Candu Kepahitan

27 4 1
                                    


Ranma memandangi wajahnya melalui sebuah cermin kecil yang ada di tangannya. Bukan luka lebam di wajah itu yang menjadi fokusnya tapi sudut bibirnya. Entah bagaimana semakin dia memandangi bagian itu rasa nyaman saat Becca melakukan sentuhan lembut di sana seperti bisa dia rasakan lagi.

Bagaimanapun juga Becca tetap menjadi satu-satunya gadis yang membuatnya merasa nyaman. Ya, kebanyakan gadis yang mendekati Ranma menggunakan cara yang terlalu agresif. Dan itu membuat Ranma semakin tidak yakin pada mereka. Tapi Becca berbeda. Kalau semua gadis yang mendekati Ranma selalu masuk ke dalam studio dan bahkan ada yang menunggui Ranma sampai mau memakan atau meminum semua yang mereka berikan, Becca lebih memilih untuk menunggu Ranma selesai latihan di depan studio. Bahkan Ranma pernah hanya menemukan sebuah botol dan sebuah kotak makan berisi lumpia dengan tulisan seperti ini diatasnya 'kamu pasti capek habis latihan band, aku nggak mau masuk karena nggak mau ganggu kamu. Ini ada minuman sama lumpia kesukaan kamu dari aku. Kalau suka makan aja, kalo enggak dibuang juga nggak apa-apa. Yang penting kamu udah tau kalo aku peduli sama kamu' -Becca-. Satu hal yang akhirnya membuat Ranma yakin bahwa Becca memahami dirinya. Becca mengerti batas nyamannya.

Becca adalah satu-satunya gadis yang membuat Ranma percaya bahwa love do exist. Becca juga yang akhirnya membuat Ranma mempercayakan hatinya untuk pertama kalinya pada seorang gadis. Tak ada manusia yang sempurna. Begitu juga Ranma. Meskipun dia adalah cowok ganteng, pintar, keren, anak orang kaya sekaligus vokalis band yang digilai banyak gadis di sekolah, diluar semua kelebihannya itu Ranma adalah tipe orang yang agak sulit bergaul dan sulit akrab dengan orang lain. Dia juga tidak pandai mengungkapkan perasaan. Khususnya pada lawan jenis. Hingga akhirnya Becca-lah yang mengungkapkan perasaannya pada Ranma. Ranma masih bisa mengingat jelas bagaimana Becca menyatakan isi hatinya.

Sore itu mereka berada di pantai Marina. Mereka berdua duduk di salah satu gazebo yang ada di pinggiran pantai. Lagu Faded dari Alan Walker yang diputar dari ponsel Ranma mengiringi matahari yang hendak beranjak menenggelamkan dirinya senja kala itu.

"Kok bisa pas banget sih kamu ngajak aku kesini senja gini," kata Ranma. Pandangannya tak beralih dari langit jingga di depan sana.

"Sengaja, katanya kamu suka senja," balas Becca. Gadis itu tak henti memandangi wajah kagum Ranma.

"Masak sih! Tahu dari mana?" Ranma mengalihkan pandangannya pada Becca.

"Dari temen-temen kamu."

Suasana hening sejenak. Ranma kembali memandang langit jingga. Becca sedang mengatur nafas dan ritme detak jantungnya. Sesuatu yang akan dia lakukan ini bukan hal mudah. Bahkan bisa dikatakan nekat.

"Ra..Ranma." dengan terbata Becca akhirnya mulai memanggil Ranma. Becca melihat Ranma menoleh padanya tanpa menjawab panggilannya. Tatapan tajam itu membuat dentuman di dada Becca terasa semakin cepat ritmenya. Suhu tubuhnya mulai panas dingin.

"Se.. seandainya hubungan kita lebih dari temen... kamu setuju nggak kira-kira?" akhirnya Becca memberanikan diri mengeluarkan kalimat yang lebih terdengar seperti pertanyaan itu dari mulutnya. Dengan segala keberanian yang telah dikumpulkan Becca berusaha menatap Ranma. Menunggu jawaban dari cowok itu. Lama-lama Wajah Becca mulai memanas. Waktu sudah berlalu selama beberapa puluh detik namun tak kunjung Becca dengar ada suara keluar dari mulut Ranma. Cowok itu malah menatapnya dalam.

Becca akhirnya memalingkan pandangannya kedepan. "Mmm.. yang tadi itu nngg.. nggak usah didengerin, anggep aja aku lagi belajar latihan drama... tentang seorang gadis pemimpi yang mendambakan cinta seorang pangeran ... sekarang kita pulang yuk kayaknya udah mulai gelap." tanpa Berani memandang kearah Ranma lagi, Becca memakai tas punggung yang tadi diletakkannya dan segera beranjak turun dari gazebo.

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang