BAB 3

10.3K 897 22
                                    

AKU REKOMENDASIIN KAMU DENGERIN LAGU LET HER GO-NYA PASSENGER, ALREADY GONE-NYA KELLY CLARKCON DAN ADELE HELLO :D SAAT KAMU BACA NIH CERITA ^^

Di awal bulan september, Sabrina mengaduk kopinya di mug putih miliknya. Hari ini adalah hari libur. Saat yang pas untuk bersantai di flatnya. Dia tidak memiliki rencana apa pun. Hanya ingin di dalam flat menikmati kopi, buku ataupun film sebagai pilihan lainnya.

Laras masih setia dengan ponselnya. Dia terus memandangi ponsel, berharap ada chat yang datang dari seseorang yang membatalkan janjinya tadi malam-Devon. Pria Inggris yang masih diinginkan Laras walaupun dia sudah memiliki Harry, kekasihnya yang baru empat bulan dipacarinya.

"Sab, belum ada chat dari Devon." Adunya lirih pada Sabrina yang baru saja menyesap kopi hitamnya.

"Chat dari Harry, ada?" tanya Sabrina.

"Ada sih, tapi aku butuh kabar dari Devon. Dari tadi malam sejak membatalkan acara kencan, dia belum kasih kabar ke aku."

"Mungkin Devon sibuk." Laras tampak kecewa.

"Harry itu ada di depan mata, Ras. Devon belum pernah menunjukkan batang hidungnya. Dan aku rasa kamu hanya ingin bernostalgia dengan kenangan masa lalu bersama Devon. Hanya itu. Lupakan yang tidak pasti dan kejarlah yang pasti." ujar Sabrina  sebijaksana kata-kata motivator cinta. Namun Laras menanggapinya dengan acuh tak acuh. Nasihat Sabrina terdengar tidak menyenangkan bagi Laras.

Ponsel di samping komputer milik Sabrina berdering. Tangannya meraih ponsel dan kedua bola matanya menatap lekat-lekat layar ponselnya. Nomor baru. Dari Indonesia.

"Ya," sahut Sabrina.

"Kak, aku sudah bikin kalender baru buat tahun depan. Aku mau kirim besok tapi aku nggak punya uang. Apa Kakak bisa kirim aku uang sekarang?" Cerocos Juna. Satu-satunya adik Sabrina yang merumitkan.

"Kalender lagi? Masih tahun 2019 kok, lagian Kakak nggak butuh kalender. Kalendernya sudah ada di hp."

"Lah, ini, kan kalendernya beda, Kak." Kata Juna defensif.

"Pakai foto kamu lagi?"

"Yaps! Hanya sebagai pengingat saja kalau Kakak masih punya adik bernama Arjuna Jani." ucapnya diselingi tawa.

Sabrina heran dengan karakter adiknya. Otaknya masih baik-baik saja. Dia belum terkena amnesia sampai lupa tentang adiknya yang bernama Arjuna Jani, seorang rapper kelas teri yang belum pernah diakui keberadaannya di bumi. Ckck.

"Terserah kamu saja. Tapi Kakak nggak punya uang. Jadi, kalau mau kirim barang kirim saja pakai uangmu sendiri."

"Kok begitu, Kak? Aku cuma pengin ada foto aku di London. Kali saja berawal dari foto keberuntungan datang."

"Keberuntungan apa? Keberuntungan itu datang pada orang yang mau bekerja keras, Jun. Bukan yang bisanya Cuma berkhayal saja. Nggak usah kirim kalender. Ongkos kirimnya lebih mahal dari pada harga barangnya!" kata Sabrina dengan nada tinggi bercampur jengkel.

Sabrina menutup ponselnya secara sepihak. Berbicara lama-lama dengan adiknya dapat menyebabkan tensinya naik.

"Juna, Sab?" tanya Laras.

Sabrina mengangguk. "Katanya mau kirim kalender lagi buat tahun 2020."

"Hah?" Laras melongo, antara takjub dan ngeri.

Lalu Laras terbahak. "Konyol!" Dia kembali terbahak.

"Dia lebih dari Konyol, Ras. Juna selalu menganggap kalau dia adalah bintang rap terkenal. Ibu pernah bilang kalau Juna sering berbicara dengan nada rap, bahkan saat dia sedang mengobrol dengan teman ibu. Gurunya juga pernah mengadukan hal yang sama pada ibu."

My Monster In London Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang