Prolog

745 150 289
                                    


Suasana club malam ini lebih ramai dari biasanya, dentuman demi dentuman keras yang sangat memekakkan telinga malah terdengar seperti lagu pengantar tidur bagi seorang Alan Dalvino Raffles, cowok berwajah western dengan mata hazel dan rambut coklat gelap itu sangat menikmati dentuman demi dentuman yang dimainkan oleh seorang DJ yang kebetulan adalah salah satu dari antara wanita yang pernah menderita karena Alan, lebih tepatnya MANTAN ALAN yang ditemukannya di Barcelona.

Alan kini sedang memojok bersama seorang wanita berambut blonde dengan baju berwarna merah menyala. Wanita itu bernama Sally, gadis yang ditemukan Alan di club ini.

Alan tersenyum manis dan sesekali mengedipkan mata genit pada Sally. Lalu Sally mulai mendekatkan bibirnya ke telinga Alan dan berbisik...

"I wanna something else, Alan...," ucapnya manja sambil menarik kerah kemeja Alan mendekat. Alan tersenyum dan menjauhkan tangan Sally dari kerahnya, lalu mulai mendekatkan wajahnya pada Sally.

"You want more, Sally?" tanya Alan dengan nada menggoda sambil tersenyum miring. Sally segera menarik kerah Alan dan memutar tubuh Alan sehingga kini posisi mereka bertukar.

"Yes, I want more!" ucap Sally membara. Alan segera memegang kepala Sally dan mengembalikan posisi mereka yang sebelumnya diputar Sally. Alan mulai mendekat ke arah Sally, yang membuat Sally memejamkan matanya sambil tersenyum menunggu Alan melakukan apa yang dia mau. Tapi, seketika senyuman itu hilang setelah Sally mendengar perkataan Alan.

"But I'm not..." Sally membuka matanya cepat dan kini Alan sudah berjalan menjauh. Sally hanya bisa membulatkan matanya menatap punggung yang kian menjauh dari pandangannya.

"You bastard, Alan!!! I hate you!!!!" ucap Sally berteriak saat punggung Alan tak lagi terlihat, seketika seluruh perhatian pengunjung club tertuju pada Sally.

***

Pandangan Alan sudah mulai kabur dan kepalanya saat ini terasa sangat berat. Ia sesekali meringis menahan rasa mual, pusing, dan ngantuk ini. Alan berusaha berjalan ke arah mobilnya yang sudah terlihat meski samar-samar, sampai sebuah suara menghentikan langkah Alan.

"Vin, lo mau kemana?" tanya suara itu menggema ke segala penjuru arah. Orang itu berlari ke arah Alan. Alan melihat bayangan seseorang yang mendekat ke arahnya. Alan tak dapat melihat dengan jelas siapa orang itu, tapi yang pasti itu adalah seorang pria.

"Lo mau kemana?" Ben-orang tadi- kembali bertanya setelah berada di depan Alan. Alan mengenali suara itu, ia pun segera menjawab pertanyaan Ben disela rasa sakitnya.

"Balik...." Ben yang melihat wajah Alan yang dipenuhi keringat dingin itu segera mengerti kalau Alan pasti kini sudah sangat mabuk dan tidak bisa mengemudikan mobilnya untuk saat ini karena itu akan sangat berbahaya- baik untuk Alan maupun orang lain.

"Mana kunci mobil lo?" tanya Ben pada Alan, yang tentunya langsung mendapatkan penolakan oleh Alan.

"Gue bi.. bisa pulang sendiri..." lirih Alan sambil melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Ben langsung mengejar Alan yang terus berjalan gontai, dan sesekali ingin terjatuh.

"Udah siniin!! Lo nggak akan bisa nyetir kalo kaya gini. Ini sama aja lo mau bunuh diri!" ucap Ben sambil mengambil kunci yang ada digenggaman Alan dengan paksa.

"Biarin aja gue mati.. biar dia kasian sama gue terus dia jadi balik deh hehe.." ucap Alan lirih sambil terkekeh pelan. Ben hanya diam melihat Alan yang terlihat masih sangat sakit itu.

"Udahlah ayo!" ucap Ben kini berjalan sambil memapah Alan yang kini sudah tak sadarkan diri.

***

Begitulah kehidupan seorang Alan Dalvino, club bagaikan rumah kedua baginya, ia setiap malam selalu ke tempat berisik itu untuk menenangkan diri.

Ia memang playboy, tapi ia tak pernah menyentuh wanita manapun, dan ia juga merupakan playboy yang tak tersentuh. Ia selalu bersama wanita baik itu di club, kantin, kelas, cafe, dimanapun.

Alan masih kelas sebelas tapi mungkin debit air mata yang dikeluarkan para wanita untuk menangisinya sudah sebanyak lautan. Tapi, jangan salah sangka meski begitu, seorang Alan Dalvino playboy yang tak pernah berciuman selama hidupnya.

Ya... TIDAK PERNAH SAMA SEKALI!!!

Alan menjadi playboy hanya untuk bersenang-senang, membuat mereka mencintainya dan berkata 'jangan pernah tinggalin aku, ya... aku ingin kita terus bersama.' Maka detik itu juga ia akan pergi dan mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakannya pada Sally di club.

Itulah seorang Alan Dalvino Raffles, The Untouchable Playboy...

Tapi siapa sangka dibalik senyuman dan kedipan mata itu ada hati yang terluka dan sampai saat ini luka itu masih sangat terasa baru dan semakin harinya rasa sakit itu semakin jelas terasa.

Playboy yang terlihat sangat sempurna dari luar tapi tidak ada yang tahu kalau selama ini dirinya sangat menderita dan mempunyai banyak masalah dalam hidupnya yang tetap memaksanya untuk terus tersenyum dan bersikap layaknya seorang playboy dan bersembunyi dibalik topeng bersenang-senang itu selama ini.

Ia sebenarnya hanyalah seorang pria lugu dan baik hati yang merasakan kejamnya dunia, yang membuatnya berubah...

The Untouchable PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang