14. Imposible drug

4.6K 415 64
                                    

Mentari tampak malu-malu keluar dari persembunyiannya. Awan-awan tampak tertawa gembira berlarian kesana-kemari menyambut pagi. Pepohonan dan tumbuhan yang semalam diterpa hujan tampak mengkilat bermaindikan cahaya emas sang surya.

Hiruk-pikuk dari kesibukan orang-orang mewarnai desa kecil itu. Mereka tampak antusias menyambut hari, terbukti dengan semangatnya mereka bangun pagi dan bergegas menunaikan aktivitas keseharian mereka. Seorang petani yang menunai kewajibannya diladang, seorang pedagang yang menunaikan kewajibannya di pasar, dan seorang nelayan yang menunaikan kewajibannya dilaut.

Berbeda dengan wanita bersurai merah muda yang tampak menggandeng bocah mungil bersurai hitam raven itu. Sakura yang memiliki profesi sebagai tabib desa harusnya pergi menunaikan kewajibannya menuju klinik, namun ia malah tampak bergegas dan tergesa-gesa menuju dermaga.

Ada guratan kecemasan yang terpancar jelaa dari iris klorofilnya. Ini sudah hari ketiga dan putra sulungnya belum menunjukan tanda-tanda kepulangannya dari melaut. Sungguh Ibu mana yang tak khawatir.

Bruk!

"Ma-maaf," cicitnya ketika tubuhnya menabrak seseorang. Dirinya yang terlampau khawatir benar-benar tak bisa fokus dengan sekeilingnya.

Satoru hanya terdiam menatap kejadian itu. Menghela nafas, pun ia mengulurkan jemari mungilnya pada sosok yang masih terjerembab di putihnya pasir pantai.

Sakura tampak menyernyitkan alisnya, ia seperti tak asing dengan sosok gadis berhelaian tembaga yang tengah menyambut uluran tangan putra bungsunya. Otaknya ia putar kembali untuk menggali kilasan-kilasan memorinya.

"Maafkan Ibuku, ia sedang tidak enak badan makanya sampai tak fokus berjalan," jelas Satoru sambil berojigi sopan pada gadis itu.

Gadis itu ingin marah, namun tatapannya melunak kala melihat sosok bocah laki-laki mungil yang mengukurkan tangan mungilny untuk membantunya. Ia tampak menarik sudut bibirnya, menatap gemas pada sosok mungil dihadapannya. Dalam usia sedini ini pun bocah itu tampak tampan dan imut dengan iris onyx bulatnya. Belum lagi sikap baik dan manis anak itu, tangannya tak bisa ia tahan untuk mengacak gemas surai raven anak itu.

"Tak apa, Aku baik-baik saja," kepalanya menoleh pada wanita bersurai merah muda yang tampak menatapnya terkejut.

Iris violetnya juga tampak membulat sempurna ketika bersirobok dengan iris klorofil wanita itu. "Sakura nee-san!?"

Pun Sakura menganggukan kepalanya. "Kau Hera kan? Astaga kau sudah sebesar ini," Sakura menatap tak percaya, pasalnya ia mendengar bahwa Hera sempat ditahan di Konoha kala kejadian beberapa waktu silam lalu.

"Umm, begitulah. Ngomong-ngomong apa anak menggemaskan ini putramu?" Ujar sosok yang diketahui adalah Hera itu sambil mencubit gemas pipi tembam Satoru.

Sedang Satoru hanya mwndengus kesal ketika pipinya ditarik begitu saja oleh gadis didepannya. Ia menggerutu kesal, menyesal telah berlaku baik pada gadis itu. Entahlah, rasanya sebal sekali diperlakukan begitu.

"Ya, begitulah. Ngomong-ngomong sedang apa kau disini?" Tanya Sakura heran.

"Oh, Aku habis mengantar beberapa Antidot. Sekarang aku bisa kembali menjalankan aktivitasku bersama clanku di desa kami,"

Sakura tersenyum mendengarnya. Ikut lega mwndengar kabar baik mengenai gadis itu yang sempat terjerembab pada kegelapan. Diam-diam ia berdo'a agar kedua putranya tak tersentuh oleh gelapnya sisi dunia. Semoga saja.

Mata Satoru menyitip tajam kearah dermaga. Disana terdapat dua sosok yang berjalan menuju kearahnya, satu lelaki paruh baya dan satunya bocah mungil betsurai hitam legam. Sudut bibirnya tertarik tipis ketika netranya menangkap sosok refleksinya baik-baik saja. Segera tanpa dikomando dirinya melambaikan tangan mungilnya kearah sosok itu.

The Blood of UchihaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang