18. Catatan ketiga belas

862 148 3
                                    

Suasana ramai mendominasi kelas. Tentu saja efek dari dua kelas yang disatukan ini lebih riuh daripada yang lain.

Pak Ghani setengah jam yang lalu pamit karena harus segera ke rumah sakit untuk menyusul anaknya yang dilarikan kerumah sakit akibat terserempet mobil.

Duka untuk Pak Ghani dan kesenangan untuk kurang lebih 50 murid yang ada disini.

Berbagai aktifitas di jam kosong seperti menggosip, bermain ludo, selfie wefie, bahkan ada juga yang sedang meraih mimpi dalam lelap tidurnya. Sedangkan aku masih asyik memandang punggung Sam.

Kapan aku berani menyapanya?
Masa kalah sama Gaitsa?

" SAM! "

Datang dari mana keberanianku ini, hingga dengan biadabnya menyapa Sam dengan setengah berteriak membuat semua orang seperti ter pause dari kegiatannya.

Sam menoleh, matanya mengisyaratkan kenapa teriak manggilnya.

"Hehe gak jadi Sam."

Dari kejadian itu aku mengambil hikmah bahwa sepertinya luapan menggebu-gebu ini disampaikan lewat aksara saja.

Bisa-bisa kaya tadi lagi.
Malu-maluin Sam.

Diam-diam ada yang tersenyum disana.

(13) Aksara adalah jalan terbaik mengungkap rasa tanpa gugup.
Tunggu aku, Sam.

Buku Catatan Sejarah √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang