Dua : Secercah Harap

6.9K 472 40
                                    

Dua - Secercah harap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua - Secercah harap.
Kadang hanya melihatmu diam saja aku sudah sangat bahagia. Aku merasa senang bisa satu kelas denganmu. Meskipun kita bisa disebut tidak sekelas karena tiada perbincangan tercipta di antara kita.

[]

Kadang aku suka bertanya pada diriku sendiri. Apakah aku terlalu buruk untuk menjadi layaknya seorang teman? Apa aku terlalu jahat untuk setidaknya bisa berbagi obrolan dengan mereka? Apa aku terlalu nakal sampai mereka balas dendam saat ini dengan melempar-lempar pulpen yang sedang aku gunakan untuk menulis?

Susah payah aku mengambilnya. Lalu mereka malah menertawakanku dan hampir menginjak pulpen itu. Aku ingin menangis rasanya. Tapi, kalau aku menangis disini. Mereka akan tambah menggangguku.

Apa kamu tidak melihatku sekarang? Hei, aku butuh bantuanmu? Aku membenarkan posisi kacamataku yang semakin lama membuat mataku buram.

Ku stabilkan ritme degup jantungku untuk menghadapi mereka yang seringkali menggangguku.

Namun saat aku berhasil mengambil pulpen itu dan kembali duduk di kursiku. Aku tidak lagi menangkap sosokmu yang semula ada di depan kelas.

Padahal tadi kamu diam saja, sambil memainkan ponselmu itu. Namun, walaupun hanya seperti itu saja aku sudah sangat bahagia karena bisa melihatmu hari ini. Meskipun kau hiraukan aku yang tadi kesusahan mengambil pulpen.

Saat ini kamu keluar, dan mengapa aku refleks untuk mengintip lewat jendela kelas. Kenapa aku selalu merasa kehilangan kalau kamu tidak ada dipengelihatanku saat ini. Aku masih tidak menangkap bayangmu sekarang.

Lalu saat kamu kembali ke kelas, aku merasa sangat lega bisa melihatmu lagi. Ku lanjutkan kegiatan tulis-menulisku. Namun, ternyata kamu kembali ke kelas dengan membawa bekal. Bekal dari seseorang.

Kamu terlihat semangat memakannya. Aku senang akan hal itu. Aku berpikir, apakah aku harus membuatkanmu bekal agar aku bisa dilihat olehmu?

[]

Bel pulang sekolah berbunyi. Tapi, aku harus menunggu setidaknya satu jam dari sekarang untuk menunggu keadaan sekolah sepi.

Mengapa? Karena aku terlalu takut kejadian yang lalu-lalu terjadi. Aku tidak mau tasku dilempar oleh anak-anak nakal itu.

Aku tidak mau tentengan bukuku berserakan lagi. Aku tidak mau aku harus mengganti frame kacamata pemberian dari Ibuku.

Saat ini, aku menunggu satu jam di kelas. Dengan membaca beberapa novel yang kubeli dari hasil menyisihkan uang jajan harianku.

Namun saat ini, aku tidak sendiri. Aku bersamamu walaupun kamu duduk di luar kelas. Tapi, setidaknya kamu berada di sebelahku. Walaupun kita dibatasi dinding saat ini.

Iya, aku ulangi lagi. Setidaknya aku bersamamu sekarang. Kamu di sebelahku.

Lalu ada beberapa temanmu yang mengajakmu pergi. Aku dengar mereka ingin mengajakmu ke restoran cepat saji. Oh tidak, mungkin untuk dekat denganmu saja itu hal yang sangat mustahil.

Aku tidak seimbang denganmu. Kamu pintar, kamu keren, kamu sangat baik, kamu punya banyak teman, kamu bisa kemana-mana sesuai apa yang kamu inginkan.

Sedangkan aku? Aku si jelek yang bisanya hanya diam menyendiri, aku tidak punya teman, aku hanya bisa mencipta imaji di benakku dikala sepi, aku orang yang selalu menjadi objek perbandingan terburuk. Aku yang selalu di banding-bandingkan dengan yang cantik.

Untuk ke restoran cepat saji untukku terlalu berat. Aku harus menahan lapar di sekolah selama seminggu.

Iya aku akui, aku tidak seimbang denganmu. Kamu terlalu sempurna untuk aku raih. Kamu terlalu hebat untuk menjadi temanku. Bahkan, sepertinya aku tidak pantas untuk bisa mengobrol atau berbicara barang sepatah kata padamu. Aku ketahui kamu adalah orang yang memiliki hati paling baik. Mungkin saja kamu tidak mau mengingat namaku.

Tapi, apakah itu menutup kemungkinan agar aku bisa dekat denganmu?

Yang Tak TerlihatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang