Kinan, penulis abal abal berumur 30an, menutup topengnya dibelakang status menjadi dokter kecantikan. Dia yang urakan, tidak perduli dengan penampilan, selalu berpakaian apa adanya, berambut panjang sepungggung malas sisiran, makanya rambutnya jatuh gitu saja dengan alamiah tanpa dibuat buat. Banyak orang bilang wajah kinan oval, tapi juga bisa dibilang pipinya berisi bila di ukur dengan wajah kinan.
Tubuh dengan tinggi 170cm, berat badan 58kg, tidak terlihat kurus dan tidak juga terlihat gemuk, terlihat semampai pakaian yang selalu dikenakannya, kaos tipis ,celana jeans robek robek dan sepatu convers kuning gading.
Merokok, ya kinan perokok berat, sudah dari mulai dia kuliah, dia sudah menjadi perokok berat. Bukan karena pergaulan , bukan juga karena hasutan seseorang. Dia merokok bukan sebagai aksi sok keren agar dilihat banyak orang, atau biar dibilang sok gaul. Rokok membuatnya tenang, frustasi dalam hidup hanya rokoklah yang membuat dia percaya diri, tak gentar melawan kejamnya dunia dimana mengatasnamakan uang diatas segalanya.
Di beranda apartemen kinan, sudah yang ke empat cangkir kopinya siang menjelang sore. Hampir sebungkus rokok evo menthol dia hisap. Anggur mungkin sudsh sekerat dua cemil memandang ke atas atas langit.
Ah lihatlah langit itu sendu, tidak hujan tidak panas, langit seperti sedang berbisik.
Seandainya aku bisa mencari uang dengan menulis, mungkin aku rela melepas sertifikat kedokterannya dan memilih jalan hidup yang dia suka.
Menulis tanpa batas. Merangkai kata kata yang tertanam di otaknya, kalimat kalimat fiksi menjadi satu paragraf yang dapat dinikmati pembaca pembaca yang menyukai itu.
Angin itu menampar wajah kinan, dia memejamkan matanya, membuat skenario cantik dan naskah untuk dilalukannya malam ini. Merubah mindset dalam sekejap, memilih sebagai artis papan atas dengan peran wanita yang menyukai wanita. Karakter dia ciptakan, Seperti apa yang harus dia pilih. Feminimkah? Atau seorang yang tomboy.
Sudah banyak tab yang dia buka di laptopnya, banyak informasu yang dua baca begitupun cerita fakta tertulis disana. Bahwa wanita penyuka wanita tidak harus bersikap seperti laki laki atau mengubah transgender nya sebagai pria. Tapi itu lebih ke hasrat dari pribadinya itu sendiri.
Kebencian mereka pada kaum adam, membuat mereka mudah berbelok, yang biasa dia sebut, " Wanita hanya ingin dimengerti." dan itu pedoman bagi mereka para lesbian, jika ingin dimengerti, ya harus berhubungan dengan yang mengerti merek, yaitu dengan gender yang sama. Ironis bukan? Sangat ironis! Mereka berfikir sarcas dan skepfis tentang kehidupan, membangkang peraturan Illahi yang sudah diciptakan berpasang pasangan. Menghancurkan kepercayaan, memfitnah tubuhnya sendiri karna hanya alasan satu kata "Cinta".
Aku memandang mereka seperti rendahan, memandang mereka sebelah mata, jijik dengan zona aman mereka, aku dengan egois yang tinggi, menjunjung tinggi idealis, seketika rubuh, pertahananku yang kokoh goyah.
Sebelum aku menceritakan tentang dia, aku memulai dengan dimana kami bisa bertemu.
******
Pukul 19.00 malam, kinan sudah memarkirkan mobil fiesto merahnya diarea parkir lot nama tempat XYZ.
Suasana ribut, lagu lagu yang dimainkan asing ditelinga kinan, belum lagi suaranya yang keras keras , speakernya bergetar saking kerasnya, kinan tidak bisa menikmati lagu apa yang mereka mainkan saat ini. Nada lagu yang ngejelumet, pelintiran dan degupan teratur membuat suara menjadi abstrak!
Kinan memutuskan berpakaian menjadi dirinya sendiri. Rambut panjang dia biarkan terurai, kemeja putih celana leging berbahan jeans robek dibagian lutut, makeup ala ala kinan, hanya mempertebal bagian alis , dan membuat garis hitam diatas mata membuat kesan gotik di wajah pucat kinan.