Bab 02 Melangkah maju!

13.5K 1.4K 24
                                    

"Senyum Rain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Senyum Rain. Ada Summer adikmu."

Aku akhirnya berhasil mengulas senyum ku. Aku tahu, ini tidak adil untuk Abel. Saat ini kami berada di dalam restoran. Papa Mama Abel memberikan kejutan kepada Abel. Hari ini hari ulang tahunnya. Yang bodohnya aku tidak tahu apa-apa.

Aku bisa lupa seketika dengan hari ulang tahunnya. Pernikahanku sendiri sudah berjalan lebih dari 3 bulan. Tapi selama itu aku terlalu berkubang dalam kesedihan.

"Kakakku yang paling cantik."

Summer sudah langsung memelukku. Dia begitu cantik dan berkelas. Meski usia kami tidak terpaut banyak, tapi dia di besarkan di negara yang berbeda denganku. Summer memang adik kandungku. Tapi sejak lahir dia sudah di minta oleh Tante Aya. Aku sendiri sudah tahu cerita yang sebenarnya.

Kalau Mama cerita pasti akan meneteskan air mata. Tapi saat mendengar cerita Tante Aya yang depresi berat karena kematian Putri kandungnya, membuatku makin trenyuh. Saat itu hanya Summer yang bisa menyembuhkan depresi Tante Aya. Jadi dengan berat, Mama dan papa akhirnya berbesar hati untuk melepaskan Summer.

Bocah itu tapi setelah beranjak remaja sudah tahu kalau kedua orang tuanya yang asli adalah Mama dan papa. Bersyukur adikku itu tidak menghakimi siapapun. Dia malah dengan ceria menerima kenyataan kalau dia mempunyai dua orang tua.

Sekarang dia kembali ke Indonesia dan ikut Mama dan papa lagi setelah aku menikah. Tante Aya sudah merelakan Summer kembali ke sini untuk berkumpul dengan orang tua aslinya. Salut kepada keluarga papaku. Yang sangat bijaksana dan menyikapi semua hal dengan baik.

"Mama papa mana?"

Aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru restoran. Dan melihat papa dan Mama sedang berbincang asyik dengan kedua orang tua Abel. Mereka memang sahabat lama.

"Kak Abel selamat ulang tahun ya. Summer cuma bisa beri cium."

Summer langsung menghambur ke pelukan Abel. Pria yang kini tampak tampan dengan stelan jas kasual itu. Abel langsung merentangkan tangannya menyambut Summer. Ciuman di pipi Abel membuatku terhenyak

Summer memang selalu bersikap seperti itu kepada setiap orang. Tidak di pungkiri sejak bertemu Abel pertama kali mereka langsung akrab.

Summer sangat cantik. Kalau di lihat lagi dia jiplakannya papa. Sedangkan aku lebih mirip mama. Hidung pesek dan tidak begitu tinggi semampai seperti Summer.

"Mana pacarmu?"

Pertanyaan Abel itu membuat Summer melepaskan gelendotannya di lengan Abel.

"Enggak punya pacar. Masih belum bisa cari cowok sini. Maunya yang kayak kak Abel."

Abel tentu saja tertawa. Tapi matanya langsung menatapku. Membuatku gelisah.

"Aku sudah ada yang memiliki."

Jawaban tegas Abel malah membuatku mengalihkan tatapan. Aku tidak suka Abel yang menganggap kami suami istri idaman. Aku dan Abel memang menikah. Tapi itu hanya untuk memenuhi wasiat Rega di saat Rega menghembuskan nafas terakhirnya.

Dadaku sesak saat teringat itu lagi.

"Gaa..bertahanlah."
Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku sendiri merasakan nyeri di seluruh tubuhku. Darah ada di mana-mana. Tapi di atas pangkuanku Rega sudah sangat pucat pasi. Darah merembes dari kepalanya yang sudah membuat merah gaun putih ku.

Aku masih bisa merasakan saat truck di depan kami menyerempet. Rega membanting setir ke samping. Mobil memang terhindar dari truck itu. Tapi mobil oleng ke samping. Jalanan yang licin karena hujan membuat mobil hilang kendali. Dan saat itulah mobil menabrak pohon yang ada di kanan jalan. Aku terhempas ke samping, teriakan Abel di belakangku membuat aku seakan tersadar apa yang menimpa kami.

Tapi kepala Rega membentur kaca di pintu. Dan di sinilah aku. Duduk di atas rumput basah, sedangkan Abel yang sepertinya hanya lecet-lecet sekarang sedang meminta bantuan kepada semua kendaraan yang lewat. Aku dan Abel sudah bisa mengeluarkan Rega dari dalam mobil.

"Ga.. Bertahan. Kita angkat kamu ya?"

Aku sudah tidak bisa menatap Rega, kondisinya sudah parah. Tangis ku dari tadi tidak bisa berhenti. Jangan seperti ini Ga. Bertahanlah!

Abel sudah bersimpuh di sampingku. Tapi tatapan Rega sudah kosong.

"Siapapun tolong. Angkat dia ke mobil dia perlu di bawa ke rumahnya sakit."

Teriakanku pilu. Menyayat hati. Tapi tiba-tiba tanganku di genggam oleh Rega. Tangan yang sudah berwarna pucat dan sangat dingin itu membuatku menatap Rega. Dia tersenyum meski nampak kesakitan.

"Rai...n.. Me...nikah..lah dengan...Abel."

Suara itu begitu lirih tapi aku bisa mendengarnya. Aku tak tahu apa yang selanjutnya terjadi karena tiba-tiba semuanya gelap. Saat Rega juga berhenti bernafas untuk selamanya.

"Tiuup lilin."

Teriakan Summer dan juga semua orang yang kini ada di depanku mengembalikan mimpi buruk itu lagi. Kurasakan tangan Abel melingkar di bahuku. Dan saat menyadarkan diriku kutatap satu persatu orang yang mengelilingi meja besar di sini. Ada mertuaku, Mama papa, Summer, dan beberapa sahabat Abel.

"Aku ingin tiup lilin bersama istriku. Sudah siap sayang?"

Aku menoleh ke arah Abel lagi. Dia tampak tersenyum dengan manis. Tentu saja aku hanya mengangguk dan menurut. Bukankah ini akan menyenangkan semua orang?

*****

"Summer menempel kepadamu terus sejak tadi."

Aku merasa perlu megatakan itu. Kami sudah ada di dalam mobil milik Abel. Baru saja pesta ulang tahunnya berakhir. Tapi aku jengah melihat Summer terus menempel kepada Abel.

"Heeemm dia manis Rain."

"Cantik."

Aku bisa melihat Abel tersenyum saat aku meliriknya.

"Cemburu?"

Pertanyaan itu menyadarkan sikapku. Kenapa aku terlalu sebal dengan kedekatan Abel dan Summer?

"Enggak."

Jawaban ketusku membuat Abel mengulurkan tangan dan mengacak rambutku. Itu kebiasaannya. Dia selalu begitu sejak jadi sahabatku.

"Rain. Kamu kenapa begitu sinis denganku? Tidak bisakah kita kembali menjadi sahabat sebelum menikah?"

Aku terhenyak. Mengalihkan pandangan ke arah jalanan yang di lewati. Terlalu sulit untuk menjawab.

"Aku rasa semuanya tidak bisa kita kembalikan ke awal Bel. Rega sudah meninggal dan itu juga membawa jiwaku pergi."

Kejam memang. Tapi itulah jawabannya. Aku masih berduka. Tapi pernikahanku dengan Abel memang berlangsung pagi itu juga. Dimana Rega baru saja di makamkan. Tanahnya masih basah saat Abel mengucapkan ijab qobul. Aku sendiri tidak bisa menolak. Karena itu permintaan terakhir Rega. Kami juga tidak bisa membatalkan semuanya. Gedung, katering, undangan dan semuanya sudah siap. Meski kami tahu pernikahan itu seperti acara pemakaman. Karena aku tidak mau keluar untuk menyalami tamu. Aku hanya mengurung diri di dalam kamar dan menangis.

"Ok. Itu intinya kan Rain? Aku bisa terima asal kamu masih bisa hidup di sampingku."

Jawaban sinis Abel membuat hatiku mencelus. Tapi apa yang bisa aku lakukan? Aku harus terus maju dan hidup meski tanpa jiwa.

Bersambung

Nah udah ada penjelasannya ya...kenapa Rainy jadi anak tunggal...

RAINY DAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang