N

44 5 0
                                    

Rekomendasi lagu untuk diputar:

When I Was Your Man – Bruno Mars

***

"My pride, my ego, my needs, and my selfish ways
Caused a good strong woman like you to walk out my life
Now I never, never get to clean up the mess I made
And it haunts me every time I close my eyes"

"Ck," terdengar decakan yang lalu disusul oleh helaan nafas dari seorang laki-laki yang tengah menduduki jok sepedanya. Ia memejamkan matanya. Laki-laki itu tengah meresapi setiap kata dalam lirik tersebut seolah mewakili isi hatinya melalui earphone yang dikenakannya.        
         
"Mendadak males balik," ia membuka mata dan melepas earphonenya. Dimasukkannya benda tersebut ke dalam saku celana seragam sekolahnya. Lantas ia berdiri lalu menyandarkan sepedanya itu ke dinding kemudian pergi begitu saja sambil mengacak-acak rambut. Namun, tiba-tiba laki-laki itu berhenti. "Lah, ngapain disandarin kalo sepeda gue punya standar?"       
         
"Bodo amat,"
         
Jumlah sepeda di parkiran khusus belakang sekolah laki-laki itu tadi tersisa kurang lebih tinggal sepuluh. Kemungkinan besar pemiliknya merupakan anak-anak organisasi atau ekstrakulikuler yang mempunyai kegiatan di sore hari ini.
         
Laki-laki itu berjalan ke arah pinggiran lapangan bola di mana tempat duduk para supporter berada. Lapangan bola sekolahnya terletak di paling belakang. Letak parkiran sepeda tadi itu berada di sebelah lapangan bola ini. Untungnya, ruangan ini tertutup sehingga laki-laki itu tidak perlu khawatir akan terkena guyuran hujan karena cuaca pada sore hari ini mendung dan kemungkinan besar akan turun hujan.
         
Salah satu bagian tempat duduk diisi oleh lima sekawan. Ketika mereka menyadari kawannya satu lagi baru datang, satu di antara mereka mengambil bola di sampingnya lalu dilemparkan ke arah kawannya tersebut.
         
"Katanya mau balik? Gimananya sih," Diaz–satu dari lima–berujar sambil melemparkan handuk kecil bekas keringat ke arah laki-laki itu yang dibalas dengan sentilan pada telinga.
         
"Maklum lah bocah mah emang gini. Labil, galau mulu lagi kerjaannya," timpal yang lain. Yang dibicarakan tidak menggubris dan malah sedang menggiring bola ke arah gawang. Ia mengambil ancang-ancang untuk menendang. Mungkin kalian sudah bisa menebak, apakah bola tersebut akan masuk ke dalam gawang atau tidak.
         
Namun jawabannya adalah, tidak. Bola itu justru mengenai tiang pinggir gawang sehingga benda tersebut memantul.
         
Duk!
         
"Woi!" Seorang laki-laki di pinggir lapangan tengah mencari-mencari siapa yang menendang bola hingga mengenai tengkuknya. Ia tidak terima karena tersedak saat sedang  minum.

"Eh Baim, sorry bro gue ga bermaksud, hehe," laki-laki itu beserta dengan cengirannya berharap sedikit cemas agar tidak dibalas dengan tinju di rahangnya. Baim hanya membalas dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
         
"Kenapa sih lo?" tanya Baim yang hanya dibalas dengan gelengan kepala pula oleh laki-laki itu.
         
"Aduh!" Laki-laki tersebut buru-buru menghindar sebelum terkena serangan susulan lemparan botol minum plastik dari empat kawannya yang lain. Salah satu dari mereka menyabet laki-laki itu dengan handuk yang penuh keringat tadi.
         
"Kenapa lo jadi tambah kacau?" Adrian–kawannya itu bertanya.
         
"Dandelion lagi, Lang?" Elang seketika menghela nafas.
         
"Gue aja yang liat lo kayak gini capek," ucap Andra, temannya yang lain.
         
"Kalo lo aja capek, gimana diri gue sendiri, Ndra?"

***

Angkasa Tanpa BatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang