Khanza : "Maaf ya, Nar. Gue gak bisa dateng, lagi banyak pr banget nih."
Anara : "Lo musti dateng! Bawa aja pr nya, nanti kakak gue yang ngerjain."
Khanza : "Tapi.."
Anara : "Lo sahabat gue kan? Kali iya, lo nanti dateng. Oke!"
"Tuttt.." Sambungan telepon terputus.
"Masa sih, gue harus bawa pr-pr gue?" tanya Khanza sendiri melihat pekerjaan rumahnya yang menumpuk.
"Khanzaaaa..!!!" Seru seseorang dari luar rumah Khanza.
"Siapa ya?" tanya Khanza sambil berteriak lari membuka pintu. "Fara?"
"Ya ampun.. Pr lo banyak banget! Kerjain disini aja yah.. Lo rapih-rapih gih cepet!" Ucap Fara saat dia telah menginjak lantai kamar Khanza.
"Lo kok..?"
"Gue disuruh sama Anara, biar birthday party nya gak sepi-sepi amat." katanya sambil mengerjakan pr milik Khanza.
"Yeuhhh, dia kan temennya banyak." balas Khanza.
"Udehhhh! Cepetan."
Anara sengaja mengadakan pesta ulang tahun, dan hanya mengundang teman-teman masa SMP-nya saja. Entah apa tujuannya.
"Oke, gue ngumpulin kalian semua disini karena gue mau pindah ke Belitung dan gak bakal balik lagi kesini. Gue minta maaf sama kalian, karena gue pasti banyak banget salah sama kalian. Gue juga terimakasih banget buat kalian yang memberikan waktu kalian buat hadir di acara ini. Sampe Khanza yang bawa-bawa pr nya, makasih banget ya.."
"Main games yuk!" seru Fiyna. Semua berseru setuju.
"Eh.. Tapi main apa?" tanya Husen.
Serentak mereka semua ribut.
"Petak umpet!"
"Polisi maling!"
"Abc 5 dasar!"
"Uno dong!""Woi, stop!" seru Muthi. Semua mendadak diam. "Gimana kalo Truth Or Dare?" usul Muthi. Lalu hening seketika, dan.. "SETUJUUUU!"
"Gue yang puter botolnya ya," kata Anara memberi aba-aba.
Anara lalu memutar botol itu. Botol itu mulai berputar. Bergerak terus melambat. Botol itu mengarah ke Fiyna, eh, tapi botol itu masih berputar sangat perlahan. Husen, botol itu mengarah ke dia. Eh, tapi bukan juga. Dan botol itu akhirnya benar-benar berhenti mengarah ke arah Dyaf-sahabat Khanza juga.
"TRUTH OR DARE!" Seru 30 anak yang hadir kompak.
"Em.. gue pilih Dare deh," jawab Dyaf takut-takut. Kenapa harus gue yang pertama sih? -pikir Dyaf sebal.
"Gue ya. Berdiri dibelakang orang yang pernah melukai hati lo," Kata Khanza cepat.
"Lah kok? Gak ada yang pernah ngelukain hati gue kok." bantah Dyaf.
"Kok itu artinya lo bohong loh, kalau dibuku yang gue baca." Kata Haffa.
"Tapi gak ad--" Fiyna angkat bicara memotong pembicaraan Dyaf.
"Jangan munafik Dyf, gece ah." Akhirnya, Dyaf berdiri dan mulai melangkah ke belakang seseorang yang pernah melukai hatinya.
"Emang gue pernah ngelukain hati lo, Dyf?" Tanya Reno heran saat Dyaf berdiri dibelakangnya.
"Gak peka dasar!" seru Khanza.
"Tau nih," tambah Muthi.
"Gak ada kepentingan buat gue jawab pertanyaan lo." jawab Dyaf dingin, lalu kembali ke tempat duduknya.
"Lanjut!" seru Husen.
"Gantian, sekarang cowok!" seru Romi sambil mengambil alih botol itu. Lalu tanpa basa-basi lagi dia memutar botol itu. Dan botol itu akhirnya berhenti mengarah ke Rafael.
"Truth Or Dare?" tanya Ajai.
"Hm.." Rafael tampak berfikir keras.
"Cepet Rapp!" seru Anara.
"Gue pilih truth," katanya yakin. Terlihat dari mimik wajahnya.
"Boleh gue yang ngasih pertanyaan?" tanya Dyaf.
"Baru gue mau bilang, kalo gue aja." sahut Fara.
"Plisssssss.." kata Dyaf sambil menunjukkan wajah menyedihkannya.
"Iya-iya, muka lu gak nahan banget anjir." jawab Fara mengalah.
"Rafael.. Jawab dengan jujur atau lo dapet dosa atas kebohongan lo!" Kata-kata dari Dyaf mendapat anggukan dari Rafael. *Kayak mau di hipnotis yak?* LUPAKAN.
"Kenapa lo cuek banget sama Khanza?" pertanyaan itu membuat jantung Khanza seperti berhenti berdetak.
Khanza tanpa sadar menginjak kaki Dyaf dengan sengaja. "Ih, sakit." rintih Dyaf pelan.
"Gak ada pertanyaan lain apa?" tanya Khanza setengah marah.
"Sutttt, dengerin jawaban Rafael."
"Gue.. Ya, karena dulu gue gak suka sama dia. Jadi gue cuek. Gue gak mau ngasih harapan palsu ke Khanza," jawaban itu membuat hati Khanza sedikit teriris.
Tapi dapat membuat hati Khanza lega, karena telah mendapatkan jawaban dari pertanyaannya yang dulu.
"Tapi kenapa lo sekarang cuek lagi sama gue? Apa lo juga gak mau ngasih harapan palsu lagi, tapi kenapa? Lo bilang kalau lo bakal tetep bakal suka sama gue. Ihhh, kenapa lo tuh bikin gue puyeng terus sih?" kata hati Khanza, yang membuat Khanza melamun.
"Plak!" Khanza seketika sadar dari lamunannya.
"Apaan sih?" tanya Khanza sewot.
"Truth or Dare? Sekarang giliran lo," kata Rani dengan nada khasnya.
"Hah?" Khanza terkejut bukan main.
"TRUTH OR DARE!?" seru Adiva tak sabar.
"Dare! Eh, Dare?" sahut Khanza mendadak latah.
"Oke, tantangannya adalah.. sini deh," Anara lalu berbicara bisik pada Khanza.
"Ah gila! Gak mau!" seru Khanza kaget.
"Eh, tantangannya apaan?" tanya Via saat melihat ada sesuatu yang tidak beres.
"Kepo deh lo," sahut Dyaf.
"Emang lo tau, Dyf?" tanya Via pada Dyaf.
Dyaf lalu menggeleng. "Somplak!" seru Via geram.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shy Boy [6/6]
Kısa HikayeLo boleh salahin gue. Gue tau gue salah besar sama lo. Sama diri gue sendiri, karena udah ngebohongin lo sama diri gue sendiri. Lo jangan lupain gue, tapi lupakan lah perasaan itu. Perasaan yang mengikat pada diri lo. Perlahan ... jangan dipaksa...