CHAPTER 8 : Kesedihan yang Membelenggu

1.2K 116 0
                                    

"Malam ini kalian beristirahatlah. Maaf, karena tempat ini memang tidak layak di sebut sebagai tempat peristirahatan." Ucap Master Goru setelah mengantar Natasha dan Orlando ke dalam satu ruangan yang sama. Di dalam ruangan itu hanya terdapat single bed dan satu sofa serta satu selimut.

Natasha membuka jaket kulitnya perlahan dan hanya memperlihatkan tubuhnya yang terbalut tank top hitam setelah Master Goru meinggalkannya berdua dengan Orlando.

"Orlando, kau saja yang tidur, aku akan merenung untuk malam ini." Ujar Natasha yang membelakangi Orlando.

Orlando mengerjap menatap tubuh Natasha, namun dengan cepat pria itu menggeleng untuk menghilangkah segala pikiran mesumnya setelah melihat tubuh Natasha.

"Tidak," Orlando membuka jaketnya juga, "Aku yang akan merenung. Kau yang tidur di kasur dan aku yang tidur di sofa." Lanjut Orlando tegas.

Natasha berbalik sembari berkacak pinggang, "Salah satu dari kita harus berjaga dan malam ini aku lah yang berjaga." Ucap Natasha tak kalah sengit.

Orlando melangkah maju untuk berdiri di hadapan Natasha. Kali ini mereka berdiri dengan jarak yang sangat dekat sehingga Natasha bisa merasakan deru nafas Orlando yang tenang.

"Aku yang jaga untuk malam ini." Bisik Orlando dengan tatapan misteriusnya yang sudah lama tak di lihat oleh Natasha.

Natasha mengerjap sekali, "Baiklah. Kita berdua yang akan berjaga." Ucap Natasha adil, lalu tersenyum dan duduk terlebih dahulu di sofa.

Natasha menumpukkan kaki kanannya di atas kaki kirinya, lalu tangan kanannya menepuk-nepuk ruang kosong yang ada di sebelahnya, "Kemarilah. Kita berjaga bersama." Ucap Natasha dengan nada jenaka.

Orlando berkacak pinggang, lalu tertawa pelan sembari menggeleng, susah sekali ternyata berdebat dengan seorang Natasha.

Akhirnya, Orlando tak punya pilihan lain selain duduk di sebelah Natasha, lalu mereka berdua sama-sama terdiam sembari berpikir santai sejenak.

"Nath," Orlando menatap Natasha lalu membisikkan namanya.

Natasha menoleh, "Ada apa?"

Orlando menghela nafas, "Bagaimana menurutmu sikap Mordu?" Tanya Orlando.

Natasha tertawa pelan sembari kembali menatap lurus ke depan, "Dia sama seperti Hansel saat kami pertama kali bertemu." Jawab Natasha yang tanpa ia sadari, dia telah membuka luka lamanya sendiri.

Orlando mengerjap dua kali dan tak sanggup berkata apa-apa lagi. Dia harus menerima kenyataan bahwa Natasha tidak akan pernah melupakan rasa bersalah yang membekas di dalam hatinya.

"Itu bukan kesalahanmu." Ucap Orlando pelan, "Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri, Nath."

Natasha mengusap wajahnya perlahan, lalu berdiri, "Tunggulah di sini. Aku ingin pergi sebentar." Kemudian, Natasha pergi dari ruangan tersebut meinggalkan Orlando yang sibuk dengan kekhawatirannya terhadap Natasha.

*    *    *

Natasha memakai kembali jaket kulitnya, lalu berjalan di lorong yang menghubungkan ke arah ruangan yang ber-atap kubah tadi. Kedua kakinya serta pikirannya membawanya pergi ke tempat itu, namun hatinya tak tahu apa yang akan ia lakukan di sana.

Natasha menghentikan langkahnya ketika melihat Mordu yang sedang terduduk diam di bawah cahaya lampu remang-remang.

Tubuh Mordu yang tadinya membungkuk itu langsung tegap ketika menyadari Natasha datang, "Kau mau apa datang ke sini?" Tanya Mordu.

Natasha mengelus lengan atasnya perlahan, "Aku tak tahu. Instingku membawa ku ke sini." Jawab Natasha.

Mordu berdiri, lalu berbalik menatap Natasha, "Sebaiknya kau pergi. Tinggalkan aku sendiri!" Ucap Mordu yang terdengar berat dan ketus sekali.

Lalu, Natasha melirik ke tempat ia duduk tadi dan tepat di sampingnya ada meja yang di atasnya terletak sebuah botol minuman keras.

"Kau mabuk," Gumam Natasha.

Mordu menatap Natasha dengan tatapan layu nya, "Pergilah!" Bentaknya.

Bukannya pergi, Natasha malah melangkah maju, "Aku ingin membantumu, Mordu. Tentang Danika..." Natasha memberi jeda dalam kalimatnya.

Mordu mendengus, "Tidak ada yang bisa ku lakukan. Aku lemah." Ucapnya yang suasana hatinya berubah menjadi sedih.

Natasha kali ini sudah berada beberapa jarak saja dari Mordu, "Aku tahu apa yang kau rasakan saat ini, Mordu," Natasha baru saja hendak melanjutkan perkataannya, namun Mordu langsung memeluknya dengan sangat erat.

Sedetik kemudian tubuh Mordu yang bertelanjang dada memperlihatkan otot-ototnya itu bergetar, "Aku menginginkan Danika-ku." Lirihnya.

Natasha membalas pelukan Mordu. Saat ini Natasha tahu benar apa yang di rasakan Mordu. Tampilan Mordu yang ganas dan pemberani itu sama sekali tak menyembunyikan rasa sakit yang mendalam di dalam hatinya.

"Aku tahu..." Natasha menuntun agar Mordu duduk kembali, setelah Mordu duduk, Natasha ikut duduk di sampingnya, "Vladimus juga mengambil orang-orang yang ku sayangi. Vladimus mengambil mereka, sehingga mereka sangat jauh dariku. Namun, untuk Danika," Natasha menatap wajah Mordu lamat-lamat, "Semuanya belum terlambat untuk Danika. Kita masih bisa menyelamatkannya." Lanjut Natasha.

Natasha selalu menjadi penenang dalam situasi apa pun, namun tidak ada seorang pun yang bisa menenangkan Natasha dalam keadaan apa pun. Di sini Mordu bagaikan binatang buas yang mengamuk akibat rasa sakit yang luar biasa, lalu peran Natasha bagaikan sang penenang dan pelindung bagi hatinya yang terluka.

"Kita masih bisa menyelamatkannya?" Tanya Mordu dengan kedua alis bertaut.

Natasha tersenyum tipis, "Tentu saja. Kita pasti bisa. Aku," Natasha menyentuh dadanya sendiri, "Orlando, dan," Natasha menyentuh dada bidang milik Mordu, "Mordu." Kemudian, senyum Natasha merekah seiring dengan senyuman Mordu.

Natasha tahu saat ini Mordu sednag mabuk. Justru saat Mordu sedang mabuk seperti ini lebih mudah untuk di kendalikan amarahnya.

Dan jauh di belakang sana terlihat Orlando dan Master Goru yang sedang sibuk memperhatikan Natasha dan Mordu. Master Goru semakin yakin bahwa kedatangan Natasha dan Orlando akan membawa keselamatan serta keberuntungan bagi semua orang termasuk Mordu dan Danika.

*    *    *

"Elizabeth, kau dengar itu?" Hauser yang tadinya sedang duduk itu langsung berdiri setelah mendengar suara dentuman yang cukup keras, "Sepertinya itu berasal dari portal di seberang." Lanjut Hauser menghadap ke portal.

Elizabeth langsung berdiri di sebelah Hauser dan menghadap ke arah portal yang berubah warna menjadi hitam, "Aku rasa portal mereka di tutup." Tukas Elizabeth.

"Itu artinya sesuatu sedang terjadi di sana." Ucap Hauser.

Elizabeth memegangi dadanya dan seketika itu pula pertahanannya goyah. Dia nyaris terjatuh jika saja Hauser tidak menangkapnya, "Kau baik-baik saja?" Hauser panik sembari menopang punggung Elizabeth.

Elizabeth menggeleng pelan sembari menatap Hauser dengan kedua alis bertaut, "Perasaanku tak pernah salah." Bisiknya, "Sesuatu yang jahat telah kembali."

*   *   *

Update!!! Jangan lupa vote dan commentnya yaaa...

Makasih

My BodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang