Bab 3

940 53 1
                                    

Tiba dirumah, aku merasa ada yang tidak enak di perutku. Rasanya seperti mual dan tidak karuan. Perasaanku mulai tidak enak mengingat-ingat apa yang sudah aku makan seharian ini. Tapi rasanya aku sama sekali tidak jajan sembarangan di luar. Aku makan apa ya tadi?

"duh bu, ibuu."

Mendengar aku yang memanggil dari kamar, ibu langsung panik dan sedikit berlari dari dapur. "Ada apa, nak? Kenapa kamu megang perut terus kayak gitu?"

"Bu, aku gak tau perutku rasanya mu..."

Belum selesai aku bicara, kakiku langsung memaksa untuk melangkah ke kamar mandi. Aku sudah tidak tahan lagi dengan rasa mual nya. Ibu memijit-mijit leher belakangku, dan menuntunku jalan ke tempat tidur.

"Astaga!" Tiba-tiba aku teringat sesuatu. "Bu.. maaf. Aku lupa tadi aku minum kopi.."

Ya. aku memang tidak bisa minum kopi. Entah alergi atau apa, aku tidak tahu. Mungkin saja aku alergi dengan kafein. Setiap aku minum kopi pasti selalu seperti ini. aku memang tidak terlalu begitu menyukai kopi, tapi tidak suka bukan berarti tidak pernah ingin mencoba, bukan?

"Nisa kan ibu sudah bilang, jangan minum kopi. Kamu gak bisa minum kopi. Jangan diulangi lagi, ya?"

Aku hanya mengangguk pelan dan memilih untuk membaringkan tubuhku di tempat tidur. Ibu membantu menyelimutiku dan menyuruhku untuk tidur beristirahat.

"Ibu mau ke dapur dulu. Kamu istirahat dan minum air putihnya ya? Atau mau ibu buatkan cokelat panas? Minuman kesukaanmu."

Aku hanya membalas dengan anggukan. Ibu benar, cokelat panas memang minuman kesukaanku. Tapi, ada kalanya aku merasa bosan dan ingin mencoba sesuatu yang baru, seperti kopi misalnya?

Aku memejamkan mata cukup lama. Mengingat bagaimana aku diperkenalkan dengan Alby. Mengingat bagaimana dia membuatkanku kopi, sampai-sampai aku terlalu menikmatinya dan lupa kalau aku tidak bisa minum kopi. Aku juga mengingat bagaimana dia bisa menceritakan kesibukannya padaku tadi. Mungkin dia memang orang yang baik, tapi hatiku masih tertutup oleh siapapun itu. aku masih belum mau menjalin hubungan dengan siapapun untuk saat ini. Bahkan untuk sekadar bertemanpun kurasa belum bisa. Luka yang lama memang tidak bisa sembuh dengan cepat, tapi kalau memang dia adalah orang yang tepat, aku yakin dia tahu bagaimana cara menyembuhkan luka yang ada.

***

Satu bulan sudah berlalu. Aku sudah selesai dari semua urusan ospek kuliah yang terlalu menyita banyak waktu dan tenaga. Tapi disamping itu, aku merasa senang sekali bisa merasakan kekeluargaan dengan teman-teman baru. Selain Rani, aku juga jadi kenal dekat dengan Widya, Sheva, Roni, dan Putra. Mereka berempat ternyata juga orang yang menyenangkan. Aku ingat saat kegiatan outbound di Lembang kemarin, sepatu kanan Roni tenggelam di kubangan lumpur. Kaki nya juga ikut masuk ke dalam situ. Aku benar-benar tidak bisa menahan tawa melihat dia yang terlihat sangat panik. Putra yang tawanya paling besar ikut membantu Roni keluar dari kubangan lumpur itu. Tapi bukannya tertolong, Roni malah menarik keras tangan Putra sampai-sampai Putra ikut masuk ke kubangan lumpur itu bersama Roni. Aku dan yang lain hanya bisa tertawa melihat tingkah konyol mereka.

Aku mengecek ponselku dan melihat ada notifikasi pesan masuk yang tidak tahu dari siapa.

Nisa, selamat sudah menyelesaikan ospeknya. Tunggu aku besok di halte depan kampus, ya.

-Alby-

Aku sedikit mematung di tempat. Dia dapat nomorku darimana? Bahkan kita baru bertemu sekali, dan itu juga tidak lama. Aku bahkan sudah lupa pernah berkenalan dengannya bulan lalu. Tapi.. yasudahlah. Toh dia juga orangnya baik, tidak ada salahnya untuk dekat dengannya, kan?

SenjakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang