Part 3

2.6K 342 28
                                    

"Apakah ciri khas kita sudah terlupakan?"


Pak Andri melihat ada yang tidak beres pada putra pertamanya. Sejak makan malam sampai mereka berkumpul di ruang tv. Alfa lebih banyak diam. Seperti memikirkan sesuatu. Ingin rasanya menegur namun ia tidak mau mencampuri masalah anak. Sebelum Alfa bicara sendiri.

"Alfa?" tegur Pak Andri.

"Iya, Pa?"

"Gimana udah ada proyek masuk?"

"Udah, Pa. Proyek pembangunan jalan. Walaupun jumlahnya nggak gede tapi alhamdulillah masih ada yang percaya. Perusahaanku kan baru," jawab Alfa.

"Iya, nggak apa-apa. Yang penting ada yang percaya sama PT kamu." Alfa membangun perusahaan kontruksinya sendiri. Awalnya ia seorang arsitek, melanjutkan pekerjaannya ayahnya dulu. Karena ia ingin mempunyai pekerjaan tetap dan tidak mau di atur orang. Sehingga memutuskan untuk membuat perusahaan dengan tabungannya sendiri. Meskipun tabungannya terkuras habis. Namanya juga perjuangan harus ada yang dikorbankan.

"Iya, Pa.." Alfa tersenyum.

"Kamu udah setuju dengan keputusan Papa untuk ngejodohin kamu sama anaknya temen Papa?"

"Pa, apa Alfa harus dijodohkan?" Ibu Nindya kurang setuju. Seharusnya anak-anak memilih sendiri calonnya masing-masing. Ia tidak mau karena keegoisan orangtua, pernikahan mereka berakhir ditengah jalan.

"Alfa udah tiga puluh tahun, Ma. Sampai sekarang dia belum juga bawa calonnya. Bian dan Chilla udah nikah. Alfa udah dilangkah dua kali. Papa yakin anak yang mau dijodohin sama Alfa itu anaknya baik."

"Baik katamu belum tentu baik untuk Alfa," sanggah Ibu Nindya.

"Udahlah Ma, aku setuju kok dijodohin. Orangtua nggak mungkin kan milih cewek yang nggak bener untuk anaknya. Jadi aku setuju di jodohkan dengan pilihan Papa." Alfa tidak mau kedua orangtuanya berseteru masalah perjodohannya. Ibu Nindya mendelik ke arah Pak Andri.

Di rumah mereka hanya tinggal berempat saja. Pak Andri, Ibu Nindya, Alfa dan Delta. Bian dan Chilla telah pisah rumah. Mereka sudah menikah.

"Kak, gimana kalau ceweknya jelek?" tanya Delta meledek.

"Kamu ini!!" tegur Pak Andri. "Ceweknya itu cantik ngelebihin Mamamu," lanjutnya. Ibu Nindya melotot. "Ada blasteran Jermannya. Kan bisa memperbaiki keturunan. Umurnya dua puluh tahun, pas untuk nikah kan?"

"Muji-muji cewek lain. Dulu yang nggak mau pisah siapa?!" Ibu Nindya menatap garang Pak Andri. Alfa dan Delta menahan tawanya.

"Iya, kan itu dulu.." Pak Andri menjadi serba salah. Ia salah bicara.

"Kalau sekarang gimana?" tantang Ibu Nindya.

"Ya, aku nggak mau pisah juga. Kamu cantik di mataku, Nin."

"Tadi katanya cewek yang dijodohin Alfa yang cantik!" Pak Andri memukul mulutnya. Ibu Nindya beranjak dari sofa lalu pergi ke kamarnya.

"Gara-gara kamu Mama jadi marah!" ucapnya pada Delta. Ia segera menyusul istrinya.

"Siapa yang mulai juga," ucap Delta merengut. "Aku mau tidur ah," ia bangkit dari sofa menuju kamarnya.

Tinggallah Alfa seorang diri dikeheningan malam. Katanya cinta pertama itu sulit dilupakan. Rasanya seperti berjalan di jalan yang tidak pernah ada. Ia masih mengingat bagaimana kebersamaan mereka dulu.
Seiring berjalannya waktu, ternyata semakin dalam. Pikirannya akan berubah karena kerinduan itu telah berlalu. Namun jam di hatinya seolah telah rusak. Ia terjebak di waktu yang sama.

One More Chance (GOOGLE PLAY BOOK) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang