Shubuh ini seperti biasa, Afrian tengah menyingkap gorden jendela kamar Ashaline. Tak lupa, ia membangunkan anak gadisnya itu dari tidur lelapnya. Setelah seharian kemarin ia berkutik dibawah selimut, akhirnya sekarang kondisi tubuhnya sudah pulih kembali.
"Asha bangun! Ambil wudhu, Papa tunggu dimusholla." ucap Afrian lantang.
Dalam satu gerakan, Ashaline langsung mendudukkan tubuhnya. Namun, matanya masih terpejam. Ia tengah berusaha menormalkan serta merilekskan semua anggota tubuhnya.
Afrian yang menyaksikannya mau tak mau mengukir garis lengkung dibibirnya. Tak terasa, kini anak gadisnya sudah besar. Rasanya baru kemarin Ashaline merengek-rengek untuk digendongnya. Waktu memang terasa cepat.
"Morning my beloved dad!" sorak Ashaline.
Afrian berjalan mendekatinya, lalu mencium dahi Ashaline lembut.
"Morning too my princess.." balasnya.
Ashaline tersenyum sumringah. Ia bahagia, akhirnya Papanya sudah sembuh. Saat melihat kondisi Papanya yang lemah, entah mengapa membuat hati dan perasaannya mencelos seketika. Ia tak ingin melihat Papanya terbaring lemah. Ia tak tega melihat Papanya merintih kesakitan.
Papa adalah segalanya. Tak akan pernah kubiarkan Papanya menderita. Sekalipun, Ashaline harus bertaruh nyawa. Tak mengapa, untuk Papa tak ada yang tak bisa. Papa.. lelaki pengobat luka. Serta penerang, dikala gelap gulita. Asha, sayang Papa. -Ashaline-
"Sudah, sana cuci muka, ambil wudhu. Kita shalat berjama'ah." tukas Papanya.
Ashaline mengangguk patuh. Ia turun dari tempat tidur dan melenggang memasuki kamar mandi.
Afrian tersenyum tipis melihat tingkah putri kecilnya itu. Ia menghela napas pelan, setelah itu berjalan keluar dari kamar Ashaline.
*
Afrian meringis saat ia membuka lemari pendingin. Tak ada satu bahan bahan pun yang tersisa. Sejujurnya, ia merutuk dirinya. Bisa-bisanya ia lupa untuk belanja bulanan. Ia tak sadar, bahwa bahan-bahan makanan yang ada didalam lemari pendingin sudah habis.
Jika keadaan seperti ini, lantas ia harus membuat masakan apa untuk sarapan Ashaline? Tak mungkin ia membuat mie instan. Itu sangat tidak sehat.
Ia menghela napas. Beranjak mengambil dua buah gelas panjang, lalu mengambil dua bungkus minuman cokelat. Setelah itu, ia menyeduhnya dengan air panas.
"Halo Papa!!!" sorak Ashaline dengan ceria.
Afrian tersenyum kikuk. Apa yang harus dikatakannya pada Ashaline. Bisa-bisa nanti gadis itu kecewa dengannya.
"Papa kenapa sih? Oh, Asha tahu! Pasti karena bahan-bahan makanan kita stocknya sudah habis, ya?" ucap Ashaline santai.
Lantas, bola mata Afrian membulat sempurna. Bagaimana bisa gadis itu mengetahuinya?
"Kamu, tahu?" tanya Papanya penasaran.
Ashaline mengangguk antusias.
"Kenapa tidak beritahu Papa?" tanya Afrian gemas.
Afrian mengacak-acak puncak kepala Ashaline. Gadis itu selalu saja membuatnya gemas dan geram.
"Tak apa, bagaimana kalau nanti malam kita belanja?" ajak Ashaline.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASHALINE
Teen FictionKisah ini akan menceritakan tentang kedekatan seorang ayah dengan anak perempuannya. Bagaimana mereka saling mengisi layaknya teman, sahabat, ayah, ibu dan semuanya terpadu menjadi satu.