GEMERICIK suara rintik hujan memenuhi indra pendengaran Ashaline. Gadis cantik itu saat ini masih senantiasa terlelap dibawah selimut bergambar doraemon miliknya.
Ia melirik ponselnya, mengecek jam yang tertera disana.
05.30 a.m
Ia menguap berkali-kali. Memaksakan tubuhnya untuk bangkit, lalu merentangkan kedua tangan guna merilekskan tubuhnya.
Namun, sebuah kerutan nampak jelas didahinya. Biasanya jam lima Papanya sudah berisik membangunkannya. Namun, ini sudah lewat setengah jam. Apakah Papanya ketiduran? Tapi, ia rasa itu tidak mungkin.
Tak mau berlama-lama, gadis beralis minimalis itu langsung bangkit dan berjalan menuju kamar Papanya. Entah mengapa firasatnya seperti tidak enak.
I hope you better, dad..
Saat membuka kenop pintu, alis Ashaline bertaut. Papanya masih bergelung dibawah selimut tebalnya. Kedua matanya terpejam, dan Papanya terlihat seperti.. menggigil?
Ashaline langsung berlari kearah Papanya. Ia mengecek suhu tubuh Papanya dengan mendekatkan telapak tangannya pada dahi Afrian. Dan, sontak saja kedua matanya membelalak.
"Papa! Kenapa tidak bilang pada Asha kalau Papa demam?!" pekik Ashaline cemas.
Mendengar teriakan putri kesayangannya, reflek kedua mata Afrian terbuka. Ia memaksakan seulas senyum.
"Morning my princess.." cicitnya.
Mata Ashaline terlihat tengah berkaca-kaca. Ia rasanya tak kuasa saat mendengar suara Papanya yang terdengar begitu lemah. Ia tak tega melihat Papanya bergelung dibawah selimut dengan suhu tubuh diatas rata-rata, serta wajah pucat pasi seperti itu.
Tentu saja ia tak pernah menginginkan hal ini terjadi.
Afrian yang menyaksikan mata berkaca-kaca Ashaline langsung menarik putri tunggalnya itu kedalam dekapannya. Ia tahu, saat ini gadisnya itu tengah khawatir.
"I'm okay, princess. Kamu sudah shalat shubuh? Maafkan Papa, tadi Papa sudah shalat duluan." ujar Afrian.
Ashaline yang paham hanya mengangguk.
"Asha shalat dulu. Setelah itu kita ke dokter."Afrian hanya bisa menyunggingkan senyum tipis. Anak gadisnya itu begitu cerewet dan bawel jika menyangkut dirinya. Namun, ia menyukainya.
Twenty minutes later..
Ashaline melipat mukena yang baru saja selesai digunakannya. Setelah itu, ia dengan sedikit berlari menuju kamar Papanya. Ia benar-benar khawatir akan keadaan Papanya itu.
"Bagaimana keadaan Papa?" tanya Ashaline.
Afrian mengangguk, "Papa sudah baikan." jawabnya dengan suara serak.
Namun, Ashaline langsung memelotot. Ia tahu Papanya itu selalu saja bertingkah seolah ia baik-baik saja. Ia terlalu pandai menutupi semuanya. Dan, jangan pikir Ashaline tidak mengetahuinya.
Ashaline begitu dekat dengan Papanya, maka dari itu kontak bathin mereka terikat dengan sangat kuat.
Ashaline menempelkan telapak tangannya ke dahi Afrian. Namun, masih saja suhu tubuh Afrian belum turun. Ia langsung mendudukkan Papanya secara paksa. Membuat Afrian yang awalnya kaget, menjadi pasrah.
"Biar Asha yang bawa mobil." ujar Ashaline.
Afrian menghela napas pasrah. Putrinya itu sangat mirip dengan Bundanya. Sama-sama keras kepala, cerewet, dan bawel.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASHALINE
Teen FictionKisah ini akan menceritakan tentang kedekatan seorang ayah dengan anak perempuannya. Bagaimana mereka saling mengisi layaknya teman, sahabat, ayah, ibu dan semuanya terpadu menjadi satu.