(2)

2.1K 325 26
                                    

🌻Taeyong🌻

Seseorang tolong bantu aku.

Aku kehilangan seorang pria dewasa yang tiba-tiba menghilang tanpa mengucapkan sepatah kata perpisahan padaku. Ia menghilang meninggalkanku bersama dengan flat kecil yang disewanya.

"Aku pergi dulu ada pekerjaan!" Hanya inilah kata-kata terakhir darinya yang kuingat sebelum ia pergi tanpa kembali. Pagi itu tak kusangka adalah kali terakhir kita bertemu. Setelah malam panas yang kita lewati sebelumnya, ia bangun sedikit terlalu siang dari hari kemarin dan dengan tergesa-gesa pergi begitu saja tanpa aku sempat bertanya lebih lanjut.

Sudah 2 tahun aku kelabakan mencarinya kemanapun. Memasang gambar dicari orang hilang di jalan-jalan dengan menyertakan nomor telepon tetangga sebelah flat. Karena aku sendiri adalah buronan, aku tak mungkin memasang nomor teleponku sembarangan.

Semua usahaku bahkan hingga melapor ke kantor polisi, tak membuahkan titik cerah. Dia seperti hilang ditelan bumi begitu saja tanpa meninggalkan jejak.

Kini semua berlalu. 2 tahun aku kelelahan memperjuangkan keberadaannya dan memercayai ia masih hidup di dunia ini.

Jujur aku sangat merindukannya.

Dulu saat pagi hari aku mulai membuka mataku, ia ada disebelahku dengan tangannya yang menahan kepalaku sebagai bantal semalaman. Bayangkan betapa pegal tangannya kala itu. Tapi aku hanya bisa memberikannya ciuman di pagi hari agar moodnya senantiasa baik sepanjang hari.

Dia tak pernah sekalipun memarahiku. Dia selalu memujiku, memperlakukanku seperti tuan puteri. Walau terkadang ia menjahiliku, tapi itulah poin penting kita.

Semua terasa indah bukan? Aku masih mengingat arti kehadirannya yang sangat membekas dalam hidupku ialah saat ia datang menemukanku yang mencoba menghilang dari kenyataan. Saat aku nyaris putus asa mengakhiri hidupku dengan cara berbaring di rel yang dingin. Mungkin jika ia tak datang 5 menit setelahnya, aku benar-benar sudah tak ada di dunia ini.

Aku menyesal telah mempunyai pikiran buruk seperti itu. Seandainya aku melakukannya, mungkin aku tak akan pernah merasakan perasaan bahagia saat bersama dengan Yuta selama hidupku. Betapa susahnya hidupku selama ini, tuntutan orang tuaku yang sungguh tak masuk akal. Mereka ingin menikahkanku dengan wanita yang sama sekali tak kukenal hanya untuk mengembangkan bisnis mereka.

Lebih baik aku mati daripada hidup bersama orang yang tak kucintai sedikitpun.

Hadirnya Yuta bagaikan cokelat panas yang mampu menghangatkanku yang sedang berjalan tanpa alas kaki di tengah padang salju yang menusuk permukaan telapak kakiku. Pas dan tepat seperti apa yang kubutuhkan.

2 tahun aku menangisinya diam-diam. Lalu dengan bodohnya aku masih tetap sama, memercayai jika ia akan kembali secepatnya disini. Kembali ke flat kita yang kecil dengan senyuman hangatnya.

Bahkan aku masih terduduk di depan pintu flat hingga jam menyentuh angka 10 malam, jam paling lambat saat dia biasanya pulang ke flat kita.

Lelah? Sangat. Aku putus asa hingga sering salah memanggil pria lain yang bahkan tak mirip sedikitpun dengan sosok Yuta sebagai Yuta.

"Yuta-san...Yuta-san,"

Lalu saat aku menjadi lebih sadar dari sebelumnya, aku hanya bisa menundukkan kepalaku dan berbalik pergi. Aku memang benar-benar bodoh.

Hal seperti itu juga sering kulakukan berulang kali di tempat kerjaku. Aku bekerja di minimarket yang letaknya tak jauh dari rumahku. Aku butuh uang untuk bertahan hidup.

Saat itu hujan turun sangat deras di luar sedangkan aku berjaga sendirian karena aku mengambil shift malam milik Jeno dalam satu minggu kedepan. Minimarket 24 jam memang melelahkan. Tapi semua itu lebih baik daripada aku terus menerus menunggu Yuta di depan pintu flat.

Aku memanggil seorang pria tinggi berbadan tegap yang memiliki lesung pipi sebagai Yuta hanya karena melihat tangannya yang lentik menyerupai jari tangan Yuta. Sebut saja aku gila. Malu rasanya saat aku mengangkat kepalaku dan mengetahui bahwa aku sekali lagi salah mengira orang.

"Ah maafkan aku," ucapku. Tanganku terus sibuk melakukan scan barcode pada dua kaleng bir yang dibelinya, mencoba mengabaikan kesalahanku.

"Semuanya 3500 won."

Ia menyerahkan uangnya padaku. Dalam sepersekian detik aku mencoba menatap wajahnya yang tersenyum padaku. Aku tak bisa menampik jika pria itu mempunyai wajah yang tampan. Ia tampan tapi terlihat playboy. Aku yakin sekali ia memakai senyum manisnya itu untuk menggaet wanita di bar.

"Apa kau mau minum denganku?"

Ia tiba-tiba menyodorkan satu kaleng bir yang dibelinya padaku. Tentu saja aku menolaknya karena ini masih pukul 3 pagi dan shiftku berakhir pada pukul 6 pagi. Tak mungkin aku bekerja sambil mabuk-mabukan.

"Tidak. Aku harus bekerja." tolakku dengan halus.

Tapi ia masih bersikeras. "Sebotol saja tak membuatmu mabuk."

Yah, memang benar apa katanya. Lagian di luar hujan deras, dan ini pagi buta. Kuharap 1 jam kedepan tak ada lagi tamu gila sepertinya yang datang saat aku sedang mabuk-mabukan dengan pria yang namanya saja aku tak tahu. Aku sendiri sudah lama hanya minum sendirian. Aku butuh teman.

Ia duduk memandangi hujan yang masih deras diluar. Lalu aku menyusul duduk di sebelahnya. Ia dengan baik hati membukakan kaleng bir yang ia berikan padaku masih dengan senyumnya itu.

"Jadi, siapa Yuta ini?" tanyanya to the point tanpa basa-basi.

Benar, sekaleng bir tak akan membuatmu mabuk, tapi akan membuatmu mengoceh yang tidak-tidak.

Aku baru bertemu dengannya hari ini tapi aku telah menceritakan semuanya. Semua detail kehidupanku setelah Yuta meninggalkanku begitu saja. Ia terus mendengarkan tanpa menyanggah. Dengan susah payah aku bercerita dengan senyum yang menahan seluruh air mata yang menggenang di pelupuk mataku.

Aku mencoba menjadi sekuat tembok Jerman, tapi akhirnya pertahananku runtuh. Aku menangis sesenggukan di depan orang lain setelah Yuta. Dia tetap memandangiku tanpa menyanggah. Dia membiarkanku menangis, menumpahkan segala emosiku dan rasa lelahku selama ini. Ternyata aku hanya butuh teman untuk berbagi kisah selama ini karena setelah satu kaleng bir itu habis bersamaan dengan kisahku yang miris itu berakhir, aku lega.

***

FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang