Satoru menahan nafas ketika tangan dingin mahkluk itu berhasil menyentuh lehernya. Mungkin tubuhnya akan diangkat tinggi-tinggi keudara lalu dirinya akan mati tercekik oleh mahkluk itu jika saja tidak ada sebilah pedang panjang yang berkilat tajam sedang menghunus kearah leher sosok mahkluk menjijikan yang tengah menyentuh lehernya.
"Jauhkan tangan menjijikanmu dari lehernya,"
Suara barithone dari sosok yang menghunuskan pedang pada mahkluk menjijikan itu tampak mencekam dan sarat akan ancaman di setiap penekanan suku katanya. Tatapan iris hitam jelaganya tampak menusuk kearah mahkluk itu, pun kilatan marah dan kebengisan terpahat rapi dirahang kokoh nan rupawannya.
Mahkluk itu meliriknya sekilas lalu kembali menatap Satoru. Pun ia menarik tangannya, mundur lalu menjauh dari Satoru.
Sosok itu masih menatap makhluk menjijikan itu dengan tatapan membunuh. Tak ingin mencari masalah dengannya, segerombolan makhluk menjijikan itu pun memilih pergi dan kembali menenggelamkan dirinya ke dalam tanah.
Satoru membuang nafasnya lega. Rasanya tegang sekali, tapi ia sudah dapat menarik sudut bibirnya meski gemetaran ditubuhnya masih belum hilang. Akhirnya ia menemukan orang yang sedari tadi ia cari.
Satoru melangkah mendekatinya. "Terimakasih telah meno-"
"Bukankah sudah kuperingatkan tempat ini berbahaya,"
Perkataannya terpotong olehnya. Nada suaranya dingin, cukup untuk menggetarkan rasa takutnya. Pun ia menghentikan langkahnya kendati bunyi dentingan pedang yang bergesek tajam dengan sarung pedangnya seperti alunan kematian yang menggelitik indra.
Satoru menatap punggung lebar sosok itu, memang sosok itu dingin dan menakutkan. Tapi ada yang seperti membuncah tiap kali dirinya melihat punggung tegap nan gagahnya. Seolah merasa sangat dilindungi, jujur saja sebesit rasa rindu muncul didalam hatinya. Rasanya ingin kembali merasakan gendongan penuh aman dari sosok itu.
Ia tertawa dalam hati, apakah dirinya terlalu terobsesi dengan kalimat Ayah, sehingga ia berhalisinasi sejauh ini. Tapi jauh dari lubuk hatinya, jika saja pencipta masih mau mengasihininya, bolehkah ia berharap agar Ayahnya adalah sosok dihadapannya? Memang orang itu terlihat dingin dan kejam. Tapi sungguh, ia selalu merasa aman disekitarnya.
Satoru masih berdiam diri, tatapannya masih terpaku pada punggung tegap yang dibalut kain hitam berlambang kipas merah putih dan sekarang mulai berjalan menjauhinya.
"Aku mencarimu, Aku benar-benar membutuhkan pertolonganmu!"
Nihil, sosok itu terus berjalan memasuki hutan. Tak mau usahanya sia-sia, Satoru pun berlari mengejarnya. "Aniki ku sekarat, Aku sangat membutuhkan bisa ular paling mematikan didunia ini untuk penawarnya! Ku mohon bantu aku mencarinya, kau pasti tau ular itu dimana kan?"
Tapi seolah suaranya begitu kecil dan mudah disapu terpaan angin dingin, sosok itupun masih terus berjslan mengabaiksnnya. Seolah tak mebdengar apapun.
"Aku mohon padamu!!!" Teriak Satoru keras-keras bahkan menggema kesetiap sudut hutan. "Setidaknya tunjukan arah kemana aku harus pergi mencari ular itu," lirihnya.
Sosok itu berhenti. Masih memunggungi Satoru, pun ia sedikit menoleh kearahnya dengan ekor matanya.
"Pulanglah,"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blood of Uchiha
Fanfic#436 DALAM FANFICTION [081217] WARNING DON'T LIKE DON'T READ!!! AKAN SEGERA DITARIK! [Proses Cetak] CHAPTER 20 KEATAS SAYA PRIVAT! Sequel dari "Revenge or safe me" disarankan untuk membaca ROSM dulu biar lebih nyambung. Sasuke x Sakura semi canon...