Bab 6
Belanja, yuk!
Sesuai janji Feli pada Dion, mulai hari ini mereka akan memulai pembelajaran untuk bersosialisasi. Feli sejak tadi sudah sangat bersemangat. Sejak malam tadi, ia bahkan sudah menyiapkaan materi apa saja yang akan ia berikan pada murid barunya, Dion. Dion sendiri sejak tadi tetap dengan wajah bingungnya. Kedua tangannya terus berkeringat.
Feli terus menarik Dion kearah kantin yang dipenuhi siswa-siswi kelaparan. Ia sudah menyadari tangan Dion yanng berkeringat tapi memilih untuk berpura-pura tidak tau. Mau bagaimana lagi, Dion harus berani berbaur.
"Feli gak pernah lihat Dion di kantin," ujarnya di tengah perjalanan. "Jadi Feli rasa, Dion belum pernah beli-beli dengan keadaan riuh seperti ini kan?" sejenak ia menghentikan pembicaraan untuk menunjukkan bagaimana keadaan kantin. "Tugas pertama, Dion harus bisa belanja di sini. Hehehe, terserah mau beli apa, Dion bawa uang, kan?"
Jantung Dion makin berdegup melihat keadaan kantin. Saling senggol dan saling berteriak. Ia sudah terbiasa berbelanja di supermarket. Tapi di sini tidak seperti bayangan Dion. Tidak ada yang mengantri. Tidak ada mbak kasir ramah. Juga tidak ada kesunyian, yang ada hanya keributan disana-sini yang membuat Dion jengah. Tapi Dion tidak mau membuat Feli kecewa, ia harus bisa melewati ini.
Feli tidak peduli dengan jawaban yang tidak ia dapat. Matanya terus berkeliaran untuk mencari kios mana yang paling tepat untuk Dion saat ini. Dilihatnya kios Bu Ineke penjual berbagai macam roti yang sepertinya kurang diminati saat ini, hanya tiga siswa yang mengantri untuk membeli roti. Tapi hal ini justru tempat yang bagus untuk temat belajar bagi Dion.
"Pelajaran pertama, Dion coba beli roti ya!" ujar Feli semangat seraya tangannya menunjuk kios bu Ineke. Tangan lainnya lantas menarik tangan Dion lebih dekat ke kios roti.
Rasa gugup Dion masih tidak berkurang meski kios yang dituju tidak seramai kios lainnya. Tubuhnya terus tertarik Feli yang semangat. Tanpa dirasa, kini Dion sudah tepat di depan kasir.
"Minggir, aku duluan," Baru saja Dion akan memesan, siswa kelas 12 mendorong tubuh Dion yang hanya sampai sebatas telinganya ke samping. Dion yang tidak siap hampir kehilangan keseimbangannya kalau Feli tidak sigap menahan tubuhnya. Feli sendiri tidak kalah kagetnya dengan kejadian ini. Acara mengajarnya bisa kacau kalau begini.
"Mas Udang!" Umpat Feli sudah di ambang batas sabarnya membuat mata Mas Ebi melebar. Dia sudah memendam kekesalan sejak lama pada mantan Ketua Umumnya, sekarang saat yang tepat untuk mengeluarkan semuanya. "Kalau Dion jatuh bagaimana? Lalu gegar otak! Mau tanggung jawab?!"
"Semuanya harus mengantri saat membeli," Dion merasakan kekesalanluar biasa, Ia malu harus ada kejadian memalukan dirinya lagi di depan Feli. "Kalau menyerobot, itu namanya mengambil hak milik orang lain."
Ebi mendekatkan mulutnya ke telinga Feli. "Temanmu aneh," bisiknya tak lupa dengan seringainya. Dengan langkah ringan, Ia langsung melangkah pergi meninggalkan adik kelas yang sama anehnya itu.
Feli mendengus kesal tidak terima, tapi ia tidak mau memperpanjang masalahnya yang sudah cukup banyak. "Kamu gak papa kan?" Feli mengalihkan perhatiannya pada Dion yang dibalas anggukan singkat. "Kita mulai lagi ya?" Ia tersenyum lega muridnya baik-baik saja.
"Siap!" Dion menghormat pada Feli seakan ia seorang prajurit bawahan. Kali ini ia lebih percaya diri, tidak mau lagi terlihat bodoh di depan Feli.
~~~~~~~~~~~~~~~
"Belanja di Kantin seru ya!" Dion berhasil membeli roti, bakso, dan es jeruk hari ini. Ia terlalu semangat sampai-sampai tidak peduli apa bisa ia habiskan semua atau tidak. Feli sampai harus menariknya agar tidak masuk ke stan penjual nasi pecel.
"Kok bisa?" Feli terkikik mendengar ucapan Dion seperti ibu-ibu sosialita yang usai berbelanja dengan diskon besar-besaran di sebuah Mall ternama. Ia sendiri memesan Mie Ayam kesukaannya.
"Seru, harus sabar," Dion terus sibuk memotong bakso dengan perasaan gembira luar biasa, kuah baksonya sampai tumpah di sekeliling mangkuk. "Bisa nyerobot-nyerobot, seperti Mama yang lagi rebutan barang diskonan, terus harus ngomong berkali-kali, kalau enggak nanti penjualnya lupa. Kasian juga sama cewek-cewek yang mungin, mereka kayaknya gak keliatan ketutupan cowok-cowok yang besar, untung mereka kalau teriak kenceng, jadi penjualnya bisa tau pesanannnya dia." Dion terus berbicara, hanya berhenti sebentar untuk menarik napas. Bakso di mangkuknya sudah terpotong menjadi 4 bagian. Kebiasaan Dion adalah memotong semua bakso, baru menikmatinya.
Feli tersenyum smbil menggelekan kepala. Ia ingat tadi sepertinya Dion kasihan dengan perempuan yang katanya mungil dan tergencet oleh padan kekar paralelaki itu, akhirnya Dion membantu pesanan perempuan-perempuan yang makin kesengsem pada Dion. Kalau dihitung, ada 5 perempuan yang dibantu Dion. Feli sampai gerah menemani Dion yang tidak selesai memesan di dalam lautan murid-murid kelaparan.
"Enak!" Dion tidak berhenti mengunyah bakso yang sudah kecil, makin kecil karena ia potong. Beda sekali dengan Feli yang lebih suka makan dengan suapan besar. Tiba-tiba Dion menjulurkan satu potong bakso lengkap dengan kuahnya di depan Feli. "Mau?"
Feli tertawa melihat tingkah. "Tidak boleh Dion, tidak etis perempuan dan laki-laki yang tidak punya hubungan makan atau minum dari sendok atau gelas yang sama," Feli berusaha menjelaskan dengan sebaik-baiknya pada Dion. Dia sendiri juga bingung bagaimana mengatakannya.
"Kita kan berteman?" Tanya Dion bingung, tangannya masih terangkat di depan wajah Feli.
"Bukan hubungan seperti itu, maksud Feli seperti..." Pikiran Feli makin buntu, mungkin ini perasaan seorang Ibu yangmendapatkan pertanyaan semacam ini dari anak-anaknya. "Keluarga! Jadi yang boleh makan dan minum dari tempat yang sama biasanya keluarga. Atau sesama perempuan dan sesama laki-laki jua boleh, meskipun sebaiknya tidak dilakuakan," Feli menarik nafas lega setelah menyelesaikan kalimatnya.
"Berarti... kita bisa makan dari tempat yang sama kalau..." Dion akhirnya menurunkan sendoknya sambil berpikir. "Kita menikah?"
Wajah Feli makin pucat bingung akan menjawab apa.
A/N: Akhirnya saya kembali ^^ maaf atas update yang lamaaaa. Mungkin harus baca ulang yaa XD Thanks!
KAMU SEDANG MEMBACA
Idiot in Love
Teen FictionTak selamanya harapan itu terwujud Ia seperti angin; Belum tentu berhembus sebagaimana yang diinginkan perahu-perahu Dion divonis terkena penyakit Autism Spectrum Disorders, tidak membuatnya kehilangan harapan. Usaha untuk keluar dari kotak pikiran...