(1)

4.2K 408 26
                                    

🌻Yuta🌻

"Yuta-san...Yuta-san,"

Suaranya yang memanggilku berulang kali selalu tak pernah bisa kulupakan. Nadanya yang riang saat menyebut namaku membuatku sengaja mengulur waktu lama sebelum benar-benar menjawab panggilannya. Karena aku masih ingin mendengar suaranya sebelum akhirnya ia mengomeliku yang mengabaikan panggilannya.

Tapi tak usah terlalu khawatir. Setelah aku mengeluarkan senyumku yang ia bilang healing smile, pasti ia tak jadi marah padaku.

"Taeyongie, aku ingin makan takoyaki buatanmu dengan ekstra keju."

Begitulah aku selalu memintanya untuk membuat berbagai macam masakan dari yang normal hingga nyeleneh. Sungguh masakannya bahkan dapat disandingkan dengan masakan buatan chef bintang 5. Aku tak mengada-ada. Ia tak pernah sekalipun gagal membuat masakan untukku dan selalu membuatku terkejut karena rasa yang melebihi ekspektasi indra pengecapku.

Dia tak pernah sekalipun mengeluh walau aku tahu hidupnya berat bersamaku. Walau kita tak bahagia karena tak bergelimang harta dan harus serba sederhana dengan apa yang ada hingga hanya sanggup menyewa flat kecil untuk tempat tinggal kita berdua. Malah akulah yang selalu mengeluhkan banyak hal tentang hidup yang tak lancar ini. Tapi dia mampu membuat semuanya terasa baik. Baik hidupku maupun perasaanku.

Aku jatuh cinta padanya bukan seperti cinta klasik lainnya, bertemu untuk pertama kali lalu kita jatuh cinta. Semua itu terasa bohong dan palsu. Hanya cinta berdasarkan nafsu semata.

Tapi aku bertemu dengannya di saat-saat yang luar biasa.

Jauh sebelum ini, Taeyong adalah sosok yang terlalu jauh dariku. Dia terasa ada di dunia lain. Semua itu karena dia nampak terlalu berkilauan saat ia berstatus sebagai salah satu generasi pewaris Lee Groups.

Sedangkan aku hanyalah salah satu bagian dari bodyguard mereka. Aku menjaga Taeyong kemanapun dan kapanpun ia pergi. Lihat kan betapa jauhnya jarak kita?

Taeyong adalah anak terkecil dari keluarga Lee. Seperti umumnya seorang bungsu, pembangkang dan ceroboh. Tak heran ia selalu membuat masalah setiap saat. Mendapat hukuman dari ayahnya yang diktator dan berwatak keras sudah menjadi hal biasa.

Sampai saat titik puncaknya terlampaui, ia lelah menjadi apa yang di inginkan oleh ayahnya. Dia kabur dari rumah dan aku mendapat tugas untuk mencarinya lalu menyeretnya untuk kembali ke rumah baik dalam keadaan hidup atau mati.

Aku benar-benar mencarinya ke tempat-tempat yang biasanya ia kunjungi. Di bar, rumah teman-teman lamanya, hotel yang biasa ia sewa saat malas pulang ke rumah, namun hasilnya nihil. Ayahnya mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mencari Taeyong sampai ketemu. Seluruh anggota keluarga Lee gempar atas hilangnya Taeyong. Begitu pula aku karena ayahnya mengancam akan memecat ketidak becusan kita yang tak mampu menemukan si bungsu yang hilang.

Entah takdir atau keajaiban, aku menemukannya di stasiun bawah tanah di pinggiran kota Seoul. Dia terlihat sangat lusuh dan semakin kurus karena aku menemukannya seminggu setelah kepergiannya dari rumah.

Melihatnya dalam keadaan seperti itu benar-benar membuat hatiku mencelos. Dari sorot matanya aku tau sebagian hatinya ingin pulang ke rumah tapi sebagian besar yang lain ingin tak lagi menjejakkan kaki di rumahnya yang terasa seperti neraka. Aku mengulurkan tanganku terlebih dulu padanya dengan mempertimbangkan apa yang harus kulakukan kedepannya nanti.

Dia tak mau menatapku dengan terus menundukkan kepalanya. Tapi aku terus tersenyum dan menawarkan bantuan padanya.

"Apa kau mau tinggal bersamaku?"

Ya, aku membuat keputusan paling luar biasa dalam hidupku yang tak pernah kusesali hingga sekarang yaitu membawanya hidup bersamaku.

Aku melihatnya yang menatapku penuh nanar, mencoba percaya padaku dengan rasa takut jika aku membohonginya dengan menyeretnya secara diam-diam ke rumah.

Aku membuatnya semakin yakin padaku.

"Aku akan keluar dari pekerjaanku agar kita bisa hidup bersama tanpa beban."

Dia hanya terdiam tapi yang terjadi selanjutnya ia menangis sesenggukan di depanku. Ini kali pertama aku melihatnya dalam keadaan sangat rapuh. Aku bahkan tak bertanya lagi sebenarnya apa alasan yang mendasari kepergiannya dari rumah. Aku pun tak pusing memikirkan keputusanku untuk membuatnya tinggal di flat kecilku.

Aku memeluknya. Bukan pelukan yang terlalu erat hingga ia tak bisa bernapas. Bukan juga pelukan yang terlalu longgar agar ia bisa lepas. Melainkan pelukan yang membuatnya merasa nyaman dan percaya padaku. Aku tak berusaha membuatnya berhenti menangis saat itu, biarkan dia menangisi apa yang menyesakkan dadanya hingga hanya lega yang tersisa.

Tapi naas, aku telah berbuat kesalahan dengan semua yang kulakukan itu. Membuatnya percaya padaku adalah hal yang sangat bodoh. Bagaimana bisa ia memercayai seorang pecundang sepertiku. Ia selalu menganggapku sebagai manusia yang paling baik yang ia kenal. Lalu aku mengecewakannya.

Ini semua berawal karena keputusasaanku dalam hidup. Aku ingin membuat Taeyong bahagia dengan membawa pulang uang yang banyak agar kita bisa makan nasi dengan 10 macam lauk bukan hanya sekedar nasi dan kimchi, walaupun Taeyong bilang ia tak membutuhkan itu semua.

Aku hanya ingin membuatnya bangga padaku, tapi yang terjadi malah sebaliknya.

Andai aku tak menarik pelatuk itu...

Mungkin aku tak ada disini.

Sendirian dan tanpa

Taeyong.

Aku tak bisa membayangkan bagaimana keadaan Taeyong sekarang. Bagaimana jika ia terus menungguku kembali?

Bagaimana jika saatnya aku kembali ia tak lagi mencintaiku?

Banyak pertanyaan melintas di kepalaku dengan berbagai jawaban terburuk.

Taeyong, maafkan aku yang meninggalkanmu tanpa pamit. Aku tak mau kau sakit dan terus menangisi kepergianku.

Satu yang pasti dan harus kau percaya, aku pasti kembali.

***

FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang