Aku saranin kamu dengerin lagu Zayn ft Sia judulnya Dusk Till Dawn.
Btw, Fyi, aku lagi suka banget lagu itu ^^ WKWK
Dua orang dengan warna kulit yang berbeda itu saling menatap beberapa saat sebelum suara para paparazzi memecah tatapan mereka. Sebelum pria itu berlari sekencang dia mampu, sekilas dia kembali menatap wajah Sabrina yang masih dibalut ekspresi keterkejutan bercampur kebekuan. Para paparazzi ikut berlari menyusul si pria. Untungnya mereka belum sempat memotret adegan dua manusia yang saling bersitatap. Sabrina mungkin lolos sebagai objek kamera para paparazzi, tapi si pria akan terus menjadi incaran paparazzi yang selalu membutuhkan berita baru tentang skandal-skandalnya untuk disajikan pada masyarakat.
Angin berembus menerbangkan anakan rambutnya. Menerbangkan beberapa daun ke arah sweater Sabrina. Wajahnya tampak kaku, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Dia melihat pria itu lagi. Pria yang pernah dijulukinya Monster terganas di Oxford karena membela para perusak lingkungan. Nicholas Willis.
=====
Anne Anderson mengangkat dagunya yang runcing ke arah pintu keluar sebagai perintah agar asisten pribadinya meninggalkan ruangan. Ponselnya menempel di telinga kanan. Bola mata cokelatnya menatap gusar bagian pintu setelah asisten pribadinya menutup pintu. Kakinya terus digerak-gerakkan berharap kecemasannya berkurang.
Bagi Anne, Nick bukan hanya artisnya, tetapi juga saudara walaupun bukan dari darah yang sama. Dia ingat ketika Nick datang kepada dirinya dan menawarkan diri ikut kasting sebuah film lima tahun lalu. Saat itu Anne memang sedang ditugaskan mencari aktor figuran yang memiliki ketampanan yang unik. Pertama kali Anne melihat Nick, dia sudah jatuh cinta akan perpaduan mata biru, hidung mancung dan bibir tipis yang selalu tampak memerah dan berkilat. Rahangnya kuat namun wajah Nick cenderung imut seperti aktor Asia Timur.
Anne dapat melihat bahwa Nick akan memiliki kejayaan sebagai aktor. Dan, ya, Anne benar! Kini Nick—aktor yang paling sering disorot media bukan hanya karena skandalnya tapi juga prestasinya. Skandal dan prestasi sebagai aktor berjalan beriringan dalam karirnya, sebagai penyeimbang perjalanan karir.
"Kamu, di mana Nick?" tanya Anne dengan nada cepat ketika dia mendengar sahutan suara Nick.
"Masih di Hyde Park, tepatnya sekarang aku berada di dalam tong sampah." kata Nick, santai.
"Oh, ya ampun! Apa yang kamu lakukan di dalam tong sampah itu? Jangan bilang kamu bersama model sialan yang kemarin malam mengajakmu berkencan?" tanya Anne menggoda dengan mata berkilat-kilat.
"Hahaha," Nick tertawa cukup nyaring hingga dahi Anne mengernyit. "Tidak. Aku sendirian di dalam tong sampah ini."
"Apa yang kamu lakukan di dalam tong sampah, Nick? Bagaimana kalau paparazzi mengetahui keberadaanmu di dalam tong sampah?" Wajah Anne berubah ngeri.
"Aku sembunyi di tong sampah ini dari kejaran paparazzi." tandasnya dengan suara selembut beledu.
Anne mendesis sebelum menanggapi pernyataan Nick. "Sudah kuduga. Paparazzi mengetahui keberadaanmu setelah bertanya pada asisten pribadiku yang polos itu."
"Asisten pribadimu itu bukan polos, tapi tolol!" Sahut Nick, nada suaranya mengandung kegeraman akibat ulah asisten pribadi Anne yang membuatnya gagal menikmati hari libur di Hyde Park seperti yang diinginkannya. Padahal Nick hanya ingin menikmati taman itu untuk bernostalgia hanya beberapa jam saja.
"Ya, bisa dibilang seperti itu. Kuharap IQ-nya bisa bertambah seiring dengan omelanku yang terus menerus didengarnya."
"Kenapa tidak dipecat saja? Dia itu pembawa sial!" ungkap Nick jengkel.
"Dia butuh pekerjaan ini, Nick. Ngomong-ngomong kamu masih berada di tong sampah?" tanya Anne, menerka.
"Tentu saja aku masih berada di dalam tong sampah. Aku tidak tahu kapan aku bisa keluar. Sepertinya para paparazzi itu masih berada di sekitaran—" Suara bising seorang wanita membuat Nick menghentikan perkataannya.
"Kanvasnya jangan dibuang, Sab!"
Hati Nick berdesir mendengar nama panggilan yang tidak asing di telinganya lima tahun lalu. Dia mengintip dari balik lubang kecil di dalam tong sampah. Mata birunya menangkap dua orang wanita yang sedang berjalan menuju tong sampah. Wanita yang mengenakan sweater abu-abu adalah wanita yang dijumpainya beberapa saat lalu sebelum dirinya bersembunyi di dalam tong sampah. Nick tidak memedulikan ponselnya yang mengeluarkan suara khawatir khas Anne. Nick memilih mematikan ponselnya tanpa mengalihkan pandangannya.
"Aku ingin membuang kanvasnya, Laras."
"Tapi lukisannya bagus, Sab. Mirip aktor siapa ya? Aduh, pokoknya jangan dibuang! Aku juga mau kok menyimpan lukisannya."
"Tidak boleh! Lukisannya juga belum jadi, aku salah gambar tadi." Sembur Sabrina membungkam mulut Laras. Wajah Laras mengekspresikan ketidakikhlasannya melihat wajah seorang pria tampan terlukis di atas kanvas akan dibuang ke dalam tong sampah.
Sesampainya Sabrina di depan tong sampah tanpa pikir panjang dia membuang kanvas itu ke dalam tong sampah. Laras memilih diam, membiarkan Sabrina melakukan kemauannya. Ada sesuatu yang aneh mengganjal di pikiran Sabrina. Dia menajamkan pandangan matanya di tong sampah. Pikirannya terus mempengaruhinya bahwa di dalam tong sampah itu tidak ada apa-apa. Sesuatu yang aneh itu mungkin hanya halusinasinya.
=====
Di dalam flat, Laras terus mengomeli keanehan Sabrina. Pertama, Sabrina melukis seorang pria—yang meskipun belum sepenuhnya jadi—wajahnya tidak asing bagi Laras, ingatan Laras memang payah. Kedua, setelah Laras memuji lukisan Sabrina, Sabrina seolah baru bangun dari dunianya dan langsung melepas kanvas dari easel dan pergi begitu saja menuju tong sampah berukuran besar. Ketiga, sepanjang perjalanan pulang, Sabrina hanya melamun dan tidak mendengarkan celotehannya. Bahkan Sabrina tidak berkomentar mengenai celotehan Laras yang cukup pedas ditujukan padanya.
"Apa yang terjadi denganmu, Sab?" tanya Laras dengan wajah dramatis.
Sabrina hanya melirik tidak berselera. Dia melepas topi rajutnya, menyandarkan bahu pada sandaran sofa dan memilih memejamkan mata. Yang Sabrina tahu saat ini dirinya merasa otak dan tubuhnya tidak sinkron. Pikirannya kacau, perutnya seperti dipilin dan dadanya terasa sakit namun juga ada perasaan yang menyerupai rindu.
Sesungguhnya, salah satu hal yang dibenci Sabrina adalah bertemu kembali dengan seseorang dari masa lalu yang tak pernah diinginkannya. Hatinya rapuh. Sekali dia pernah merasa dilepaskan, maka dia tidak akan mau melihat seseorang itu lagi. Siapa pun itu.
"Takdir memiliki alasan kenapa dua orang yang berpisah sekian lama dipertemukan kembali."
Sabrina membuka mata mendengar suara Laras yang cenderung bijak. Dia menoleh pada Laras yang sedang asyik menatap layar ponselnya. Menyadari tatapan Sabrina, Laras membalas tatapan Sabrina.
"Kalimat bijak ini aku temukan di fanpage Nick Willis." ucapnya, seolah menjawab pertanyaan dari tatapan mata Sabrina.
"Aku suka kalimatnya, Sab. Kalimat ini menggambarkan diriku dengan Devon. Pasti ada alasan kenapa takdir mempertemukan aku dengan Devon setelah sekian lama berpisah." kata Laras dengan wajah semringah yang serius.
Sabrina mengalihkan pandangannya ke arah televisi. Dia mencoba mencerna apa yang baru saja Laras katakan. Tentang kalimat yang ditulis Nick di fanpage-nya. Berbagai pertanyaan berlalu lalang di kepalanya. Nalarnya mencoba menolak dan mengabaikan semua pertanyaan-pertanyaan yang berlalu lalang itu.
"Barangkali saja fanpage Nick dikelola pihak manajemennya atau mungkin fans fanatiknya." komentar Sabrina.
"Ah, ya!" seru Laras yang menuai keterkejutan dari kedua mata Sabrina.
"Bukannya wajah pria yang kamu lukis itu... mirip Nick Willis, ya?" pertanyaan Laras membuat Sabrina kebingungan dan gugup. Dengan susah payah Sabrina mencoba menutupi kebingungan dan kegugupannya.
"Oh, rupanya kamu juga fans-nya Nick Willis. Ckck."
"..."
=====

KAMU SEDANG MEMBACA
My Monster In London
RomansRank #1 Mantan tanggal 22 februari 2019 Rank #4 Penulis tanggal 22 februari 2019 Rank #4 aktor tanggal 22 februari 2019 Adult romance 17+ Kasih komentar kalian setelah membaca ceritanya ya ^^ Jangan lupa untuk follow author ^^ Sabrina Jani, gadis in...