(9)

1.6K 248 47
                                    

🌻Taeyong🌻

Jantungku mendadak berdetak lebih cepat dari biasanya saat menatap Yuta yang seperti biasa menonton TV tanpa banyak bicara. Aku hanya bisa tersenyum aneh ketika ia menoleh padaku dari jarak jauh karena aku sedang sibuk menyiapkan secangkir kopi untuknya seperti kebiasaan yang kulakukan setelah pulang bekerja.

Semua kata-kata yang terangkai sudah ada diujung lidahku tapi keberanian belum cukup besar untuk mendorong kata-kata tersebut keluar. Aku berjalan perlahan dengan nampan yang diatasnya ada secangkir kopi yang kubuat tadi.

Setelah menaruh cangkir tersebut dimeja yang ada di sebelah tempat Yuta duduk, aku terdiam menatapnya. Masih ragu-ragu untuk memulai pembicaraan karena semenjak kejadian kemarin ia melamarku secara tiba-tiba, aku menjadi lebih sering mendiamkannya dan hanya berbicara seperlunya. Aku pun tau ia merasa tak enak bicara padaku setelah aku menolak lamarannya begitu saja.

"Ada yang ingin kau bicarakan?" Kurasa Yuta memang memiliki kepekaan yang luar biasa. Karena ia selalu bisa membaca apapun yang menjadi gundah gulana di hatiku. Ia mampu membaca tiap gerak-gerik mencurigakan yang aku tunjukkan.

"Aku memiliki sedikit permintaan." jawabku kemudian setelah menenangkan nafasku yang memburu karena debaran jantungku.

"Apa?" tanyanya dengan senyum ramah yang ia tunjukkan.

Aku yakin senyumnya akan hilang setelah mengetahui apa yang aku inginkan darinya.

"Aku tau permintaanku ini mungkin akan membuatmu bingung, tapi lebih baik aku meminta baik-baik padamu bukannya pergi begitu saja dan bersembunyi di belakangmu."

Alis Yuta bertaut mencoba mencerna apa yang sedang kukatakan.

Aku menarik nafas sebanyak-banyaknya sebelum melanjutkan bicaraku. "Aku dan Jaehyun besok akan pergi. Berdua saja. Apa kau mengizinkannya?"

Mata Yuta melebar. Aku tahu apa yang telah kuucapkan memang tak masuk akal tapi aku tak mau membohongi Yuta dan aku harus segera menyelesaikan perasaanku pada Jaehyun yang aku tak paham perasaan apa. Aku hanya ingin memperjelas situasiku dan hubunganku dengan Jaehyun. Aku ingin memastikan bahwa hatiku hanya untuk Yuta.

Iya, hingga sekarang aku masih yakin mencintai Yuta walaupun aku menolak lamarannya kemarin.

"Kenapa kau akan pergi dengannya?" terdengar nada cemas beriringan dengan pertanyaannya yang membuatku semakin bingung dengan kondisi yang kutimbulkan.

"Aku harus bagaimana menjelaskannya... aku bingung, Yuta-san,"

"Apa kau akan kabur berdua dengannya? Karena kau mencintainya?"

"Tidak! Justru aku ingin memperjelas semuanya bahwa aku hanya memiliki perasaan padamu, Yuta-san."

Yuta memegangi kedua bahuku erat. "Kenapa kau ragu dengan perasaanmu sendiri?"

Deg. Semua pertanyaan Yuta rasanya menampar wajahku saat itu juga. Benar, kenapa aku ragu dengan perasaanku sendiri padahal sebelumnya aku sangat meyakini perasaanku pada Yuta?

"Semua terjadi begitu... saja," ucapku pelan nyaris mendesis. Tapi Yuta mendengarnya. Kulihat ekspresinya yang semakin terlihat tak baik-baik saja. Ada ekspresi kecewa dan sedih di dalamnya. Aku tak tahu harus bereaksi seperti apa namun yang pasti aku telah melukai perasaan Yuta.

"Apa kau tahu apa yang Jaehyun lakukan pada-" Kalimatnya menggantung begitu saja. Yuta hanya menatapku dalam dan tak melanjutkan perkataannya. Meninggalkan ribuan pertanyaan di dalam kepalaku dan beberapa spekulasi sampai ke titik yang terburuk.

"Baiklah. Sejauh apapun kau pergi dengannya, rumahmu tetap disini dan kau akan pulang kepadaku. Iya kan?"

Aku hanya dapat mengangguk sebagai persetujuan. Walaupun Yuta saat ini tersenyum padaku tapi rasanya ia tak benar-benar tersenyum. Matanya menyiratkan kesenduan saat menatapku.

Maafkan aku Yuta. Tapi aku akan tetap pergi bersama Jaehyun dan memastikan semua akan segera berakhir.

***

Keesokan harinya aku benar-benar menukar shiftku dengan Jeno. Aku memutuskan untuk pergi berkencan selayaknya pasangan lain dengan Jaehyun. Walaupun kita bukan pasangan yang sesungguhnya.

Ia menjemputku tepat pada pukul 8 pagi di dekat minimarket tempatku bekerja sesuai janji kita via message semalam.

Demi Tuhan, aku nyaris berteriak saat melihatnya sekarang. Ia terlihat sangat tampan. Ia hanya memakai kaos dengan jaket denim sebagai luarannya dan celana sobek-sobek yang biasa ia kenakan. So boyfriend material.

Sekejap kemudian aku menyadarkan diri sendiri dengan tujuan awalku sekarang bertemu dengannya. Fokus Lee Taeyong, fokus!

"Kau menunggu lama?" tanyanya kemudian.

"Tidak. Aku baru saja datang." jawabku dengan cepat.

"Baiklah, ayo pergi!"

Jaehyun menggandeng tanganku tanpa meminta persetujuan dariku terlebih dahulu. Setelah kupikir-pikir memang Jaehyun ini tipikal pria yang agresif. Hmm.

Begitu pula saat kita berada di ranjang saat itu. Ia lebih banyak bergerak aktif dibanding aku. Astaga, apalagi yang kini kupikirkan? Kenapa aku berpikir ke hal-hal kotor seperti itu! Pipiku bersemu merah hingga rasanya panas. Apa ini efek musim panas yang gila hingga menyebabkan pikiranku lari kemana-mana?

"Kita mau kemana, Jae?" tanyaku kemudian mencoba mengendalikan pikiranku.

"Kita akan berkencan seperti apa yang aku inginkan selama ini saat aku memiliki seorang kekasih."

Ternyata kencan yang diidam-idamkan oleh seorang Jaehyun yang terlihat keras diluar adalah berkencan di taman bermain. Aku nyaris menertawakan keinginannya yang terasa sangat kekanak-kanakan karena ia ingin kita mencoba berbagai macam wahana yang ada di taman bermain. Mulai dari yang ekstrem hingga level anak-anak.

Tapi pilihannya tidak salah. Aku tertawa terbahak-bahak berkali-kali menikmati semua permainan yang ada disana. Melupakan segala masalah di rumah. Hari ini aku merasa sangat bahagia.

Jaehyun memang sosok yang hangat walau diluarnya ia terkesan cuek dan masa bodoh terhadap berbagai hal. Ia berbeda saat bersamaku. Rasanya beruntung melihat sikapnya yang membawa aura baik disekitarku.

Ia membelikanku es krim, permen kapas, dan makanan saat aku mengeluh lapar. Ia bahkan memijat tengkukku saat makanan yang kumakan keluar begitu saja setelah menaiki roller coaster dengannya tanpa rasa jijik. Kita bergandeng tangan sepanjang hari, semua terasa manis dan tak terduga bahwa kencan seperti ini kini menjadi kencan favoritku. Tak bisa kupungkiri banyak hal manis yang bisa dilakukan oleh pasangan di taman bermain.

Namun semua berubah saat kita menaiki bianglala sialan itu. Kita memang sengaja membuat list dengan menaiki wahana bianglala untuk bagian akhir saja sebelum kita pulang. Harusnya aku menolaknya saja.

Nasi sudah menjadi bubur. Aku tak tahu harus bersikap seperti apa setelah mendengar pengakuannya. Aku ingin marah karena merasa dibodohi olehnya.

Bahkan sekarang aku bingung harus menatapnya seperti apa.

***

Story ini udah tamat. Tapi 3 chapter terakhir setelah ini aku mode privat.

Kalian bisa follow dulu buat baca lanjutannya ya. Open request buat follback kok ;)

FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang