Husen sedikit terkejut melihat Khanza ada di pondoknya, apalagi dengan wajah Khanza yang pucat. "Kuntet? Ngapain disini?" tanya Husen.
"Gue? Eh, gue.., gue..," Khanza bingung harus jawab apa.
"Lo kayaknya perlu cerita sama gue deh, Tet." Husen menunjukkan senyumnya, dia sangat aneh jika tersenyum. Khanza tiba-tiba saja tertawa.
"Gak usah senyum, Tet." Husen tau, kalau setiap dia tersenyum pasti Khanza selalu tertawa, entah kenapa.
"Gue senyum terus ah biar lo ketawa." kata Husen seraya tersenyum.
Sekarang senyuman Husen sudah seperti orang gila yang suka senyum-senyum sendiri. "Stop senyum, Kuntet. Lo jelek!" seru Khanza lalu berhenti tertawa.
"Oke deh. Biarlah muka gue jelek, yang penting hati gue cakep." Husen lalu mengangkat alisnya.
"Iya dehh, yang waras mah ngalah." Khanza lalu tersenyum tipis.
"Ngomong-ngomong, kenapa waktu itu lo cuek banget sama gue?" Baru saja Husen membuka mulutnya, Khanza langsung bicara lagi. "Gak usah dijawab. Gue udah tau kok jawabannya."
Khanza memicingkan matanya. "Lo pacaran sama anak santriwati disini ya?" Husen kali ini sangat terkejut.
"Tau dari mana lo?" tanya Husen serius.
"Wah! Ternyata benar, lo pacaran sama anak santriwati disini."
Muka Husen seperti marah juga bingung. "Lo tau dari mana, Khanza Halu?"
Khanza melepaskan tawanya. "Nebak aja sih, tapi parah lo, berani-beraninya pacarin orang tanpa sepengetahuan gue."
"Lo siapa? Emak gue aja gak tau kalo gue pacaran." Muka Husen saat ini sangat menyeramkan.
"Gue siapa? Haduh, gue dimana? Lo siapa?" Khanza berlagak ala-ala orang amnesia.
"Udeh, ayok ikut gue." kata Husen sambil berjalan.
"Eh! Mau kemana dulu, Kuntet!" seru Khanza yang masih duduk.
Melihat Husen telah menciptakan jarak yang lumayan jauh darinya, Khanza buru-buru mengejarnya. Akhirnya sampailah mereka disuatu tempat yang cukup ramai.
"Sekarang ceritain, kenapa tadi muka lu pucet." Ucap Husen serius.
"Gue gak kenapa-kenapa, Husen." Jawab Khanza.
"Lo gak bisa bohongi gue. Lo harus belajar buat berbohong sama ahlinya." Husen tau itu. Dari awal, Khanza emang gak bisa sukses membohongi orang.
"Jadi, gue.." Khanza lalu menceritakan tentang Rafael yang memeluk perempuan tadi.
Husen terlihat terkejut bukan main. "Demi apa?!" Khanza mengangguk. "Oke, sekarang lo tenang aja. Gue bakal selidiki, siapa perempuan itu." Husen menatap langit dengan tatapan tajamnya.
"Beneran?" tanya Khanza sedikit tak percaya.
"Iyalah! Lo kan sahabat gue." katanya mantap.
"Gue beruntung punya sahabat kayak lo, Tet." pikir Khanza.
Setelah dari situ, mereka berpisah. Husen sudah berjanji pada Khanza akan mengabarkan prihal itu, maksimal 3 hari setelah pertemuan mereka hari ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Shy Boy [6/6]
PovídkyLo boleh salahin gue. Gue tau gue salah besar sama lo. Sama diri gue sendiri, karena udah ngebohongin lo sama diri gue sendiri. Lo jangan lupain gue, tapi lupakan lah perasaan itu. Perasaan yang mengikat pada diri lo. Perlahan ... jangan dipaksa...