🐈Mulmed: Alanna Stevanio🐈
***
Alanna's POV
Aku berlari tanpa henti dengan perasaan yang berbaur menjadi satu, kesal, takut, marah, sebal, dan senang... Aduh! apa yang kupikirkan? Aku pasti sudah gila sekarang.
Bisa-bisanya disaat seperti ini aku masih saja memikirkan cowok sialan itu, 'ini semua gara-gara Alan' batinku kesal. Tapi, tunggu... ini semua bukanlah mutlak kesalahan Alan, Sheryl juga ikut andil dibalik keterlambatanku ini.
Aku akhirnya tiba di depan kelas XI 1 R, kelas baruku. Aku melihat seorang wanita separuh baya yang sedang menuliskan sesuatu di atas papan tulis. Aku takut dan ragu untuk menginjakan kakiku ke dalam kelas yang keadaannya kini begitu hening dan tenang itu saat ini. Semua teman-temanku terlihat serius menatap ke arah depan. Aku pun memberanikan diri untuk mengetuk pintu itu.
Tok... tok... tok
Bu Wenny segera menoleh dan melihat ke arah ku, seketika tubuhku menegang dan mulutku terasa kaku. Aku terdiam ditempat, membeku sambil menundukan kepalaku dalam-tidak berani menatap ke depan- ketakukanku semakin menjadi saat aku mendengar suara sepatu pantofel yang beradu dengan lantai dibawahnya.
Author's POV
"Dari mana saja kamu, Alanna?" tanya Bu Wenny lembut, namun mampu mengintimidasi Alanna yang semakin menundukkan kepalanya menatap sepatu.
"Ma.. maaf, Bu saya telat." jawab Alanna masih dengan wajah yang tertunduk dalam.
"Kamu dari mana saja?? Ini sudah jam sebelas. Apa jam dirumah kamu mati?!" tanya Bu Wenny masih dengan nada yang lembut namun sangat kontradiktif dengan tatapan matanya.
"Maaf, Bu..." hanya itu yang bisa Alanna ucapkan, Bu Wenny hanya geleng-geleng kepala.
"Ya sudah, kali ini kamu saya maafkan. Sekarang cepat duduk!" Bu Wenny masih menatap Alanna geleng-geleng kepala.
Alanna mengangkat kepalanya perlahan, "Makasih, Bu." ucap Alanna pelan hampir seperti bisikan. Bu Wenny hanya menganggukan kepalanya dan tersenyum tipis lalu kembali ke arah papan tulis dan melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda.
Alanna mendudukkan bokongnya di atas kursi besi itu. Lalu ia berulang kali menghela napas lega, karena Bu Wenny tidak menghukumnya. Ia menelungkupkan wajahnya di atas meja. Zeevana-teman sebangku Alanna, sekaligus sahabatnya sejak SMP- menatapnya penuh tanda tanya.
"Dari mana lo, Na?" Zee-zee-begitu ia dipanggil- akhirnya membuka suara dan menanyakan pertanyaan yang sedari tadi ingin ia tanyakan. Alanna menatap Zee-zee sekilas sebelum kembali menelungkupkan kepalanya di atas meja.
"Na.. gue ngomong sama lo, nih. Bukan sama tembok!" Alanna tetap diam dan tak menggubris perkataan Zee-zee yang membuat cewek berambut pirang itu mendengus kesal dan memilih menatap datar kedepan mendengarkan Bu Wenny yang tengah menjelaskan tentang rumus-rumus kimia yang sebenarnya sama sekali tak ia mengerti.
***
Alan berjalan santai menuju kelasnya dengan sebuah kaca mata hitam yang bertengger indah di batang hidungnya. Dari kejauhan ia melihat seorang wanita bertubuh gemuk dan pendek berjalan keluar dari kelasnya. Melihat hal itu Alan segera berlari dan memanfaatkan situasi itu untuk kembali beraksi.
"Eh.. si curut datang!" ucap Calvin menatap sinis ke arah Alan yang kini sudah duduk di depannya. "Ape lu, jolay!?" Alan meletakkan tasnya sembarangan dan segera duduk manis di atas singgasana nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Untouchable Playboy
Roman pour Adolescents[HIATUS] Lalu, bagaimana jika 'masa lalu' mereka kembali dan mulai mengatakan apa yang selama ini Alan dan Alanna inginkan. Akankah mereka masih bisa bersama? Akankah mereka akan kembali terluka? "I'm a playboy but, I'm not bastard!" -Alan Dalvino. ...