Tujuh : Sesuatu yang spesial

4.2K 352 42
                                    

Kamu datang dengan wajah penuh peluh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamu datang dengan wajah penuh peluh. Ternyata kamu hanya telat. Oh syukurlah, Tuhan masih memberikan sesuatu yang baik. Akhirnya aku juga bisa melihat senyummu dari dekat seperti ini lagi.

Aneh memang, dilihat banyak orang dan duduk di depan mading hanya untuk mengobrol. Tapi dengan mendengar deru nafasmu yang halus saja aku sudah senang. Apalagi, lukamu sudah mau kering. Aku sangat bersykur.

"Eh lihat deh, luka gue udah mau kering." Katamu sambil menunjukkan perbannya. "Rasanya pengen gue buka secepatnya tau, gak? Bosen pake ginian terus."

Lagi-lagi aku hanya tertawa. "Jangan lah, nunggu udah bener-bener sembuh dulu. Baru lo boleh buka."

Kamu mengangguk. "Mana bawa roti nggak?"

Aku mengangguk kuat-kuat. "Bawa tapi di tas. Tunggu gue ambil. Lo tunggu sini aja, ya?"

Dengan semangat, aku berlari ke kelasku hanya untuk mengambil kotak bekal berisi dua roti isi sosis, daging, dan berbagai macam lainnya yang aku buat spesial untukmu.

"Wah cepet banget nih!" Lalu kamu terlihat semangat kemudian membuka kotak bekalku.

"Di makan ya, awas bilang nggak enak lagi." Kamu akhirnya mengambil satu roti itu. Dan menunjukan raut wajah bak komentator juru masak di TV. "Lagian gue aneh sama lo. Bilang roti bikinan gue nggak enak. Tapi minta terus tiap hari."

"Oh iya, lagian gue juga aneh sama lo. Udah tau di bilang nggak enak, masih aja mau bawain terus setiap hari?" Kamu masih menikmati di sisa-sia roti yang hampir habis.

Kalau boleh aku jawab sekarang. Itu karena aku suka sama kamu. Itu karena sesuatu yang dari dalam diri kamu bisa jadi penyemangat buat aku.

"Oh iya, nanti persentasi ya?"

Aku meneguk air mineralku sebentar. "Iya, persentasi. Gimana, lo udah hafal puisinya kan?"

"Sip-sip tenang aja. Tadi malem gue hafalin semaleman kok." Kamu mengacungkan jempol.

"Oh, jadi yang bikin telat lo semalem. Gara-gara ngapalin puisi ini?"

Kamu tertawa lagi. "Bukan lah, masa iya gue kesiangan gara-gara ginian."

Aku mengangguk lagi. Hei, apakah ini rasanya bisa dekat dengan seseorang yang kita sukai? Bisa berbicara, tertawa bersama, rasanya istirahat ini lebih bermakna walaupun hanya dengan makan roti dan obrolan-obrolan ringan kita.

"Tapi, gara-gara bikin ginian nih. Jadi gue telat kayak sekarang."

"Wah bikin apaan tuh? Unik banget kayaknya?" Aku mencoba mengintip sesuatu yang  ditentengnya.

Dia hanya tersenyum. Kali ini cukup teduh senyumnya. Oke, aku harus tahan. Karena senyuman ini yang biasanya membuatku sulit tidur akhir-akhir ini.

Coba saja kalau bingkisan unik itu—yang dibuatnya semalaman—hingga membuatnya telat. Bisa kamu berikan untukku. Walaupun aku tidak tahu apa sebenarnya bingkisan itu. Karena dari luarnya saja, sangat unik sekali untuk dilihat.

"Ini bingkisannya buat lo," dia menawarkan bingkisan unik itu.

"Beneran?" Kataku dengan wajah yang sangat senang. Tepatnya tidak percaya.

"Iya." Kamu mengangguk, kemudian tersenyum. []

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 14, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Yang Tak TerlihatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang