Bab IV

44 4 3
                                    

Fattan yang malang.

Mungkin itu yang bisa Zahra deskripsikan untuk kehidupan Fattan yang akhirnya dia ketahui. Juga saat hal terbesar yang mengganjal di pikirannya sirna dengan jawaban yang tidak pernah Zahra sangka.

Rani, istri Fattan, meninggal beberapa minggu setelah melahirkan Shanum, dan wanita yang Zahra pikir adalah Ibu dari Fattan, ternyata adalah Ibu mertuanya. Setelah anaknya pergi, dia depresi, mungkin itu kata yang tepat menggambarkan kondisinya. Dia menganggap kalau anaknya masih hidup, anaknya masih berada satu rumah dengannya, dan masih berada di sekitar dia. Itu yang membuat Fattan dan Shanum akhirnya hanya bisa diam selama 3 bulan ini di rumah sang mertua, karna Fattan tidak bisa berbuat apa-apa.

Ibu mertuanya selalu mengamuk kalau tahu Fattan tidak berada dirumah, atau kalau Fattan dengan seenaknya membawa Shanum pergi, seperti yang terjadi akhir pekan lalu saat Zahra melihatnya.

Dan hal yang tidak pernah Zahra sangka adalah saat mengetahui Fattan terlahir kembar. Saudara kembarnya adalah Farhan. Laki-laki yang dua kali bertemu Zahra di kantornya, dan yang sudah dua kali pula mengantarnya pulang.

Pertanyaan bahwa, tahu darimana Farhan semua tentang Zahra ?. Itu masih harus Zahra selidiki.

Fokusnya saat ini, dan yang sudah Zahra kerjakan dalam empat hari terakhir adalah membantu Bude mengurus Shanum. Bayi mungil yang cantik itu sudah empat hari ini berada dirumah, dan setiap malamnya selalu tidur dengan Zahra.

Sejak kejadian itu sampai hari ini, Fattan dan Ibu mertuanya masih di rawat di rumah sakit. Luka di tangan kanannya akibat menahan pisau ternyata cukup dalam, itu yang Bude katakan pada Zahra setelah pulang mengantar Fattan. Juga ada luka di kepalanya yang harus di periksa lebih lanjut.

Setiap siang, Bude bersama tetangga sekitar bergantian menyempatkan menjenguk Fattan ke rumah sakit membawa Shanum. Bude bilang, dia tahu Fattan tidak bisa jauh terlalu lama dengan Shanum, dan Shanum juga tidak mungkin untuk menginap di rumah sakit, jadi yang hanya bisa dilakukan adalah membawa Shanum 2-3 jam dalam sehari untuk bertemu papanya.

Dan hal menyenangkan untuk Zahra dalam empat hari terakhir adalah menunggu jam pulang kantor, dengan cepat memesan taksi atau kadang ojek online untuk pulang kerumah dengan penuh semangat, dan bermain sampai malam dengan bayi mungil menggemaskan itu dirumah.

Zahra merasa jatuh hati melihatnya.

Jatuh hati dengan senyumnya, jatuh hati dengan tawanya saat Zahra bersama Daffa mengajaknya bercanda, dan jatuh hati saat Zahra berhasil menenangkannya yang menangis sampai akhirnya dia tertidur dalam dekapan Zahra.

Dan Zahra suka rutinitas ini.

Kadang, ketika sampai rumah lalu Bude terlihat baru selesai memandikan Shanum. Zahra justru kembali membukakan bajunya. Zahra senang memakaikan Shanum pakaian yang lucu-lucu. Memadupadankan celana apa yang pantas untuk bajunya yang berwarna pink cerah, atau sekedar menambahkan bandana di atas kepalanya.

Hal kecil, tapi Zahra sangat menikmatinya.

"Assalamualaikum... Shanum kesayangan aunty..." Teriak Zahra dari depan pintu. Buru-buru masuk ke bagian dalam rumah dengan sedikit berlari.

Dan berhenti saat hampir sampai di depan ruang keluarga. Dari sini terlihat sampai ke meja makan. Bude ada disana, bersama Fattan yang ikut menoleh, tersenyum ke arah Zahra.

"Ra... Ini Fattan tahu-tahu udah pulang nggak kasih kabar. Tahu gitu kan Bude bisa jemput ke rumah sakit." Jelas Bude. Dan mendadak Zahra merasa suasananya berubah canggung.

Zahra membalas senyum itu sampai ia berada di ruang yang sama, persis di depan meja makan.

"Sudah sehat, mas ?." tanya Zahra, pikirnya memang harus ada sedikit pertanyaan untuk berbasa-basi. Mencairkan suasana.

Jogja, Cinta, dan KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang