Chapter 3

25 3 0
                                    

MATA Ashaline berbinar saat speaker yang ada didalam kelasnya berbunyi, tertanda bel istirahat telah tiba. Dengan sigap, ia langsung menyimpan seluruh peralatan tulis serta buku-buku yang berserakan ke dalam laci meja. Padahal, guru yang mengajar sama sekali belum keluar. Namun, ia sudah terlebih dulu mengeluarkan bekal yang dibuatkan oleh Papanya itu.

Teman-temannya yang melihat hanya menggeleng maklum. Ashaline memang terkenal sangat hobi makan. Terbukti tubuhnya yang sedikit melar, namun tetap saja gadis diluar sana yang melihat tubuh Ashaline akan merasa iri. Padahal bagi Ashaline tubuhnya sangatlah gemuk.

Cause foods is my life.. -Ashaline-

Begitulah wanita..

"Asha, kamu kebiasaan deh. Padahal kan Pak Khairul belum keluar." bisik Ayra, teman sebangkunya sekaligus meringkuk sebagai sahabatnya.

Ashaline hanya memasang cengiran khasnya. Saat membuka kotak bekal makanannya, aroma nasi goreng bercampur sosis bakar menyeruak melalui rongga penciuman Ashaline. Tentu saja aromanya sangat menggoda. Membuat perutnya terasa semakin lapar.

"Wah, nasi goreng sosis bakar!" seru Ayra.

Ashaline mengangguk, lalu tersenyum tipis.
Ia mengangkat kepalanya, mendongak kearah meja guru. Baru saja Pak Khairul lewat dihadapannya. Itu artinya ia bisa melahap bekalnya dengan sigap. Akhirnya, ia bisa bernapas lega.

Ia menoleh kearah Ayra yang masih sibuk menyalin catatan dipapan tulis. Tangannya perlahan mendekatnya kotak bekalnya kearah Ayra.

"Kamu mau?" tawarnya.

Ayra menggeleng pelan, ia masih sibuk berkutik dengan pulpennya. Merasa tak diacuhkan, membuat Ashaline bersungut sebal. Tanpa sadar, bibirnya mengerucut lucu.

"Kalau begitu, aku makan duluan." putusnya.

Baru saja ia menyendok nasi gorengnya, namun tiga orang siswi masuk kedalam kelasnya dengan raut wajah heboh. Ashaline menoleh sekilas, selanjutnya ia kembali berkutik dengan bekalnya. Masakan Papanya memang tak pernah meleset. Selalu saja enak dan lezat. Entah apa rahasianya.

"Hei, aku mau kasih ini." ujar salah satu dari tiga siswi tadi.

Makan Ashaline terhenti. Ia menatap sebal kearah tiga siswi tersebut. Bisa-bisanya mereka menganggu jadwal makan Ashaline.

Tatapannya lalu beralih kearah kado berukuran kecil yang disodorkan oleh siswi tersebut. Alis matanya terangkat, tanda ia tak mengerti. Seakan mengetahui kebingungan Ashaline, siswi itu lalu memberikan penjelasan.

"Ini kado untuk om Afrian. Jangan lupa dikasih ya Ashaline. Kalau begitu, aku pergi dulu. Terima kasih, dah!"

Ashaline melongo. Ia menatap kepergian siswi itu dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

Bagaimana ia tidak kesal, baru saja teman seusianya memberikan sebuah kado pada Papanya.

Ingat, Papanya!

Apakah hal ini wajar? Memang, Papanya terbilang cukup muda, yakni umurnya baru 35tahun. Tetapi, haruskah mereka mengejar om-om umur 30an? Dan yang lebih parahnya lagi, Papanya masih memiliki seorang istri yang sah.

Dengan sedikit kesal, Ashaline menyimpan kado itu kedalam tas. Namun, ia menyimpannya dengan melemparkan begitu saja. Tak peduli mau kado itu rusak atau bagaimana.

Ia berusaha menepis rasa kesalnya, lalu kembali melanjutkan kegiatan makannya. Karena merasa kesal sedari tadi, bahkan Ashaline tak menyadari bahwa Ayra sudah menyendok bekalnya juga.

"Sabar, Sha. Mereka kan cuma nge-fans sama bokap kamu." ucap Ayra pelan.

Ashaline mengangguk. Entah kenapa tiba-tiba mood makannya mendadak hancur begitu saja.

ASHALINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang