2. Paradoks [Minhyunbin]

1.7K 166 189
                                    


Adalah pernyataan yang seolah-olah bertentangan–serta berlawanan–dengan kebenaran atau hal membosankan yang diyakini banyak orang, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran.

Miris-miris bahasa memusingkan itu seperti bola salju yang mereka gelindingkan sendiri; merebut atensi dunia, memaksa semuanya untuk berpikir, bingung, dan bertanya-tanya. Ah, tidak masalah. Toh dalam sebuah kenyataan yang diamini bahkan oleh hembusan angin mencekik, semua yang berlaku ini adalah yang, yang terbaik, dan paling baik.

Mungkin saja ada benci.

Namun itu hanya aksesori.



* * *



"Semuanya, bahkan desiran angin, semuanya meneriakiku, memaksaku untuk menyatakan perasaan ini padamu. Sebelum dunia berhenti tersenyum, bodoh."

– Kwon Hyunbin



* * *



Seoul, 2015 ]


Sayangnya, Kwon Hyunbin–secara bodoh dan alogis–memaksa dirinya untuk berperan sebagai makhluk pembenci.

Tidak, dunia tidak melarangnya. Sungguh demi langit. Keputusan Hyunbin adalah hak prerogatifnya yang mutlak, entah dia ingin apa; membenci, dibenci, atau di antara keduanya. Lagipula memuja seonggok Hwang Minhyun tidak membuat hidupnya kembali baik seperti dua tahun lalu.

Hm.

Hwang Minhyun si cecunguk perusak suasana.

Gelar resmi pemuda–yang menurut Hyunbin amat sangat jelek–itu adalah Wolfgang Amadeus Mozart Jr. Tidak hanya di sekolah, seluruh semesta juga mendaulatnya sedemikian. Seheboh apapun dunia melambungkan Minhyun, semuanya tetap brengsek di mata Hyunbin.

Kami ulangi sekali lagi, Minhyun adalah penghancur keseharian, bagi Hyunbin.

Yah, seakan ini adalah kontradiktif yang dipaksakan. Namun Hyunbin mana mau membuang rasa bencinya akan Minhyun jauh-jauh.

Sejak pertama kali Hyunbin menemukan sosok lelaki itu, tidak pernah ada nilai hijau yang tersemat dalam cara pandangnya.

"Kalau tidak suka waffle, mengapa membelinya."

Ini adalah ritual Hyunbin dalam lima menit awal duduknya di salah satu kursi kantin sekolah. Dia yang diam melamun, dan Jonghyun yang selalu sarkas mengenai tingkah Hyunbinnya.

"Bahkan ini sudah dingin, dasar." Lanjut Jonghyun, telunjuknya menyentuh permukaan waffle di hadapan Hyunbin. Waffle cokelat. Sesaji abadi untuk Kwon Hyunbin di jam makan siang. "Aku sebenarnya bosan menanyakan ini tapi, huh, apa sih yang kau pikirkan?"

"Mana aku tahu." Lagi-lagi, Hyunbin memberikan jawaban paling masuk akal andalannya.

"Lalu kau senang hari ini Minhyun tidak masuk?"

Ha-haha. Mulut Jonghyun memang perlu dikondisikan secara masif dan sistematis. Sekurangajar apa berani membawa nama Minhyun di hadapan Hyunbin sekarang.

Apsara [Wanna One]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang