BAB II : HANTAMAN GEROBAK JERAMI

21 4 0
                                    

Kami berempat berjalan di trotoar yang berbatasan langsung dengan jalan utama Negeri ini yang ada di samping kiri kami, untuk menuju tempat dimana Profesor Icarus berada, orang yang sedang aku cari.

Aku berjalan di pinggir trotoar yang ada di sebelah kiriku, bersama Call yang berjalan di samping kananku.

Sementara Alenta berjalan di depanku, dengan Deo yang berada di samping kanannya.

Pemandangannya pun masih sama, yaitu banyak orang yang berlalu lalang dengan sebagian besarnya berjalan kaki. Dan juga tidak ketinggalan, banyak kereta kuda, baik itu mengangkut barang ataupun mengangkut para penumpang di dalamnya, dengan seorang kusir yang mengendarainya, yang terus menghiasi sepanjang jalan disore ini.

Berdirinya bangunan-bangunan besar dari susunan bata yang dinding batanya tanpa cat, sehingga sangat jelas terlihat berwarna cokelat itu, juga masih tetap ikut mendominasi.

Termasuk yang ada di sebelah kanan kami, banyak bangunan toko-toko yang berdiri kokoh, yang menjual berbagai macam barang di dalamnya, yang begitu banyak dipenuhi dengan para calon pembelinya.

*****

Sambil terus berjalan dengan agak santai di tengah dinginnya salju yang turun, mereka pun mulai menceritakan hal yang aku tanyakan sebelumnya, yang memang belum sempat mereka untuk menjawabnya.

"Sebenarnya, kami memang sudah lama menunggu kedatanganmu ke Negeri kami ini!" Seru Call membuka pembicaraan.

"Kalian menunggu ku?" Sahutku, menatapnya bingung.

Deo menoleh ke arahku, "yaa, itu benar!" serunya, "sudah sejak sebulan yang lalu, kami bertiga sudah diperintahkan oleh Profesor untuk menunggumu di pintu gerbang Negeri."

"Tapi, pria asing ini kan belum tentu orang yang dimaksud oleh, Profesor." Potong Alenta yang lagi--lagi dengan nada bicara sinisnya.

"Ya ampun, masih saja," Deo mulai melirik Alenta, "kalau bukan dia, lalu siapa lagi!" seru Deo, "apa kamu masih mau, menunggu lebih lama lagi dan membeku di gerbang sana!" pandangannya mulai mengarah ke atas langit, "kalau aku sih, malas!" Gumamnya pelan.

Alenta menatap Deo, "aku juga sudah lelah menunggu, tapi aku sangat yakin, kalau orang asing ini bukanlah orang yang selama ini kita tunggu!" Cetus Alenta

"Lalu, apakah itu orang yang dimaksud!" Sahut Deo, menunjuk seorang pria bungkuk yang sudah sangat tua, yang sedang asyik membelai kuda hitam di sebrang jalan.

Alenta melirik ke arah pria tua di seberang jalan sana, "BUKAN." Jawab Alenta singkat.

"Hmm ... mungkin, itu!" Kini Deo menunjuk seorang balita yang ada di pangkuan ibunya di samping toko permen, yang wajahnya begitu tidak karuan karena dipenuhi ceceran coklat yang sedang dimakannya.

Alenta mulai terlihat kesal, tatapannya begitu tajam ke arah Deo, "TENTU SAJA BUKANNN!" Sahutnya keras.

Deo memegang dagunya dengan kedua jarinya, "Ya ampun, bukan juga yaa," gumamnya pelan, "apa mungkin itu ... itu ... itu ... itu ...!" Dengan memasang wajah polos, Deo menunjuk setiap orang yang dilihatnya.

"DEEOOOOO ...! Alenta merengek kesal, "bukan itu juga maksudku ... ihhhh!" Alenta terus merengek dengan wajah yang mulai memerah.

"Itu ... itu ... itu!" Deo masih saja melanjutkan tingkahnya menunjuk setiap orang yang ada.

Bahkan, Deo sempat menunjuk seorang pria tua lain yang terlihat tidak waras, yang hanya bertelanjang dada.

"Kamu itu menyebalkan sekali sihhhhhhh ... !" Teriak Alenta kesal, langkahnya terhenti sejenak.

The  SaviorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang