8. Who are You?

4.4K 499 152
                                    

-"Hujan, meski banyak yang mengeluh atas keberadaannya. Ia tak pernah berhenti, karena ia tahu bahwa dirinya sangat dibutuhkan"-
-Ash-
.

.

.

Gelap gulita, lembab dan dingin adalah penggambaran yang cocok untuk tempat itu.

Sosok itu perlahan membuka perban yang melilit menutupi kedua kelopak matanya.

Perban itu ia genggam erat dan munculah api hitam yang bergejolak membakar perban itu hingga menjadi abu.

Sosok itu masih menatap serpihan abu perban itu dengan mata tajamnya yang menyala merah dikegelapan. Darah segar mengalur dimata kirinya dan kilatan kebencian tampak jelas disana.

Ia bangkit berdiri lalu berjalan mengikuti sorot cahaya matahari. Ia terus berjalan dan cahaya itu semakin terang.

"Kau baru pulih, harusnya kau tidak menggunakannya dulu,"

Langkahnya terhenti oleh suara berat dari sosok yang bertengger dimut gua.

"Itu bukan urusanmu,"

Ia kembali melangkah keluar gua. Netranya mencoba beradabtasi dengan ribuan spektrum cahaya.

"Aku tidak melarangmu keluar. Hanya saja jangan terlalu mencolok,"

"Hn. Aku tau apa yang harus kulakukan," ujarnya dingin. Kemudian berlalu meninggalkan sosok bertopeng itu yang tengah bertengger di mulut gua.

.
.
.
.
.
.




"Aku benar-benar minta maaf, tapi Ibu, Nii-san. Aku tidak bisa menghadapi mereka sendirian," monolog seorang bocah yang tengah sibuk melompat dari akar pohon keakar pohon lainnya.

Terkadang ia juga membelah ilalang dan semak belukar yang tinggi untuk membuat jalan.

Langkahnya terhenti saat didepannya terdapat sungai teramat jernih yang tampak belum terjamah manusia itu.

Bocah kecil itu tak berkedip ketika melihat pantulan dirinya pada air jernih disungai itu.

Lamunannya pecah ketika ia mendengar gemerisik semak-semak diseberang sungai. Kedua bola mata onyxnya berbinar senang ketika ia melihat seekor kelinci putih yang cukup gemuk. Dengan riang ia segera melompati bebatuan sungai dan mengejar kelinci itu.

"Hei! Jangan lari,"

.
.
.

.
.
.

Surai gelapnya berayun diterpa angin. Pahatan rahang kokohnya membuat sosok itu sangat tampan bak Adonis.

Sedari tadi ia berkeliling hutan namun tak mendapati binatang apapun untuk dihadikan makan siang. Sepanjang ia membelah belantara hutan hanya mahkluk melatalah yang ia temui.

Tatapannya tajam, pendengarannya awas. Instingnya sebagai Shinobie jangan diragukan.

Seolah ia seperti seismograf yang dapat mengetahui letak episentrum. ia dapat langsung menyadari pergerakan seseorang tak jauh darinya.

The Blood of UchihaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang