Bright Fullmoon: Akhir

136 6 1
                                    

Deg Deg Deg...

Semua jantung yang ada di situ berdegup kencang.

Hosh Hosh Hosh...

Napas mereka juga menderu di tengah detik-detik krusial.

Namun saat akhirnya awan bergerak, sinar bulan pun dapat menyinari dan memperlihatkan apa yang sebenarnya terjadi.

.

.

Bulan purnama telah mengembalikan wujud Zoro yang sempat melemah tadi ke wujud Werewolf-nya saat reflek ikut melompat mencoba menghadang sang Iblis. Dan ia mendapati tangannya sudah terjulur masuk ke punggung kiri Sanji hingga tembus ke dada depannya, merobek jantungnya, dan menebarkan darahnya ke arah Robin yang hanya tinggal berjarak setengah meter di depannya.

Tepat waktu.

Sanji pun jatuh tersungkur ke tanah dengan tangan Zoro masih menancap di punggungnya. Sayapnya masih mengepak-mengepak mengenai Zoro ingin membebaskan diri sebelum akhirnya tenang karena kehabisan tenaga. Tangan kanannya yang tadi ia julurkan untuk menerkam Robin masih bergerak pelan. Zoro kembali ke wujud manusianya dan mencabut tangannya. Terlepas, Sanji lalu menyeret tubuhnya dengan tertatih, masih berusaha menggapai apa yang ada di genggaman wanita itu. Merasa paham apa yang sang Iblis ingin darinya, Robin pun berlutut, meletakkan tengkorak yang ingin Sanji gapai itu di hadapannya.

Sanji menyentuh tengkorak itu. Entah bagaimana bisa, bayangan tengkorak yang tergambar di retinanya tidak menunjukkan bayangan yang sama. Di matanya, tengkorak itu terlihat masih memiliki kulit yang utuh, bola mata berwarna hazel coklat masih ada, telinganya juga masih lengkap, bibirnya merekah, dan seluruh rambut jingganya utuh tergerai lebat. Tengkorak itu terlihat masih hidup dengan tubuh yang telah utuh dan tersenyum.

Iblis itu pun mengeluarkan air mata. Ia menyebut nama malaikat tercintanya. "Nami-san..."

Entah mungkin di dalam pandangannya, gadis yang disebut namanya itu dapat membalas panggilannya. Ia juga mengulurkan tangannya."Tidak apa-apa, Sanji-kun... Semua telah usai."  

Seolah terbebas dari kutukan yang menjeratnya bersama dengan kembalinya ingatannya, raut wajahnya tidak buas lagi –terlihat damai–. Sayap dan tanduknya perlahan mengecil dan menghilang. Kemudian, tangan dan kepalanya terkulai lemas. Matanya yang sudah kembali berwarna biru itu perlahan menutup. Dan, akhirnya, tubuhnya pun rontok menjadi butir-butir abu.

...Mati.

Ero-Leech.... Sambil tetap mengepalkan tangan,  Ia mengernyit memandang butiran abu yang berterbangan sebagian. Ia mengabaikan darah yang menetes dari tangannya, tahu itu bukanlah darah iblis yang bunuh barusan. Namun, tak ada yang bisa ia lakukan selain menerima kenyataan. Ia lalu berpaling pada Robin.

"Kenapa kau kemari, wanita?" hardiknya gusar. "Kau gila! Bagaimana kalau kau tadi terbunuh, hah?"

"Karena aku adalah vampir bodoh yang bisa mencintai seorang serigala," jawab Robin memasang senyuman khasnya.

Zoro merasa tersindir karena kalimat itu bagaikan balasan yang tepat atas sindirannya dulu. Wanita itu memang selalu bisa membuatnya bungkam. Tapi ia bisa melihat kejujuran di matanya, bahwa itulah jawaban atas pertanyaannya lima bulan lalu. Robin tidak memanfaatkannya, bahwa perasaannya bisa berubah seiring berjalannya waktu.

Robin mengangkat tengkorak itu, memandang sebentar kedua lubang matanya, kemudian dipeluknya. "Jika aku berada di posisi yang sama, aku akan melakukan segala cara untuk melindungimu meski harus berbohong. Sanji pasti juga begitu..."

Mereka kemudian saling berpandangan. Cukup lama hingga akhirnya Zoro bersuara. "Kita kuburkan mereka."

.

.

Pagi itu, matahari bersinar hangat. Tidak cukup menusuk bagi Robin yang mengenakan pakaian tertutup serba hitam. Ia berlutut mengalungkan rangkaian bunga di atas dua pusara sederhana berbentuk salib yang Zoro buat dari potongan kursi kayu yang ia ambil dari kapel, satu untuk Sanji dan satu untuk gadis kurang beruntung yang tak ia kenal bernama Nami. Zoro sendiri berdiri di belakang Robin dan membuat bayangan yang menutupi sinar matahari padanya. Abu Sanji dan tengkorak Nami mereka kuburkan persis di depan gerbang sekolah yang digembok untuk mengingatkan tragedi itu sekaligus ingin memberi kesan baru yang lebih damai bagi sekolah yang telah mengalami rentetan kejadian mengerikan itu.

Selesai berdoa, Robin pun berkata pada Zoro tanpa menoleh. "Kalau aku sampai berubah sepertinya, apa kau juga akan membunuhku?"

Kalimat itu mengingatkan Zoro bahwa masalah mereka belum berakhir. Benar bahwa Coven mengatakan akan menerima Robin kembali usai tugas ini, tapi apakah mereka bisa dipercaya? Benarkah mereka tidak ingin memusnahkan pengetahuan Robin yang masih menyimpan sejuta rahasia terpendam kaum vampir dari literatur sejarah yang ia simpan? Atau bagaimana jika mereka diam-diam tetap ingin memanfaatkan Robin untuk bereksperimen menciptakan Iblis yang dapat dikendalikan meski Sanji tak dapat kembal hidup-hidupi? Zoro bisa membaca situasi teraktual saat ini bahwa pihak Coven pusat tengah bersiap diri menghadapi serbuan Para Pembasmi di bawah pimpinan Monkey D. Dragon, bisa jadi mereka membutuhkan keberadaan para iblis untuk dijadikan tentara tambahan. Kaumnya sendiri tidak ingin terlibat, tapi jika itu benar kejadian maka mereka pasti tetap akan terseret demi mengurusi iblis-iblis ini agar tidak memangsa semuanya. Kalau itu terjadi, perang dunia akan benar-benar berkobar. Tidak bisakah mereka menyadari bahwa vampir dan pembasmi bisa bersama? Vampir dan werewolf juga bisa bersama? Ah, mungkin itulah maksud Tuhan menciptakan mereka terbagi-bagi menjadi 3 kaum berbeda, Zoro serasa mendapat pencerahan.

Ya, Zoro dan Robin sudah sama-sama tahu bahwa hal yang paling mereka percayai adalah diri mereka sendiri. Hal ini akan semakin pelik manakala mereka memilih menghilang dan mencari tempat hunian baru yang jauh dari pengaruh kekuasaan besar itu, karena mereka dapat langsung dicap pengkhianat dan akan semakin diburu sampai ke mana pun. Tak ada tempat yang aman. Risiko berubah demi melindungi diri akan menjadi besar. Tapi, menjalani hidup seperti itu kadang terasa lebih baik daripada hidup penuh kepalsuan dan tidak bebas. Dulu sebelum bertemu pun, mereka sudah terbiasa hidup nomaden sendirian, Robin tak menanggap Coven sebagai rumahnya.

Dan begitulah Zoro pun menjawab. "Hal itu tak akan terjadi," katanya singkat.

Entah mereka akan kemana setelah ini, yang jelas mereka kembali saling mempercayai satu sama lain yang sempat merenggang. Kali ini ebih erat.

SELESAI

--------------------------------------------------------------------------------------------------

Catatan: Theme song untuk bab ini adalah "Wind" dari FT ISLAND. Lagu sedih mencelos emang, buat SanjixNami doang sih. Zorobin-nya nggak ada ide, jujur udah nggak nge-ship mereka lagi hehe.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Two MoonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang