1

811 93 7
                                    

"Min Yoongi!"

Hari ini adalah kali pertamaku menginjakan kaki di kota Daegu. Ayahku harus bekerja disini selama musim panas, menggantikan partner kerjanya yang mendadak sakit parah sehingga tidak memungkinkan untuk kerja dinas.

Ayahku membawaku ikut, berhubung liburan musim panas akan berlangsung lama, dan Ibuku serta kakak perempuanku lebih sering pergi berdua untuk belanja.

"Lebih baik kau temani Ayah bekerja, dari pada jadi kanvas percobaan kakakmu yang senang mendadani orang."

Benar juga, kakakku adalah seorang make up artist dan pemilik butik yang cukup terkenal di Gwangju, dan tak jarang aku dipaksa memakai barang-barang koleksinya, hingga dijadikan katalog gratis olehnya, katanya lumayan daripada harus menyewa model lain.

Sumpah demi Tuhan, aku masih SMA.

Akhirnya disinilah aku, bersama dengan Ayahku yang baru saja sampai di rumah keluarga Min, rekan kerja Ayah yang akan membantunya selama 100 hari ia berada disini.

"Sepertinya anak itu masih tidur, aku mohon maaf oppa, anakku memang sulit dibangunkan," Nyonya Min terlihat malu karena sedari tadi panggilannya tidak dijawab.

Ini sudah jam 12 siang, bagaimana bisa seseorang tidur selama itu?

Aku termasuk orang yang menyukai kegiatan pagi, mungkin ini sedikit menurun dari Ibuku, aku selalu menjadi orang yang bangun terpagi setelah Ibuku. Bahkan tugasku dirumah adalah membangunkan kakak perempuanku dan membereskan rumah.

"Tidak apa, aku yakin besok-besok ia akan bangun lebih pagi. Hoseok adalah rajanya bangun pagi dirumah."

Aku menyenggol ayahku yang tertawa sembari menepuk pundaku, tidak baik berkata seperti itu. Itu hanya membuat Nyonya Min semakin malu, dan akan menjadi sangat tidak sopan jika Min Yoongi itu mendengarnya.

"Maaf, aku tidak bermaskud."

"Tidak apa, akan sangat membantu jika Hoseok benar-benar akan menemani Yoongi selama musim panas ini. Kulitnya sangat pucat seperti vampir, aku berharap kau bisa mengajaknya berkeliaran diluar yah?"

Aku terkejut ketika tangan pucatnya menggengam kedua tanganku dengan hangat. Ini memang perasaanku saja, atau memang tangannya juga terlihat pucat dan dingin. Tidak heran jika ia memangil anaknya sendiri dengan sebutan "pucat"

Aku akhirnya mengangguk setuju, lagi pula tidak ada yang bisa kulakukan disini bukan? Perkerjaan Ayah bukanlah sesuatu yang dapat aku bantu, karena jujur aku masih sekolah dan bidang pekerjaan Ayah sama sekali tidak ku mengerti. Aku lebih suka musik, seni, dan tari daripada harus belajar sesuatu tentang fisika, gaya, momentum dan sebagainya.

Ya, ayahku adalah seorang guru yang sedang ikut dinas pelatihan di Daegu.

"Suamiku sudah menyiapkan kamar untuk kalian berdua, maaf sekali kami hanya dapat menyediakan satu kamar, kamar itu milik kakak laki-laki Yoongi yang sekarang sudah bekerja di Seoul dengan restorannya."

"Oh? Restoran mana? Kau tidak bilang padaku kalau anakmu sudah sukses! Anak perempuanku juga akan segera membuka gerai baju disana!"

Sepertinya baik Nyonya Min dan Ayah sudah dekat sedari dulu, bahkan ia memanggil ayah dengan sebutan Oppa, dan jelas Min dan Jung bukan saudara.

"Aigoo, kau yang menghilang dibalik buku-bukumu setelah lulus dari sekolah. Kenapa tidak bilang padaku jika kau pergi dan menetap di Gwangju, padahal kau sendiri tinggal disini sedari kecil."

"Ayah pernah disini?"

Ayahku hanya tersenyum kikuk, ia tidak pernah bercerita padaku bahwa ia pernah bersekolah di Daegu, bahkan akta kelahiran Ayah di Ilsan. Sebenarnya Ayah ini berasal dari mana?

"Yah, dulu orang tuaku merantau. Jadi aku sering pindah-pindah kota."

Aku hanya menggumam sembari menyesap es teh manis yang dibuatkan Nyonya Min. Hari ini adalah musim panas pertama, dan suhu diluar sedang panas-panasnya, bahkan hidungku sudah terbakar merah sekali padahal waktu belum menunjukan pukul 12 siang saat aku sampai di Daegu.

"Oh! Lihat siapa yang turun dengan wajah seperti itu," Nyonya Min menatap anaknya yang turun dari tangga dengan tatap sinis. Kedua matanya memicing sembari berdecak sebal melihat tingkah anaknya yang masih berjalan setengah sadar menuju dapur di belakang aku dan Ayah yang masih duduk di sofa, dan pergi mengambil air putih tanpa mengucapkan salam sedikitpun.

Sangat tidak sopan untuk ukuran remaja laki-laki.

"MIN YOONGI! AKU SEDANG ADA TAMU DISINI! BISAKAH KAU SOPAN SEDIKIT!"

Bukan Yoongi yang terkejut, namun aku dan ayah kompak menutup telinga dan memejamkan mata karena teriaknnya.

"Ya! Sudah umur berapa dirimu masih teriak teriak seperti itu! Aish telinga malangku~"

Aku tidak mengerti dengan kedua orang dewasa di depanku ini, kenapa mereka sangat berlebihan hingga membuat telingaku sakit. Aku lebih tertarik mengamati lelaki yang sungguh, benar-benar pucat!

Dan bagaimana ia bisa mewarnai rambutnya biru terang seperti itu? Jika aku memiliki warna rambut sepertinya aku pasti sudah dijambak ayah dan ibu.

Rupanya teriakan ibunya tidak membuat Yoongi bergerak dari tempatnya, lelaki yang penuh dengan tindikan di kanan dan kiri telinganya itu hanya diam dan menghabiskan air mineral tanpa merespon apapun ucapan ibunya. Aku berani jamin ia adalah satu dari anggota preman preman sekolah yang tidak bisa dilawan. Bahkan aku berani jamin ia anak yang dominan, melihat kelakukan ibunya seperti tadi.

"Yoongi. Jangan buat aku panggil ayahmu untuk pulang jika kau tidak berlaku manis."

Aku hampir saja tertawa lepas jika bukan karena aku tamu disini. Bagaimana tidak, mendengar satu nama itu di sebutkan oleh ibunya, ia langsung meletakan gelas di cucian piring dan datang seperti anjing penurut ke arah kami, bahkan ia repot-repot mengucapkan salam dengan bungkukan 90 derajatnya.

Rupanya preman sekolah ini masih punya respect dengan orang tuanya, tidak terlalu buruk.

"Selamat siang, namaku Min Yoongi. Maaf aku berlaku tidak sopan di awal."

Ayahku tertawa dan menepuk pundaknya sama seperti ia menepuk pundakku tadi, ia meminta Yoongi untuk duduk berhadapan denganku dan saat itu, untuk pertama kalinya, mata kami bertemu.

Tatapan mata mengantuk namun tajam, yang tidak bisa aku lupakan bahkan setelah lama aku tidak bertemu dengannya dikemudian hari.

Tidak ada senyum terukir diwajahnya, berbeda denganku yang dengan ceria memberanikan diri untuk menyapanya, "Aku Jung Hoseok! Salam kenal dan mohon bantuannya untuk 100 hari kedepan!"

Namun sepertinya ia memang tidak peduli dengan keberadaanku atau tujuanku datang ke Daegu. Satu-satunya yang membuatnya duduk disana hanya karena takut ibunya akan melapor pada ayahnya.

Bagaimana aku akan menghabiskan waktu 100 hari disini dengan seorang lelaki yang bahwa tidak bicara sedikitpun?

Our Last Summer || SOPE [COMPLETED]Where stories live. Discover now