Bab 03 Musuh?

11.7K 1.4K 38
                                    

"Rain aku senang akhirnya kamu kembali bertugas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rain aku senang akhirnya kamu kembali bertugas. Hanya kamu reporterku yang berani maju sampai garis depan."

Aku kini menatap Pak Lukman. Kepala editor pelaksana di tempatku bekerja sebagai reporter di morning news.

"Maaf pak tapi saya kembali ke sini hanya ingin menjadi reporter di kolom olahraga. Selebihnya saya tidak tertarik lagi."

Aku memang sejak dulu senang dengan dunia olahraga. Maka dari itu aku memantapkan diri sekolah di bagian jurnalistik. Dan  hal itu juga yang menjadikanku bertemu dengan Rega.

Asap mengepul dari rokok yang tengah di jepit oleh Pak Lukman. Laki-laki tambun di depanku itu kini mengernyitkan keningnya. Tampak tidak suka dengan ucapanku.

"Kolom olahraga sudah di isi oleh Mirna. Kamu cuti 3 bulan dan berlubang dalam kesedihan, dan aku kan tidak bisa menunggumu. Lagipula Mirna bisa bergerak cepat."

Pak Lukman kembali menghembuskan asap rokoknya. Ruangan ini sudah bau rokok dan pengap. Rasanya dadaku sudah terasa begitu sesak untuk bernafas. Aku selalu tidak menyukai ruangan kepala editorku ini.

"Jadi bapak menawari saya untuk menulis di kolom bisnis?"

Aku menggelengkan kepalanya. Mengangkat tangan untuk menyerah.

"Itu bagus buatmu Rain. Kamu ini punya otak yang cerdas. Pintar bernegoisasi. Kamu kan bisa jadi reporter morning news yang utama. Kamu tahu kolom bisnis di koran kita menjadi berita utama. Apalagi sekarang ini berita yang sedang hangat-hangatnya. PT Global eyes sedang bersaing untuk menggulingkan perusahaan rivalnya Maratama tone. CEO Abel Handoko memang sangat handal. Aku ingin kamu mewawancarainya. Dia sedang menjadi trending topic di sini. CEO muda yang langsung melejit karena berhasil menumbangkan perusahan-perusahaan yang menjadi rival Global eyes."

Aku menatap Pak Lukman yang kini tampak memamerkan giginya itu. Sorot matanya yang ambisius memang terlihat jelas. Tapi aku tidak habis pikir kenapa Pak Lukman ingin aku pindah menjadi reporter di kolom bisnis? Atau memang karena Abel Handoko? Yang tak lain adalah suamiku saat ini.

Mematikan rokok di asbak bundar yang ada di depannya. Kini Pak Lukman menyeringai lebar kepadaku.

"Bukankah ini keuntungan morning news Rain? Kalau kamu adalah istri dari Abel Handoko? Maka dari itu aku ingin kamu mewawancarainya. Dia kan suamimu sendiri?"

Kejam.

Satu kata itu yang bisa aku simpulkan di sini. Pak Lukman sudah tahu aku menikah dengan Abel karena wasiat dari Rega. Bukan rahasia lagi memang, semua orang sudah tahu aku menikah dengan Abel karena apa.

"Anda menjebak saya pak? Jadi Anda mengijinkan saya masuk lagi ke morning news karena saya adalah istri dari CEO Abel Handoko yang sedang populer itu?"

Pak Lukman langsung mengangguk dengan cepat. Dia tidak menutupi kesenangannya.

"Ayolah Rain. Aku akan memberi kamu posisi yang baik lagi di sini setelah kamu berhasil membuat berita tentang Abel. Sekarang juga kamu meluncur ke kantornya. Besok pagi berita tentang Abel harus menjadi tajuk utama koran kita. Harus selangkah lebih maju dari koran lainnya. Karena Abel tidak mau menerima satu wawancarapun dari koran. Dia selalu menolak. Si Taufik saja yang aku kirimkan ke sana hampir satu Minggu ini belum berhasil. Kalau kamu kan istrinya..."

RAINY DAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang