" tanya Jesse heran.
Emily tersenyum singkat tanpa menggubris pertanyaan Jesse. Gadis itu mencoba untuk memetik gitar itu beberapa kali untuk menemukan nada yang sempurna, sebelum seulas senyum kembali melengkung di bibirnya.
"Gue mau nyanyi, boleh?"
Jesse mengangguk sembari duduk di samping Emily. Lelaki itu memandangi wajah Emily yang selama ini selalu misterius dan tertutup.
Well, Jesse sudah tahu tentang adik Emily yang meninggal. Hanya saja, ia tak berani bertanya padanya semalam. Jesse takut, Emily akan semakin terpuruk jika ia salah bertanya.
"Lagu apa?"
Emily lagi-lagi tidak menggubris pertanyaan Jesse. Gadis itu memejamkan matanya, sedangkan tangannya bergerak lincah di senar itu.
Matanya masih terpejam, tapi Jesse bisa melihat jelas senyuman tercetak sempurna di wajah pucat Emily. Senyuman itu begitu lebar, sampai-sampai Jesse bisa melihat lesung pipi Emily yang selama ini tak pernah muncul sama sekali.
Well, you done done me and you bet I felt it
(Kau goda aku dan kau bertaruh aku merasakannya)I tried to be chill but your so hot that I melted
(Aku berusaha dingin namun kau begitu panas hingga aku meleleh)I fell right through the cracks, now I'm tryin to get back
(Aku terabaikan, dan kini aku berusaha kembali)Jesse masih mematung di tempatnya. Lelaki itu memandangi wajah Emily dengan tatapan lekat, seakan ia khawatir Emily akan menghilang jika ia berkedip.
Before the cool done run out I'll be givin it my best test
(Sebelum rasa dingin itu habis aku kan berusaha sekuat tenaga)And nothin's gonna stop me but divine intervention
(Dan takkan ada yang bisa menghentikanku selain campur tangan Tuhan)I reckon it's again my turn to win some or learn some
(Kukira ini kesempatanku untuk menang atau belajar)But I won't hesitate no more,
(Namun aku takkan ragu lagi)no more, it cannot wait
(Tak lagi, tak bisa menunggu)I'm yours
(Aku milikmu)Emily memiliki suara yang sangat indah. Meskipun Jesse tidak mengerti musik, tapi ia tahu kalau gadis di sebelahnya ini ... mencintai musik. Sebab, Emily tampak sangat bahagia ketika tangannya menyentuh senar gitar itu.
Well open up your mind and see like me
(Buka pikiranmu dan lihatlah seperti aku)Open up your plans and damn you're free
(Bukalah rencanamu dan kau pun bebas)Look into your heart and you'll find love love love love
(Lihatlah ke dalam hatimu dan kau kan temukan cinta)Listen to the music of the moment people dance and sing
(Dengarlah musik saat orang menari dan bernyanyi)We're just one big family
(Kita ini satu keluarga besar)And it's our godforsaken right to be loved loved loved loved loved
(Dan untuk dicintai adalah hak kita yang diberikan Tuhan)Emily menyelesaikan nyanyiannya bersamaan dengan petikan gitar itu. Sebutir kristal bening jatuh, membasahi pipinya yang tampak pucat itu dengan begitu sempurna.
Gadis itu membuka matanya perlahan-lahan sembari mengusap air matanya. Senyum palsunya menggembang ketika melihat Jesse tengah tertegun di sebelahnya.
"Sorry, gue udah lama gak main gitar, jadi kebawa suasana." Emily terkekeh, berusaha mencairkan suasana yang terasa canggung. Tapi Jesse sama sekali tak ikut tertawa. Lelaki itu masih bergeming di tempatnya.
"Suara lo bagus banget." puji Jesse tulus. "Kenapa gak ikut audisi?"
Emily terdiam sembari menekani senar gitar itu dengan kukunya. Ada sorot sedih di mata Emily saat Jesse bertanya soal audisi. Lelaki blasteran itu mengusap lehernya pelan, tanda bahwa ia merasa tidak nyaman dengan situasi ini.
"Sorry, privacy, ya?" tanya Jesse. "Kalau iya, gak usah kasih tahu gak papa, kok. Gue ngerti."
Emily menghela napasnya berat. Gadis itu tidak menggubris perkataan Jesse lagi. Yang ada, sekarang pandangannya malah tertuju pada langit luar yang tampak cerah.
"Jess, temenin gue hari ini mau gak?"
"Ke mana?" tanya Jesse binggung.
Emily mengalihkan pandangannya sembari menatapi mata cokelat Jesse lekat. "Ke kuburan Elizabeth."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sugar Boy [COMPLETED]
Dla nastolatków[Follow dulu untuk kenyamanan bersama🙏] Kehilangan seseorang yang pernah ada sebagai bagian dari hidupnya merupakan pukulan terbesar bagi Emily. Sejak kematian adiknya--Elizabeth, Emily bukan lagi Emily yang sama seperti dulu. Keadaan sudah berubah...