BAB 2

10.9K 1K 17
                                    

Kalau suka kalian add ke library dan jangan lupa buat ninggalin komentar kalian di kolom komentar. Thanks ^^

Belum lepas dari keterkejutan pernyataan Laras, Sabrina mencoba tetap tampak tak peduli dengan hanya memasang ekspresi datar. Meski sebenarnya hatinya bergemuruh riuh. Laras tidak berhenti berceloteh tentang Nick Willis dan Anne Anderson. Bibirnya terus meluncurkan kalimat pujian, kekaguman, dan bangga. Laras tidak terlalu peduli apakah Sabrina mendengarkannya atau tidak, karena mengatakan hal-hal yang tidak diketahui Sabrina adalah hal yang membanggakan baginya.

Dengan secangkir kopi di atas meja kerjanya, Sabrina memulai aktivitas kerjanya—mendesain. Kali ini dia akan membuat ilustrasi sebuah buku dongeng anak-anak. Dan ini pertama kalinya dia menjadi ilustrator buku dongeng.

"Miss Sabrina Jani," panggil seorang rekan kerjanya. Meggy Brown.

Sabrina mengangkat wajah untuk melihat wanita berkemeja putih dengan belahan dada rendah. Megg menarik kursi kosong dari meja sebelah Sabrina. Dia menempatkan kursi itu di depan meja Sabrina dan dengan gaya sok elegan, Megg duduk dengan sebelah kaki terangkat. Warna rambut purple ombre tampak rapih dan pas dengan bentuk wajahnya yang oval.

"Anda tahu, novel terbaru Anda itu hari ini diretur karena penjualannya tidak sampai 40 eksampler dalam waktu enam bulan?" katanya, lalu membenarkan letak kacamatanya.

Selain menjadi Ilustrator, Sabrina juga menulis buku fiksi. Dan buku fiksi yang dimaksud Megg adalah buku kedua Sabrina yang diretur toko buku karena penjualannya yang anjlok. Bukan hal asing bagi Sabrina jika akhirnya dia kembali menelan kekecewaan karena novelnya tidak diminati pembaca.

Raut wajah Sabrina agak terkejut. Dia tidak habis pikir kalau Daniel—bosnya tidak pernah memberitahu kalau bukunya diretur. Dia mendapatkan informasi tentang buku pertamanya yang diretur dari Laras dan sekarang Megg yang memberitahu kabar terbaru buku keduanya.

"Kenapa Daniel masih menerima bukumu untuk diterbitkan ya? Padahal kita semua tahu kalau penjualan buku pertamamu tidak sampai 50 eksampler." Megg berkata dengan mimik wajah mengejek dengan memadukan ekspresi kesedihan dan kasihan. Bola matanya menatap fokus Sabrina. Terkadang matanya membulat terkadang matanya menyipit hingga Sabrina terkadang pusing harus mengikuti mata Megg yang suka bergerak-gerak aneh setiap kali berbicara dengannya.

"Saya juga nggak tahu. Mungkin karena buku saya bagus. Hanya saja Dewi Fortuna nggak berpihak pada buku saya. Tapi lain kali saya akan mencoba menulis lagi, kok." Balasnya dengan senyum yang menuai kernyitan di dahi Megg.

Sabrina menatap Megg dengan tatapan menyipit. "Megg, sepertinya hari ini bentuk alismu berbeda. Yang satu lebih tebal sedangkan yang satunya tipis. Ah, kalau ada yang lihat bahaya lho, Megg."

"Ah, masa?" Megg tampak gusar mendengar komentar Sabrina tentang alisnya.

"Harus segera dibenerin, tuh! Jangan sampai Daniel Lee tahu bentuk alismu nggak sama." seru Sabrina, menyuruh Megg membenarkan dandanannya adalah cara terbaik untuk mengusirnya secara halus.

Dengan wajah yang masih tampak gusar sekaligus menahan malu, Megg angkat pantat dari kursi dan melesat pergi seperti lebah.

Sabrina cekikikan dengan tangan menutup mulutnya. Dia berhasil mengalihkan topik pembicaraan dan tentunya berhasil membuat Megg malu karena dikomentari soal alisnya yang—sebenarnya terlihat selalu sempurna dan memang ukiran pensil alisnya sama. Itulah cara terbaik mengusir Megg dari ruangannya. Megg bekerja sebagai editor buku nonfiksi dan ruangannya berbeda dari Sabrina.

Di sebelah kursi Sabrina, Kay mengintip. Dia tahu perbincangan antara Sabrina dan Megg—si cantik biang gosip. Begitulah orang-orang di penerbitan Mocca menyebut Megg. Kay memiliki wajah agak ketimur-timuran. Ayahnya dari Inggris sedangkan ibunya dari Palestina. Memiliki hidung mancung dan kulit eksotis. Dia mirip salah satu anggota boyband kenamaan Inggris yang sudah bubar.

My Monster In London Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang