Bagian Satu

17 1 0
                                    

"Ketika DIA datang."
-20.00-

Seorang gadis sedang memegang sebuah benda pipih di tangannya dengan gusar. Ia berjalan mondar-mandir kesana dan kemari dengan pikiran yang kacau balau. Bahkan tatapan matanya yang sedari tadi menatap benda itu tidak mampu beralih darinya. Tangan kanannya meremas rambut panjangnya dengan frustasi.

Aduh, apa yang harus ia lakukan? Sudah berapa kali ia mencoba menghubungi lelaki itu, tetapi tidak ada balasan pun darinya yang membuat gadis yang bernama Raletta Analezze itu membanting ponsel dengan kesal ke arah kasur empuknya.

"Lo ngeselin banget sumpah!"

Kata-kata itu sudah entah keberapa kalinya terucap. Tidak ada umpatan-umpatan kasar yang ia utarakan seperti kebanyakan orang. Entahlah jenis manusia seperti apa dia, yang jelas dia manusia dengan berbagai sifat anehnya.

"Mama..."

Awan kesal menghilang seketika seusai mendengar suara meneduhkan itu. Suara malaikat kecilnya yang selalu bisa menghilangkan mood buruknya dan melukiskan mood indahnya. Lengkungan senyum dan rentangan tangan langsung tercipta menyambut kedatangannya.

"Ah, anak Mama." Ale menggendong lelaki kecil yang berada di pelukannya lalu mencium pipinya gemas.

"Mama, ayo mama buruan!"

Bersamaan dengan Ale yang membuka mulut hendak bicara, suara hentakan kaki yang tidak begitu keras mengalihkan perhatiannya. Ia yakin itu adalah suara berjalannya seseorang dari luar kamarnya dan bisa ia dengar cukup jelas karena terbukanya pintu kamar Ale yang belum sempat ia tutup tadi.
Seorang wanita paruh baya berbalut gaun putih sederhana lengkap bersama sepatu hak tingginya nampak di tengah pintu. Beliau melangkahkan kakinya perlahan kearah Ale kemudian duduk di samping Ale.
"Kenapa belum siap-siap, hm? Kamu tidak lupa hari ini kita ada acara, bukan?"

"Tidak, mama. Aku masih ingat."

"Kenapa belum berganti pakaian?"

Pandangan mata Ressa, ibu Raletta mengarah ke arah si kecil yang sedang asyik memainkan ponsel Ale yang tadi dilemparnya.

"Pasti kamu gangguin mama Al, ya?"

"Vino diem kok, oma."

"Sini."

Tiba-tiba, Ressa menggendong Vino dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar putrinya. Tepat ketika beliau hendak menutup pintu kamar Ale, matanya menyorot ke arah Ale seakan menyuruh Ale untuk segera bersiap.

---

Alan, ayah Raletta mengernyitkan dahinya heran. Pandangan matanya berjalan mengitari penampilan putri semata wayangnya. Tidak seperti biasanya, gadisnya ini menunjukkan wajah tidak seceria biasanya.

"Kenapa mukamu seperti itu, Al?"

"Memangnya ada apa dengan muka aku, pa."

"Tidak. Hanya kurang senyuman aja."

Alan memanglah sangat suka menjahili putrinya ini. Entah mengapa, walaupun anaknya ada dua, hanya Ale lah yang sering bahkan sangat sering mendengar dan menjadi korban kejahilannya. Atau mungkin ini disebabkan karena hanya Ale lah yang memiliki sifat seperti mamanya, lebih memilih diam daripada melakukan kejahilan yang menurutnya sia-sia jika dilakukan. Ah, tidak tau lah pokoknya begitu!

Mahal Na Mahal KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang