Bagian Tiga

12 0 0
                                    

"Pembekuan si Dia dan usaha pencairan oleh si diA."

-09.00-

---

"Betah banget diam-diaman kayak begini." Ucap Keira memecah keheningan.

Di sini, tepatnya di sebuah restoran milik keluarga Analezze mereka bertiga berkumpul. Eh, tidak. Ada empat orang sebenarnya di sini. Raletta, Derris, Keira, dan Alendra yang berada jauh dari mereka.

Suasana begitu sepi. Hanya bincang dari meja sebelah yang terdengar. Tidak ada satu orang pun yang berniat membuka perbincangan sebelum Keira membukanya tadi.

Bahkan setelah dibuka Keira, tetaplah terasa hening. Ada sedikit rasa penyesalan kenapa juga ia datang dan terjebak dalam situasi yang begitu tidak diinginkannya semacam ini.

Pandangan Raletta baru berniat melayang ke arah Derris setelah pendengarannya menangkap dengusan yang dipercayai Ale sengaja dikeraskan agar Ale dan Derris menyadari keheningan yang terjadi.

Ingin sekali Raletta meneriakkan berapa oktaf suara dehemannya seketika saat melihat Derris dengan tanpa dosanya lebih mementingkan permainan di ponselnya dibandingkan dengan permasalahan yang melanda hubungan keduanya.

Dengan kesal yang sudah di ubun-ubun, Ale menggebrak meja di hadapannya sangat keras. Lalu, menaruh beberapa lembar uang ratusan ribu di sana.

Tanpa disuruh, Ale menggandeng tangan kekar milik Al. Menariknya menjauh dari restoran.

"Ternyata kamu tahu aku di sana." Lirih Al sambil menyalakan mesin mobil.

Diantara deruman mobil, Ale yang masih tidak terima dengan ucapan Al pun menyelanya.

"Turunkan tingkat kepercayaan dirimu." Tekan Ale dengan rahang yang keras.

Mendengar ucapan Ale yang penuh dengan penekanan, senyuman manis Al terbentuk begitu saja.

Rasanya senang, bahkan lebih dari itu. Walaupun hanya sekedar sikap kesal, ia tetap senang. Hal itu membuktikan bahwa kedatangan dirinya berpengaruh juga pada Ale.

"Sudah. Ayo pulang." Ucap Al sebelum melakukan mobilnya menuju rumah.

---

"Mengapa tidak kamu ceritakan bagaimana cerita aslinya, Derris?"

Derris mematikan ponselnya. Beralih ke mata menyelam milik Keira dan tersenyum ke arahnya.

"Dia akan kuberi tahu nanti."

Derris menyeruput segelas hot coffee yang belum diminumnya. Memeluknya perlahan seolah ingin menikmati lebih lama lagi kenikmatan itu.

"Kamu jahat kalau merahasiakannya, Derris. Bukankah malah lebih berbahaya lagi kalau sampai dia dengar bukan dari mulutmu?"

Tiba-tiba Derris memajukan wajahnya ke arah Keira. Menghembuskan napasnya tepat di hadapannya. Lalu berujar,

"Bukankah akan lebih jahat lagi kalau aku mengganggu dia yang sedang bahagia dengan pacar barunya?"

Mata Keira mendelik, "Sepertinya kamu salah paham, Derris. Bukan begitu?"

Tanpa menghiraukan sama sekali, Derris melangkahkan kakinya melebar mendekati pintu masuk restoran sendirian. Meninggalkan Keira yang tengah duduk di bangku meja nomer 17 yang menatap kepergiannya dengan tatapan mata sayu.

Mahal Na Mahal KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang