Special Chapter : Who's That Guy?

1.3K 229 22
                                    

Jaehyun tak henti-hentinya menatap Taeyong yang duduk di depannya. Mata mereka beradu pandang membuat Taeyong mengalihkan pandangannya karena tak mau ketahuan jika wajahnya memerah. Kini mereka berada di dalam bianglala. Seringkali kaki mereka bersentuhan karena ruangan bianglala yang sempit sedangkan kaki Jaehyun panjang bak model.

Dalam hati, Jaehyun sedang bergelut dengan batin dan perasaan egoisnya. Setelah satu putaran bianglala ini, ia akan melepaskan Taeyong. Sebagian hatinya tak rela namun ia ingin Taeyong bahagia. Walaupun definisi kebahagiaan Taeyong bukan Jaehyun melainkan Yuta.

"Taeyongie," sapa Jaehyun pelan.

Taeyong menolehkan kepalanya dari pemandangan diluar bianglala yang menunjukkan corak keemasan bias air laut yang terpapar sinar mentari sore. Sangat indah. Sangat romantis.

Jaehyun tersenyum canggung sebelum melanjutkan apa yang ingin ia katakan. Mentalnya belum siap tapi ia tak tahu harus kapan lagi ia mengungkapkan semuanya pada Taeyong. Saat ini adalah satu-satunya kesempatan untuknya.

"Kau ingat kan kemarin aku bilang tak akan mengganggumu setelah kencan hari ini?"

Taeyong mengangguk pelan. Ada sedikit perasaan kecewa menyelubungi hatinya namun ia segera menandaskan bahwa perasaan itu hanya sekedar tak rela yang sesaat.

"Mungkin saat ini adalah satu-satunya kesempatanku untuk meminta maaf padamu." lanjut Jaehyun kemudian.

Taeyong jadi tak paham dengan situasi ini. Harusnya dialah yang meminta maaf pada Jaehyun karena mengabaikan perasaan pria itu, kenapa Jaehyun yang meminta maaf.

"Minta maaf untuk apa? Aku senang kau selama ini ada di sampingku Jae. Mungkin aku tak bisa berdiri kuat sampai sekarang jika saat itu kau tak mengajakku bicara di minimarket."

Jaehyun menggeleng. "Situasinya tak sesederhana itu, Tae."

"Maksudmu?"

Bianglala mereka berhenti tepat di atas. Semakin menunjukkan begitu luasnya pemandangan laut di sisi kanan Taeyong. Menurut legenda, siapa saja yang melakukan ciuman saat bianglala berhenti bergerak, maka mereka akan menjadi cinta sejati. Tapi yang dilakukan Jaehyun bukan mencium Taeyong, melainkan membuat pria itu membencinya.

"Aku tak tahu Yuta sudah mengatakannya padamu atau belum.Aku tahu selama ini Yuta ada dimana tapi aku bertindak seolah tak mengenal Yuta."

Taeyong terdiam. Rasanya ia ingin menghentikan semua ucapan Jaehyun selanjutnya. Tidak. Harusnya momen romantis ini tak berakhir seperti ini. Semua bergerak jauh diluar ekspektasinya. Harusnya ia pulang dengan perasaan bahagia di dalam hati bukan perasaan aneh seperti saat ini. Perasaan kecewa, geram, marah.

"Aku tahu aku egois. Selalu ada alasan kenapa semua hal terjadi. Tapi diantara kau dan aku, semua bergerak diluar kendaliku. Begitu pula perasaanku,"

"Aku tak suka kau membuat-buat alasan berdasarkan perasaan. Kau tahu betapa aku hanya ingin tahu kondisi Yuta? Kau tahu tapi membuatku seolah bodoh dengan terus bersamamu? Kau suka melihatku menangisi Yuta begitu?" emosi Taeyong akhirnya meluap begitu saja. Air mata menggenang di pelupuk matanya. Ia memang tak bisa menahan tangis saat emosinya meledak.

"Kau boleh membenciku. Semua memang salahku. Tapi aku ingin kau tahu satu hal saja. Aku mencintaimu Lee Taeyong."

Kemudian bianglala itu bergerak kembali setelah 4 menit terhenti. Namun diantara Taeyong dan Jaehyun tak ada yang memulai pembicaraan lagi. Semua terhenti begitu saja. Taeyong dan perasaannya yang berantakan dan berserakan karena ungkapan cinta dari Jaehyun. Sedangkan Jaehyun dengan perasaan luka setelah mengungkapkan semua rahasianya selama ini.

Begitu pintu bianglala terbuka, Taeyong melesak keluar tanpa menolehkan kepalanya ia pergi begitu saja dengan langkah cepat meninggalkan Jaehyun. Jaehyun tetap berada di dalam bianglala meminta petugas tersebut untuk mengijinkannya menaiki bianglala itu sekali lagi. Ia butuh ketenangan untuk memperbaiki semuanya. Perasaannya dan sisa-sisa hatinya yang porak poranda. Menyusunnya bagai kepingan puzzle yang berserakan. Satu kepingan itu hilang menyisakan kekosongan di dalam hati Jaehyun. Kepingan tersebut dibawa oleh Taeyong dan tak mungkin dikembalikan karena mereka tak akan bertemu lagi.

***

Satu nomor tak dikenal muncul dari ponsel Jaehyun. Seseorang menelponnya secara misterius. Hari masih terlalu pagi karena jarum jam masih menunjuk pukul 5. Siapa yang berani-beraninya menelpon pagi-pagi seperti ini?

Jaehyun nyaris berteriak marah dengan siapapun itu yang mengganggu tidurnya. Perasaannya yang sedang tidak baik menambah kemungkinan ia mudah emosi dua kali lipat dari biasanya.

"Kenapa Taeyong tak pulang-pulang dari kemarin? Kau menculiknya?!" suara dari seberang bahkan tak sempat berbasa-basi dengan mengucapkan kata halo atau selamat pagi seperti customer service layanan kartu sim. Jaehyun yakin betul orang yang mengganggu tidurnya itu adalah Yuta.

Jaehyun bangkit dari tidurnya. Kini ia panik. Ia ingat betul Taeyong meninggalkannya pulang lebih dulu. Kesalahan memang Jaehyun tak mengantar Taeyong pulang. Pikirannya mulai bergerilnya kesana kemari.

"Kemarin ia pulang lebih dulu. Sungguh aku tak membawanya ke rumahku! Memangnya dia tak pulang dari semalam?"

Terdengar helaan nafas berat dari seberang. "Kenapa kau tak mengantarnya pulang? Kau tak tahu jika ia buronan keluarganya?"

"A-aku bercekcok dengannya kemarin." Aku Jaehyun akhirnya.

"Kau harus membantuku mencari Taeyong sekarang. Ia menghilang tanpa kabar."

Lalu sambungan telepon tersebut terputus begitu saja. Jaehyun mulai panik dan merasa bersalah dengan apa yang ia lakukan kemarin. Memang kesalahan menelantarkan Taeyong yang memiliki fisik lemah begitu saja.

Jaehyun hanya membasuh mukanya dengan air sebelum melakukan misinya untuk mencari keberadaan Taeyong tanpa clue.

Sebelum ia memutar kenop pintu, satu panggilan masuk dari Mr. Choi muncul di layar ponselnya. Bisa ia tebak bahwa telepon itu tak akan membiarkan Jaehyun kemana-mana. Tapi Jaehyun tetap mengangkatnya.

"Halo Mr. Choi,"

"Kemana saja kau kemarin? Kemarilah dan lihat apa yang Johnny bawa."

Pikiran Jaehyun melayang ke ingatan beberapa hari yang lalu. Ia ingat bahwa rekannya yang bernama Johnny diberikan misi khusus oleh Mr. Choi. Ia ingat dengan jelas semuanya.

Lantas ia segera berlari menuju markas Mr. Choi untuk memastikan semuanya. Jantungnya memompa dengan cepat secepat kakinya bergerak dan deru nafasnya yang mulai tersengal-sengal.

Sekali lagi takdir bermain-main diantara mereka. Benang merah tak kasat mata yang menghubung-hubungkan mereka tak ada habisnya. Mereka tak bisa mengingkari takdir, melainkan mereka hanya bisa berjalan mengikuti akhir yang dibawa oleh takdir.

***

Kepala Taeyong pening bukan main. Ia ingat kali terakhir ia masih duduk di salah satu kedai dipinggir jalan dengan niat membeli sebotol soju untuk menenangkan pikirannya. Tapi sekarang ia sadar dengan kondisi terikat di atas kursi di dalam ruangan gelap yang menakutkan. Bibirnya tersumpal oleh lakban tak bisa berteriak. Ia hanya bisa menggebrakkan kakinya di lantai agar seseorang mendengar keberadaannya.

Kemudian pintu terbuka. Seseorang bergerak mendekati Taeyong. Pria itu tinggi dengan kaki yang panjang. Langkahnya yang diseret sangat terdengar mengerikan.

Semakin mendekat dan mendekat. Hingga akhirnya berdiri begitu saja di depan Taeyong. Taeyong tak lagi meronta saat menatapi sosok pria di depannya. Terdiam karena ketakutannya.

Tangan pria itu perlahan membuka lakban yang menutup bibir Taeyong.

"Kau siapa?"

***

Mendekati detik-detik klimaks cerita. Terimakasih teman-teman yang udah ngikutin cerita ini sampai chapter ini. Luvyu.😘

FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang