Rinai

36 1 0
                                    

Gemuruh di lengan senja
Diiringi isakan langit
Kehilangan arah
Ku Lirik jendela kamar
Sudah Diguyur rindu

Abu-abu lekat mengekor kepalaku
Dari dapur hingga halaman
Ku tengok,
Cemara meringis perih
Memohon kepada ku
Katanya ia ditimpa keran harap
Tak bisa bergerak--- sesak pengap

Segera ku ambil payung
Untuk melindungi senyum itu
dari gulungan guruh

Lalu ku ulurkan handuk putih
Ke nadi nya yang dingin
Menyarankan untuk membuang sisa harap yang ada
Tetapi ia menolak--- Jangan khawatir katanya

Ku antar sampai masuk ke rumah
Duduk diruang tamu
Terima kasih--- Katanya
Lalu mematung

Ku jamu dirinya dengan segelas sapaan hangat
Untuk mencairkan bongkahan aksara yang tersimpan jauh didasar jiwa

Ia bergidik
Perlahan bahunya mencium kulit sofa
Sesekali ia menghela arwah
Meregangkan ikatan kaku
Janji-janji semu

Senyumnya mulai mengembang
Luka nya sudah redah
Katanya berbahagia
Jika nadinya turut kedalam darahku

Hendak ku kembali kedapur, menyajikan segala yang aku punya
Tetapi langkahnya membuatku luntur

Katanya
Terima kasih ---
Telah meminjamkan raga mu
Untuk dijadikan atap
disaat dingin menyergap

Seiring genting diam
Tembok dingin
Dan genangan rindu itu muncul
Ia menghilang dibalik gelayut perih
di ujung daun

Seperti itu..
Hanya sebatas berteduh,
tidak berniat untuk berlabuh



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dentingan laraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang